Mohon tunggu...
Fiktor sarumaha
Fiktor sarumaha Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Etika Profesi: Window Dressing Manipulasi Laporan Keuangan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Tahun 2017

9 Juni 2022   19:21 Diperbarui: 10 Juni 2022   20:37 3857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Objektivitas - tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain. 

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional - Mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang kompeten, berdasarkan standar profesional dan standar teknis terkini serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan standar teknis yang berlaku. 

Kerahasiaan - menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis.

Perilaku Profesional - mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari perilaku apa pun yang diketahui oleh Akuntan mungkin akan mendiskreditkan profesi Akuntan. (IAI, FEBRUARI 2020)

Praktik window dressing yang merugikan investor salah satunya terdapat pada kasus laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) tahun 2017 silam. Seperti diketahui, manajemen lama AISA, yakni Joko Mogoginta, mantan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), dan Budhi Istanto Suwito, mantan Direktur AISA telah melakukan penggelembungan (overstatement) piutang anak usaha ke AISA dalam laporan keuangan tahun 2017. Imbasnya, laporan keuangan konsolidasi AISA tampak menarik.Bagusnya laporan keuangan tersebut membuat investor di pasar modal tertarik untuk membeli saham AISA. Harga saham AISA pun sempat melesat hingga Rp2.360 per lembar pada 2017. Namun, kinerja tersebut hanya di atas kertas. Sebab, fundamental AISA sebenarnya sangat bertolak belakang dengan laporan keuangan.

Kejanggalan mulai terendus ketika AISA mengalami gagal bayar kewajiban bunga Obligasi dan Sukuk. Pada waktu itu, Direktur Utama Tiga Pilar Sejahtera Food Joko Mogoginta dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan posisi kas dan setara kas perusahaan per tanggal 26 Juni 2018 belum memadai untuk membayar bunga obligasi dan sukuk yang akan jatuh tempo 19 Juli 2018.

Padahal, dalam Laporan Keuangan 2017 tercatat ada dana cash per 31 Desember 2017 sebesar Rp181,6 miliar. Namun, hanya selang beberapa bulan, dalam keterbukaan informasi perusahaan, per 26 Juni 2018, posisi kas perusahaan hanya sebesar Rp48 miliar. Harga saham AISA pun lantas sempat amblas hingga level Rp168. BEI pun menghentikan perdagangan saham AISA. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyelidiki kasus tersebut dan hasilnya diketahui bahwa ada pelanggaran dalam laporan keuangan AISA. Ditemukan ada aliran dana kepada perusahaan-perusahaan terafiliasi alias yang dimiliki pribadi oleh direksi AISA pada waktu itu. (Azzahra, 2021)

Pada kasus tersebut Kementerian Keuangan mulai menemukan ada indikasi pelanggaran yang dilakukan akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) tahun buku 2017. Seperti diberitakan sebelumnya, ditemukan penggelembungan (over statement) yang menjadi biang perseteruan di perusahaan tersebut. Dalam pendalaman yang dilakukan internal Kementerian Keuangan, ada indikasi pelanggaran dari auditor AISA yang dalam periode tersebut dipegang oleh Didik Wahyudianto, salah satu partner di RSM Indonesia.Adapun laporan Hasil Investigasi Berbasis Fakta PT Ernst & Young Indonesia (EY)kepada manajemen baru AISA tertanggal 12 Maret 2019, dugaan penggelembungan ditengarai terjadi pada akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap Grup AISA. (Asmara, 2019)

Ditemukan fakta bahwa direksi lama melakukan penggelembungan dana senilai Rp4 triliun lalu ada juga temuan dugaan penggelembungan pendapatan senilai Rp 662miliar dan penggelembungan lain senilai Rp 329 miliar pada pos EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) entitas bisnis makanan dari emiten tersebut. (Asshidiqie, 2020)

Berdasarkan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa terbukti adanya pelanggaran etika profesi yang dilakukan oleh KAP Didik Wahyudianto, salah satu partner di RSM Indonesia berupa prinsip integritas, profesional dan kompetensi serta kehati-hatian. Maupun pelanggaran yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) praktik windows dressing yang melakukan overstatement pada tahun buku 2017. Pelanggaran tersebut tentu akan membuat hilangnya kepercayaan publik. Karena kasus tersebut dapat merugikan banyak pihak sehingga membuat publik tidak percaya lagi terhadap integritas pelaku jasa keuangan. Mengingat banyak kasus pelanggaran kode etik profesi akuntan yang terjadi di Indonesia maka membuat terjadinya kriris kepercayaan dari publik. Dengan adanya pemaparan ini maka akan berguna bagi para pembaca untuk menambah wawasan terkait pentingnya suatu kode etik profesi akuntan. Pemahaman kode etik tersebut juga dapat membuat para akuntan untuk tetap berperilaku etis yang berpedoman pada kode etik sehingga dapat mengembalikan kepercayaan publik.

Sumber ;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun