Mohon tunggu...
Fikri Hadi
Fikri Hadi Mohon Tunggu... Dosen - Instagram / Twitter: @fikrihadi13

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya || Sekjen Persatuan Al-Ihsan. Mari turut berpartisipasi dalam membangun pendidikan, sosial, ekonomi umat di Persatuan Al-Ihsan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Buah Simalakama untuk Aparatur Sipil Negara di Masa Pilkada

30 November 2020   07:30 Diperbarui: 30 November 2020   18:18 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI, Joko Widodo, berpidato dalam rangka Hari Korpri 2020, Dokumentasi: Sekretariat Negara

29 November 2020, Indonesia memperingati Hari Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (Hari Korpri). Tema Hari Korpri pada 2020 kali ini adalah "Korpri Berkontribusi Melayani Dan Mempersatukan Bangsa". Salah satu tujuan Hari Korpri 2020 kali ini adalah Meningkatkan netralitas semangat profesionalisme kepada seluruh ASN.

Pada 9 Desember 2020, Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Salah satu isu yang sering muncul berkaitan dengan Pilkada ataupun Pemilihan Umum (Pemilu) adalah isu netralitas ASN.

Secara normatif berkaitan dengan netralitas ASN sejatinya sudah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Di antaranya pada PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang mana pada Pasal 4 angka 14 dan 15 yang memaparkan bentuk-bentuk larangan kepada PNS terkait dengan dukungan terhadap Calon Kepala Daerah/Calon Wakil Kepala Daerah.

Akan tetapi pada sisi yang lain, ASN juga dihadapkan pada realita yang sulit berkaitan dengan netralitas di masa Pilkada. Apalagi apabila yang maju sebagai Calon Kepala Daerah tersebut berstatus incumbent.

Sebagai contoh, ASN mengerjakan materi kampanye incumbent, yang mana apabila tidak dikerjakan maka ASN tersebut akan dimarahi. Bahkan sering terdapat kasus dimana ASN di-non-job-kan akibat tidak mendukung incumbent atau bahkan bersebrangan dengan incumbent tersebut. 

Bahkan calon yang merupakan incumbent tersebut dapat berdalih bahwa tugas kampanye yang diberikan adalah dalam rangka wujud pengabdian dan kesetiaan kepada Pemerintahan yang sah serta menjalankan program Pemerintah, sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 4 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

ASN bak menghadapi buah simalakama. Apabila tidak netral, maka ancaman sanksi dari Komisi ASN menanti. Pada sisi yang lain, apabila tidak menjalankan instruksi dari incumbent maka dikhawatirkan karir ASN tersebut akan tersendat (contoh: di-non-job-kan).

Sialnya lagi, apabila ketahuan tidak netral maka ASN tersebut akan diberi sanksi. Sementara incumbent yang memberikan tugas dalam rangka kampanye incumbent tersebut justru sering tidak mendapatkan sanksi, ataupun apabila mendapat sanksi hanya berupa teguran saja.

Berdasarkan data dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), terdapat 1038 dugaan pelanggaran netralitas ASN per 16 November 2020. 

Walaupun angka tersebut kecil dibandingkan dengan jumlah ASN di seluruh Indonesia, tetap saja ketidaknetralan ASN tersebut menimbulkan kegaduhan. Bahkan boleh jadi, sejatinya lebih banyak kasus berkaitan dengan netralitas ASN yang tidak dilaporkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun