Mohon tunggu...
Filidyo Bramanta
Filidyo Bramanta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang pelajar yang baru saja menginjakan kakinya di tingkat kehidupan yang lebih tinggi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektivitas Penyelenggaraan Kuliah Daring dalam Pencegahan Pelecehan Seksual di Kampus Selama Masa Pandemi

12 Juni 2022   07:28 Diperbarui: 12 Juni 2022   07:30 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada masa pandemi ini kehidupan proses belajar mengajar telah mengalami revolusi secara cepat. Perubahan yang terjadi dari semula proses pembelajaran dilakukan secara luring, kini pembelajaran beralih pada sistem online atau biasa disebut daring. Hal tersebut nampaknya terjadi bukan hanya pada tingkat siswa sekolah dasar atau menengah atas, tetapi hal tersebut juga terjadi pada tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi sebagai tempat civitas akademi  bertatap muka kini fungsinya telah tergantikan dengan media pembelajaran online. Sebagai upaya dalam menghentikan penularan virus mematikan ini, pembelajaran daring terutama pada kampus tentunya berdampak pada semua aspek kehidupan perkuliah secara offline. Tentunya hal tersebut menyebabkan berbagai efek mulai dari bersifat positif hingga berefek negative yang ditimbulkan dari perubahan yang terjadi.

Proses belajar mengajar secara daring merupakan salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa maupun dosen. Tentu semua pihak merasakan efek dari diselenggarakannya kuliah daring tersebut. Salah satu yang menjadi efek saat ini adalah intensitas bertatap muka antara dosen dengan mahasiswa maupun mahasiswa dengan sesama civitas akademi lain menjadi berkurang. Menurut (Aridarmaputri, Akbar, Yuniarrahmah, Emma 2016) mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang sifatnya dinamis antar individu satu, individu lain, atau individu dengan kelompok yang merupakan kebutuhan dari manusia.  Namun sayangnya, saat ini kebutuhan bertatap muka secara langsung dapat menjadi hal yang berdampak positif namun disatu sisi juga dapat berdampak negatif.

Salah satu yang menjadi sorotan akhir-akhir ini yaitu kasus pelecehan seksual yang masif terjadi di lingkungan pendidikan, terutama Universitas. Berbeda dengan kasus kekerasan seksual, kasus pelecehan merupakan bentuk tindakan seksual melalui sentuhan fisik, ucapan verbal yang dilakukan dengan tidak adanya persetujuan yang membuat perasaan tidak nyaman terhadap korban (Zastrow dan Ashman, 1989; Kremer dan Marks, 1992). Berdasarkan temuan data yang diambil dari komnasperempuan.go.id, sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2020 terdapat laporan 27% laporan kasus pelecehan seksual dalam lingkup pendidikan terutama di lingkungan perguruan tinggi. Data tersebut diperoleh dari seluruh lapoan aduan yang masuk pada Komnas Perempuan. Survey yang dilakukan oleh Mendikbud Ristek pada tahun 2019 memperkuat data tersebut dimana sepanjang tahun 2019, kampus menempati urutan ketiga tempat terjadinya kasus pelecehan seksual (15%), setelah jalanan sebanyak (33%) dan transportasi publik (19%). Kasus tersebut terjadi dikala pembelajaran tatap muka masih terjadi sebelum pandemi dan data tersebut terus meningkat seiring dengan dibukanya perlahan perkuliahan tatap muka atau luring. 

Dalam ranah pendidikan, kasus pelecehan seksual merupakan hal yang dapat menunjukan bahwa tindakan tersebut tidak mengenal status, jabatan, serta gelar pendidikan seseorang dalam melakukannya. Berdasarkan pemaparan tersebut tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran daring dalam pencegahan pelecehan seksual, bentuk kasus pelecehan seksual yang terjadi pada saat kuliah daring dan luring, dan efektivitas penyelenggaraan kuliah daring dalam pencegahan tindakan pelecehan seksual.

Pengaruh Pembelajaran Daring Dalam Pencegahan Pelecehan Seksual

Saat ini pemenuhan kebutuhan pembelajaran perkuliahan dilakukan secara daring melalui berbagai aplikasi layanan seperti zoom, google meet, dsb. Bentuk pembelajaran daring tersebut telah mengurangi pertemuan secara langsung antara dosen dengan mahasiswa sehingga baik dosen maupun mahasiswa memiliki keterbatasan dalam berkegiatan. Dilihat dari perspektif yang berbeda, pembatasan pertemuan tatap muka ini memiliki dampak yang positif maupun negatif. Merujuk data dari Pantauan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan (2015-2021), tercatat bahwa terdapat sebanyak 26 kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan universitas saat pembelajaran tatap muka. Dari 26 pelaku 17 diantaranya dilakukan oleh seorang dosen, dan sisanya adalah mahasiswa, pelatih, hingga ketua yayasan. Sedangkan korban sendiri mencapai angka 21 korban yang didominasi dari kalangan mahasiswa. Berdasarkan data tersebut, artinya kasus pelecehan seksual lebih rawan terjadi pada waktu pembelajaran tatap muka dilakukan daripada pembelajaran daring. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pertemuan tatap muka berpotensi menimbulkan perbuatan yang melanggar norma seperti perbuatan pelecehan seksual terutama diwilayah kampus.


Pandemi yang membuat pembelajaran dilakukan secara daring ternyata tidak mengurangi tindakan pelecehan seksual. Hal tersebut tidak mengurangi angka kasus pelecehan seksual yang terjadi. Salah satu bentuk dari pelecehan yang terjadi saat ini disebut dengan KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Online. Bentuk KBGO sendiri bisa melalui ucapan yang diutarakan melalui media sosial, penyebaran foto terlarang, hingga pemerasan yang menyangkut pornografi dan privasi seseorang. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan yang dirilis pada 10 Maret 2021, disebutkan bahwa terdapat 940 kasus KBGO dari sebelumnya 280 kasus sepanjang 2020. Pelecehan seksual yang terjadi diakibatkan terbatasnya ruang lingkup interaksi secara langsung. Selain itu, dari survey online yang dilakukan oleh Komnas Perempuan yang dilakukan kepada 315 responden selama April 2020 terdapat 86 orang responden mengalami tindakan pelecehan pada masa WFH, 68 responden mengaku menyaksikan pelecehan seksual dan sebanyak 30 responden pernah menjadi korban. Dari 315 responden, sebanyak 78% korban pernah dilecehkan melalui teknologi komunikasi selama WFH. Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar secara online atau daring, nyatanya masih ditemukan tindakan pelecehan seksual sehingga hal ini perlu mendapat atensi khusus bagi masyarakat agar pelecehan seksual tidak terulang kembali. Oleh sebab itu, nyatanya metode daring belum dapat menurunkan angka kasus pelecehan seksual yang terjadi, terutama di lingkup universitas.

Kasus Pelecehan Seksual Pada Perkuliahan daring dan luring

Kasus pelecehan seksual tidak mengenal tempat dan waktu. Pelecehan seksual umumnya rentan terjadi pada saat perkuliahan secara tatap muka. Tetapi dewasa ini, seiring berkembangnya teknologi membuat kasus pelecehan seksual dapat terjadi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Komnas Perempuan, ranah komunitas terutama dalam lingkup perkuliahan menempati urutan kedua sebagai tempat tindak pelecehan seksual yang mencapain angka total 1700. Ranah komunitas yang dimaksud adalah lingkungan pendidikan dan sekolah, dan tempat bermasyarakat.

Salah satu yang menjadi contoh kasus pelecehan seksual dimasa perkuliahan daring ini adalah kasus pelecehan melalui pesan menggoda yang dilakukan oleh seorang oknum dosen UNJ kepada salah seorang mahasiswi bimbingannya. Dilansir dari kompas.com, kasus yang terjadi melalui perantara pesan online tersebut bernada menggoda atau sexting. Dalam sebuah percakapan terdapat pesan seperti "I love you", "maukah kamu menikah dgn saya ?" dan sebagainya. Berdasarkan pesan percakapan tersebut, kasus pelecehan seksual masih terjadi dikala pembelajaran daring seperti ini. Kasus selanjutnya yang sempat menjadi problematika adalah kasus pelecehan yang dilakukan pleh Dosen sekaligus Dekan FISIP UNRI pada tanggal 18 November 2021. Polda Riau telah menetapkan terdakwa menjadi berstatus tersangka karena perbuatan yang dilakukan pada saat pertemuan bimbingan skripsi dengan mahasiswi berinisial L yang menjadi korban pelecehan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui berbagai sumber pada internet tersebut, nyatanya kasus pelecehan seksual masih dapat terjadi baik pada masa pembelajaran daring maupun luring.

Pencegahan Pelecehan Seksual Pada Masa Kuliah Daring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun