Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Prabumulih, Kota yang Menolak Eksploitasi Tambang Batubara

29 Maret 2016   09:08 Diperbarui: 29 Maret 2016   12:39 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batubara, mineral berwarna hitam pekat yang memikat banyak orang berkantung tebal untuk mengeksplorasi sekaligus mengeksploitasinya dari perut Bumi Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. Terbitnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah banyak mengambil kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pusat. Salah satu kewenangan yang diambil itu yaitu kuasa izin pertambangan seperti mineral, minyak bumi dan gas serta batubara, kecuali panas bumi.

Kota Prabumulih merupakan Kota Kecil di Provinsi Sumatera Selatan, dengan luas wilayah tidak lebih dari 46 Km2. Prabumulih memiliki 6 (enam) kecamatan serta 37 desa/keluarahan. Jumlah penduduk Kota Prabumulih pada tahun 2015 ini kurang lebih sebanyak 250.000 jiwa. Kota Prabumulih dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kondisi alam yang subur dan berada dalam kawasan pertambangan sebagaimana juga tercantum didalam RTRW Pulau Sumatera. Lebih dalam lagi bahwa, anugerah Tuhan untuk wilayah Prabumulih itu hampir seluruh perut buminya dihuni oleh minyak bumi, gas dan batubara.

Perlu juga dicatat bahwa hampir 50% wilayah Kota Prabumulih terdiri atas Kandungan Mineral Batubara yang berada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Rambang Kapak Tengah (RKT), Prabumulih Barat dan Prabumulih Selatan.

Batubara...iya batubara. Fokus kita kali ini adalah tentang MINERAL BATUBARA. Ada apa dengan batubara di Kota Prabumulih...? Kota yang baru dicanangkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said sebagai satu-satunya kota percontohan gas di Indonesia secara nasional.

Dan, pertanyaan lainnya juga adalah apakah juga eksploitasi tambang batubara memberikan kontribusi dan nilai tambah untuk masyarakat sekitarnya menjadi lebih sejahtera?

Secara umum, mekanisme pertambangan batubara, khususnya di Sumatera Selatan menggunakan sistem tambang terbuka dengan menguras secara masif daerah tambang. Teknologi yang digunakan dalam eksploitasi tambang batubara itu juga sering sekali tidak diikuti dan tidak memperhatikan keberlangsungan kehidupan lingkungan sekitar lokasi tambang. Penanaman kembali (re-planting) tumbuhan sekitar yang lamban (bahkan tidak dilakukan sama sekali)  dan tidak sejalan sehingga menyebabkan perbaikan ekosistem yang sengaja dirusak terjadi dalam waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Pertanggungjawaban bahkan pertanggunggugatan sosial perusahaan pengeksploitasi tambang yang sering didengungkan oleh aparat pengambil keputusan juga tidak bisa menjadi media yang dapat mengakomodasi keinginan masyarakat sekitar tambang.

Akibatnya sudah bisa dibayangkan, lingkungan yang telah rusak itu tidak baik lagi. Jangankan untuk dijadikan tempat tinggal yang nyaman,  untuk sekadar mencari nafkah saja lingkungan bekas tambang itu tidak lagi bisa diharapkan. Foto eksploitasi batubara oleh salah satu perusahaan di wilayah perbatasan paling barat Kota Prabumulih dengan Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan dibawah ini bisa menjadi wakil betapa mengerikannya wilayah tambang itu.

Foto diatas ada di salah satu tempat perbatasan disebuah Kelurahan Gunung Kemala (Kota Prabumulih) dengan salah satu desa di Kabupaten tetangga. Dulu (sekitar tujuh tahun yang lalu) di desa Gunung Kemala Kota Prabumulih tidak terdapat gunungnya. Sekarang dari foto itu bisa dilihat ada tebing membukit yang tingginya kurang lebih 60 meter mengalahkan tinggi pohon karet rakyat yang sudah berumur tua. 

Sungai Penimur yang dulu tempat hidupnya berbagai habitat ikan dan lain-lain yang menjadi tempat masyarakat untuk bercocok tanam, saat ini sudah tercemar bahkan dibagian hulu sungai ini sudah dangkal dan kering. Sedimentasi hasil tambang yang tidak memperhatikan habitat dan lingkungan sekitar sering menjadi polemik dan gesekan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Mediasi antara pihak perusahaan dengan masyarakat sekitar sudah sering dilakukan, namun tidak pernah ada solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di satu sisi, wilayah tambang ada di Kabupaten tetangga, di sisi lain pertambangan batubara tersebut menyebabkan pencemaran dan mengganggu wilayah dan warga Kota Prabumulih.

Headline di Harian Prabumulih Pos hari ini Selasa tanggal 29 Maret 2016 membuka mata kita bahwa perusahaan pembangkit listrik berbahan batubara itu mengakui adanya pencemaran diwilayah tersebut terutama di dua kelurahan dalam Kota Prabumulih yaitu Kelurahan Gunung Kemala dan Kelurahan Payuputat (Kecamatan Prabumulih Barat). Bahkan menurut Ketua DPRD Kota prabumulih pencemaran telah dilakukan oleh perusahaan tersebut sejak tahun 2013.

Foto di bawah ini juga memberikan gambaran tentang kondisi angkutan yang melewati Kota Prabumulih:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun