Mohon tunggu...
Mochamad Fikri Zakaria
Mochamad Fikri Zakaria Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Menjadi Berguna bagi masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Legislative Heavy, Rakyat Diwakili atau Dikuasai?

18 April 2021   23:40 Diperbarui: 19 April 2021   00:29 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar kata legislatif? Mungkin sebagian orang khususnya yang ada di Indonesia ada yang mengerti serta paham akan definisi legislatif tersebut dan ada pula yang tidak tahu menahu terkait apa itu definisi dari legislatif sendiri. Namun generasi milenial terutama mahasiswa sudah tentu mengetahui apa itu legislatif. Legislatif atau familiar kita mengetahuinya yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sungguh dari nama secara tersurat saja sudah tercurahkan akan arti DPR itu yakni sebagai wakil rakyat dan penyambung lidah rakyat. 

Tetapi apakah saat ini DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) itu sudah memenuhi kinerja sebagai "representasi" suara dari rakyat? Mungkin dari kita telah bertanya tanya bahwa apa sebenarnya fungsi secara riil dari DPR sendiri yang mungkin bagi sebagian rakyat kecil belum terasa dampak dan impact besar dari nama DPR sendiri. 

Apakah justru DPR sendiri membelot dan tidak mendukung rakyat kecil? Mungkin tulisan ini akan sedikit membantumu untuk dapat berfikir dan membuka cara pandang dan nalar kritis mu terkait kinerja DPR dibawah kepemimpinan Ibu Puan Maharani selaku Ketua umum DPR. Apakah kinerjanya sudah sesuai dengan harapan rakyat atau justru tidak membela rakyat kecil dan malah dapat dikatakan menyengsarakan nasib rakyat kecil sampai-sampai rakyat yang mempunyai jabatan, kekuasaan, dan uang dapat tertawa diatas penderitaan rakyat tersebut.

Kemudian tak lengkap rasanya bila kita berbicara soal legislatif tetapi tidak tahu menahu soal pengertian dari legislatif. Legislatif atau Parlemen biasa disebut majelis atau legislator bermakna berbicara Legislatif juga dapat berarti tempat untuk berbincang soal politik. Legislatif atau Legislature secara terminologi bermakna badan yang merancang dan mengesahkan undang-undang dimana para perancang undang-undang (legislator) itu bekerja. Dalam pengertian lain legislatif merupakan suatu organ politik yang mempunyai fungsi dalam memutuskan keputusan politik. Dapat disimpulkan bahwa legislatif adalah suatu organ yang mempunyai kewenangan politik yang dapat bertindak secara sah untuk dapat mewakili suara dan kepentingan rakyat.

Bila ditilik dari segi sejarah di Indonesia, legislatif sudah mengalami berbagai perjalanan yang sangat panjang dalam pembentukannya. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dulunya disebut dengan berbagai macam sebutan pada awalnya hingga dapat dibagi menjadi 3 periode. Pertama pertama yakni Volksraad. 

Nama ini merupakan nama dewan legislatif yang berasal dari bahasa Belanda. Mengapa begitu? Karena pada saat itu masa penjajahan, Mereka (Belanda) membuat sebuah badan parlemen untuk dijadikan sebagai wadah agar rakyat pada saat itu dapat menyuarakan pendapat kepada kepada Belanda tetapi pada saat itu hak tersebut masih dibatasi. Banyak segelintir perwakilan tokoh yang masuk di Volksraad salah satunya Mohammad Husni. Ia menggunakan Volksraad sebagai jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia Merdeka. Periode kedua yakni Masa Perjuangan Kemerdekaan. 

Pada masa ini penjajahan telah diambil oleh Jepang. Saat itu seluruh kegiatan politik dilarang dan ditiadakan sehingga secara otomatis gerakan Volksraad dilarang. Setelah itu pada suatu ketika Jepang mundur dan kalah akibat di bomnya kota Hiroshima dan Nagasaki. Momen itupun tidak disia-siakan hingga akhirnya Indonesia berhasil membentuk suatu badan legislatif bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945 pasca proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Dalam siding KNIP pertama telah menyusun pimpinan antara lain Mr. Kasman Singodimedjo (Ketua), Mr. Sutardjo Kartohadikusumo (Wakil Ketua I), Mr. J. Latuhharhary (Wakil Ketua II), Adam Malik (Wakil Ketua III). Salah satu tugas utama KNIP pada masa itu adalah menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta undang-undang. GBHN pada waktu itu sangat diperlukan agar Indonesia kedepannya terarah dan juga terbangun secara sistematis demi mewujudkan cita-cita negara Indonesia di dalam Pancasila dan UUD 1945. 

Tak lama setelah itu perwakilan legislatif yang dipegang oleh KNIP kini beralih nama dan dipegang oleh badan yang bernama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak tahun 1950. Dapat dikatakan bahwa masa kerja dari KNIP sendiri untuk Negara memakan durasi yang sangat pendek. Bila dilihat dari segi sejarah saja sudah pasti peran dari lembaga legislatif sudah memang sejak dulu ada dan berpengaruh bagi Negara Indonesia. Walaupun berbeda-beda nama tetapi fungsi dari mereka tetap sama yakni memperjuangkan, membela, serta menyampaikan hak-hak rakyat yang belum terpenuhi.

Begitu pula kembali terhadap fokus besar bahasan, yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah dimana kinerja para dewan perwakilan rakyat itu yang telah di cap sebagai "penyambung lidah rakyat" tersebut Atau justru mereka berubah nama menjadi Dewan Pengkhianat Rakyat. Mengapa bisa istilah tersebut muncul ke permukaan. Bukan tidak mungkin istilah tersebut muncul karena atas dasar pengungkapan sebuah kekecewaan dari masyarakat yang mereka rasakan terhadap kinerja DPR saat ini. Bukankah seharusnya mereka berkaca terhadap apa yang telah diperjuangkan bangsa Indonesia sejak Kemerdekaan sampai saat ini. Dulu legislatif dapat dipandang sebagai tonggak perjuangan dan penyampai hak hak rakyat yang belum terpenuhi. Dengan demikian pembahasan dalam tulisan yang sedikit ini mungkin dapat memacu paradigma berfikir kritis kita terhadap apa yang telah dilakukan oleh DPR 1,5 tahun belakangan ini. 

Dalam bahasan kali ini DPR yang merupakan "Political Society" yang merupakan lembaga legislatif saat ini dalam beberapa kasus belakangan ini. DPR tidak bergerak sebagaimana sesuai dengan kebutuhan  materii dan urgensi dari apa yang diinginkan masyarakat sekarang. Mereka cenderung melakukan dan mengedepankan hal-hal yang sebagaimana dinilai visioner oleh "pihak-pihak" mereka saja tetapi tidak memikirkan apa yang rakyat butuhkan. Mereka mengedepankan visi politis dari masing-masing kepentingan partai politik pengusung mereka dan fraksi-fraksi yang duduk dalam parlemen. 

Contoh nyata dalam kinerja dewan perwakilan yang justru menjadi tanda tanya besar yakni Pengesahan undang-undang Omnibus Law atau biasa dikenal Undang-undang cipta kerja. Pengesahan undang-undang ini dilakukan pada saat Indonesia dilanda pandemi yang sedang tinggi-tingginya. Bukankah mereka seharusnya tau bahwa apa yang mereka lakukan itu bukan urgensi yang seharusnya disahkan justru yang harus difokuskan adalah perancangan dan pengesahan undang-undang tentang kesehatan yang mungkin lebih terasa dampaknya kepada masyarakat. Hal ini menjadi suatu tanda tanya besar yang tersimpan bahwa mengapa mengesahkan undang-undang yang tidak mengatasnamakan kepentingan rakyat saat itu. Apakah mereka telah mewakili suara dan hak rakyat atau justru mereka yang ingin memenuhi segala nafsu harta dan kepentingan golongannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun