jasa print dan fotokopi adalah bidang usaha yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dan pendidikan. Di mana ada sekolah berdiri, di sana biasanya turut hadir pula sejumlah usaha fotokopi rumahan yang menyasar siswa sebagai pasar utamanya. Di Kota Bandung, salah satu pusat kegiatan siswa yang senantiasa menggunakan jasa fotocopy dan print. Namun, seiring dengan liburnya seluruh aktivitas sekolah di kala pandemi Covid-19 melanda, usaha fotokopi terkena imbasnya. Selama hampir satu tahun belakangan, nyaris tak ada lagi pemandangan antrian siswa yang bergantian memakai komputer dan menanti tugas tugasnya dicetak di tukang foto copy. arif (21) menjadi salah satu yang terdampak. Ketika saya mendatangi kiosnya, Selasa,(13/4/2021) siang, pria yang telah menjalankan usahanya sejak dua tahun tersebut tengah duduk bertopang dagu. Kiosnya sepi, hanya satu dari dua mesin fotokopi yang dinyalakan. Komputer dan mesin print pun hanya dioperasikan satu unit.
"Perbedannya jauh sekali, paling hanya 5-10 orang yang datang dalam sehari. Penghasilan enggak sampai 10% dari biasanya," ungkapnya. Dia mengatakan, pada hari-hari biasanya, usahanya dapat mengantongi penghasilan kotor rata-rata Rp2.000.000 per-hari. Saat ini, untuk mendapat Rp200.000 dalam satu hari pun dirasa sulit. "Hanya bisa jualan tapi sudah enggak bisa beli stok barang. Untuk listrik saja udah enggak kebayar karena tarifnya malah naik. Penghasilan cukup untuk keperluan hidup saja," ungkapnya.
Dia mengatakan terpaksa merumahkan dua pegawainya yang kini kembali pulang ke Tasikmalaya. Biasanya, kedua pegawai tersebut digaji masing-masing Rp150.000 per-hari. "Sekarang diliburkan dulu, karena mau dibayar bagaimana. Mereka sudah sering nelepon saya, tapi saya bilang nanti dulu nunggu keadaan lebih stabil," paparnya. Kondisi ini diakuinya merupakan yang terparah selama lebih dari 2 tahun berjualan. Bahkan jauh lebih parah dibanding saat libur panjang. "Waktu itu kan harga-harga naik saja, harga jual juga jadi naik. Kalau sekarang mah yang belinya saja sudah enggak ada," ungkapnya.
Hal tersebut juga otomatis membuat dirinya dan keluarga harus mengencangkan ikat pinggang. Meski stok makanan diakuinya masih aman, namun arif tetap harus memutar otak agar bisa hidup dengan layak. "Kalau buat saya sih bisa hemat makanan, tapi untuk orang tua dan keperluan bayar kuliah enggak bisa dikurangi. Kemarin akhirnya saya beranikan pinjam uang ke bank untuk simpanan, jaga-jaga saja," ungkapnya.
Dia mengatakan, dalam kondisi normal, satu siswa yang datang untuk keperluan tugas sekolah nya bisa mengeluarkan uang hingga lebih dari Rp50.000 per orang. Usaha print dan fotokopi arif biasa melayani penjidilan dan lain lain. "Dulu dari satu pelanggan saja bisa dapat seratus ribu lebih, sekarang buat dapat segitu dalam sehari susahnya minta ampun," jelasnya. Kini, dia mengatakan, para pelanggan yang datang hanya segelintir siswa atau warga yang belakangan banyak memerlukan dokumen administrasi terkait bantuan sosial pemerintah. arif memilih untuk tetap bertahan menjalankan usaha fotocopy, meskipun belum ada kepastian sekolah akan kembali dibuka dalam waktu dekat. arif mengatakan, pulang kampung saat ini bukanlah pilihan. "Sempat sih ada pikiran untuk pulang ke jawa tapi kan enggak boleh mudik. Lagipula saya takut orang di rumah malah ketularan Corona," ungkap arif.
Selain tetap menjalankan usaha fotokopinya, dia mengatakan ingin mencoba untuk memulai usaha lainnya. Berjualan sembako atau minuman ringan adalah hal yang tengah dipertimbangkan. "Kayaknya saya mau coba jual minuman seperti jual sembako. Masih belum yakin, tapi mau dicoba," ungkapnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H