Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mobile Technology Hanya Untuk Kalangan Menengah Atas?

18 Januari 2012   04:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:44 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebelum berkomentar sedikit tentang mobile technology (MT) mungkin saya kutip beberapa arti kata dalam kamus terlebih dahulu. Mobile adalah kata sifat yang berarti dapat bergerak atau dapat digerakkan dengan bebas dan mudah. Namun mobile dapat pula diartikan sebuah benda yang berteknologi tinggi dan dapat bergerak tanpa menggunakan kabel. Contohnya seperti smartphone, PDA, dan tablet. Mobile juga bisa diartikan kendaraan bermotor yang dapat bergerak. Mobile bersifat bebas seperti air dan dapat mengalir kemanapun. Mobile dapat berubah dan diubah dengan mudah.

Oke jadi ada gambaran awal tentang mobile. Pengertian yang dibahas disini memang umum tidak sebatas smartphone atau handphone. Mobile bisa saja sebuah program yang dapat menjangkau seluruh tempat bisa diakses dengan mudah dan dapat diganti kapan saja tanpa kesulitan.

Kenapa saya berbicara tentang MT. Awalnya saya memang melontarkan sebuah tweet dengan menggunakan tagar #twitedu. #twitedu adalah sebuah diskusi di twitter yang diadakan setiap Selasa malam mulai pukul 19.30 hingga tak terbatas. Bisa saja sampai dengan ketemu hari Selasa berikutnya. Bahasan #twitedu sendiri dilontarkan oleh admin @bincangedukasi yang sudah memiliki beberapa pokok bahasan yang dilemparkan kepada followers dalam bentuk Tweet Poll (Pengambilan suara terbanyak melalui polling).

Kebetulan malam tadi (17/01/2012) topik yang didiskusikan adalah mobile technology. Pengertian saya pada awalnya memang MT itu hanya sebatas penggunaan smartphone dalam pendidikan. Tapi ternyata saya keliru. Berdasarkan arti kata mobile itu sendiri memiliki makna yang cukup banyak. Sehingga saya melontarkan sebuah tweet.

Terlihat juga para peserta diskusi di awal-awal memang terlalu terfokus pada penggunaan smartphone dalam mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah. Utamanya penggunaan fasilitas smartphone seperti Blackberry Messenger dan Twitter. Ada juga yang menggunakan jaringan komunikasi (jarkom) sms. Tapi tampaknya jarkom ini sudah sedikit kuno dengan hadirnya bbm dan twitter. Uniknya ada beberapa peserta yang memang jujur bahwa di tempatnya mengajar, smartphone menjadi tidak berdaya karena ketiadaan sinyal. Ini juga yang sempat dilontarkan beberapa pengajar muda dalam tayangan Kick Andy yang menceritakan betapa sulitnya memperoleh sinyal. Sinyal di pelosok daerah menjadi sebuah barang langka yang berharga. Seperti yang dikatakan @ayu_kartikadewi seorang pengajar muda angkatan pertama yang mengatakan bahwa "di desa ga ada sinyal, hape cuma untuk main game dan setel musik saja" meskipun demikian ia tetap bisa menggunakan hape sebagai alat menarik untuk mengenalkan huruf.

Berdasarkan hal itu saya spontan ikutan melemparkan tweet yang setidaknya bisa memberikan warna. "Bahasan #twitedu tentang mobile technology memang hanya cocok untuk sekolah menengah keatas." Ternyata  ada respon yang cukup menarik dari @arnellism yang sudah menggunakan twitter sebagai media tambahan dalam kegiatan belajar mengajarnya. Bahkan Ibu guru yang satu ini cukup intensif menggunakan bbm dalam berkomunikasi dengan para siswanya. Sama halnya dengan @amung_palupi yang mengatakan bahwa "Sebuah kesalahan jika topic MT itu hanya ditujukan kepada pendidikan kelas menengah atas; saya sudah mendeskripsikan umumnya MT itu" Tidak berbeda dengan @kreshna yang mengatakan bahwa "Jadi emang kurang pas juga kalau mobile tech dipresepsikan hanya untuk sekolah kalangan menengah atas"

Saya mentweet demikian karena pada awalnya prespsi saya tentang MT hanya sebatas pemanfaatan smartphone itu sendiri. Karena memang ketika orang dikenalkan dengan kata MT hal pertama yang terpikirkan adalah smartphone atau bisa juga handphone. Jelas penggunaan MT ini memang hanya bisa dimaksimalkan bagi siswa yang memiliki fasilitas-fasilitas yang mendukung. Tentu secara gamblang bisa kita temukan di sekolah dengan kemampuan menegah atas. Rata-rata siswanya sudah menggunakan smartphone, sehingga wajar bila guru dapat memanfaatkan kemudahan-kemudahan tersebut sebagai media pendukung dalam kegiatan belajar-mengajar.

Masalahnya bagaimana dengan siswa di pelosok? Memang apa yang dikatakan @kreshna benar. Siswa dipelosok tidak bisa dipaksakan menggunakan MT sebagai media pendukung. Apalagi jika presepsi kita tentang MT hanya sebatas smartphone atau handphone. @amung_palupi mengatakan lebih berkembang lagi MT bisa dijabarkan sebagai fasilitas Radio, TV, Toa, Surat Post, Layar tancep, Motor, bahkan person untuk konseling itu adalah Mobile Tech juga. Nah penggunaan yang paling memungkinkan adalah internet. Mungkin kita tahu dulu ada program internet masuk desa. Tapi entah bagaimana kabarnya sekarang dengan hadirnya handphone murah yang sudah bisa digunakan untuk akses internet. Mobile library yang sejatinya bisa menembus beberapa daerah di pelosok sangat terkendala dengan supir yang membawa mobil tersebut. Tak jarang mobil-mobil hanya mangkal di sekolah-sekolah negeri yang sebetulnya sudah memiliki perpustakaan mini. Mungkin bisa saja teve dan dvd player dimanfaatkan jika kondisi di pelosok benar-benar di fasilitasi listrik selama 24 jam. Tak sedikit daerah yang hanya dialiri listrik di malam hari. Dan itupun di batasi hanya dalam beberapa jam saja. Selebihnya kemudian dipadamkan.

Dari berbagai contoh diatas saya tetap berpendapat bahwa saat ini memang MT baru dirasakan secara maksimal bagi sekolah-sekolah tertentu saja. Saya sepakat bahwa MT bisa menjadi penolong untuk memaksimalkan pembelajaran. Saya cukup optimis jika pengadaan MT difasilitasi pemerintah dan masyarakat, sehingga anak-anak akan lebih mudah belajar memanfaatkan MT. @pengajarmuda adalah salah satu bentuk agent MT itu sendiri. Sayangnya justru apa yang mereka bawa (alat-alat teknologi) tidak bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran secara maksimal karena kondisi daerah yang benar-benar diluar perhitungan.

Butuh dukungan semua pihak agar MT ini bisa dimanfaatkan secara maksimal terutama di pelosok daerah. Jika saja anggota banggar mau berpikir bahwa satu kursi yang bernilai 10-14 juta rupiah sebetulnya bisa dialokasikan untuk pengadaan internet gratis di sebuah pelosok dengan menggunakan teknologi tertentu. Pasti akan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan memajukan daerah tersebut.

Menurut @kreshna  Prof. Sugata Mitra beri 1 kompie dgn akses internet ke desa sgt miskin & terbelakang di India, lalu ditinggal. Hasilnya luar biasa. Sebetulnya hal tersebut bisa dicontoh. Namun perlu diingat bahwa karakter masyarakat di Indonesia dan India memang berbeda. Alih-alih dimanfaatkan untuk media pembelajaran, saya khawatir nanti malah di preteli dan dijual. Tentu perlu edukasi terlebih dahulu. Contoh nyata tiang listrik yang begitu tinggi saja di gergaji, atau baut-baut jembatan yang dipreteli kemudian dijual. Tak terhitung pula kecelakaan kereta api karena pencurian pernak-pernik rel kereta api. Tapi saya tetap optimis masyarakat akan semakin sadar bahwa MT dapat mengubah nasib mereka jika mereka tahu cara memanfaatkan dan menggunakannya. Seperti apa yang terjadi di sebuah daerah di Yogyakarta yang masyarakatnya mulai melek teknologi dengan menggunakan internet untuk membuka toko online. Selain menguntungkan juga dapat mengembangkan bisnis home industry.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun