Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ini Alasan Mengapa Saya Beralih ke Pertamax

29 Oktober 2017   15:44 Diperbarui: 29 Oktober 2017   16:29 4164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: teropongsenayan.com

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Kalau untuk motor yang injeksi, rata-rata penggunanya udah sadar kalau motornya butuh bahan bakar dengan RON 92 dan di atasnya. Sedangkan mobil, mungkin karena alasan kantong rata-rata masih memilih Pertalite dibandingkan Pertamax yang harganya sedikit lebih mahal.

Wajar sih, artinya Pertamina cerdas dan menangkap isu Premix. Iya, dulu sempat ada isu Premix yang bakal dihidupkan lagi tapi ternyata malah muncul Pertalite. Kalau kata temen sih sebetulnya sama aja, katanya Premix ini campuran antara Premium dengan Pertamax jadinya Premix hehehe.

Kalau dilihat dari jawabannya sih memang soal harga masih masuk ke Pertalite. Harga Pertalite saat ini kisaran Rp 7.400, sementara harga Pertamax di kisaran harga Rp 8.150. Cuma beda 750 perak aja sih. Ya, tapi setiap orang saya pikir punya alasan masing-masing menggunakan Pertalite ataupun Pertamax.

Oh ya, alasan lain untuk pindah ke Pertamax sih selain lebih powerful dan bikin mesin lebih awet saya harus sadar diri. Soalnya Premium itu kan bahan bakar subsidi. Namanya bahan bakar subsidi ya untuk orang-orang yang memang layak disubsidi.

Ngomong-ngomong soal subsdi, dulu saya pernah ikut ke Situbondo sama Pertamina. Melihat langsung kapal VLGC yang mengangkut gas. Kapal tanker inilah yang menjaga pasokan gas melon di daerah Indonesia Timur.

Nah, ternyata Pertamina udah punya kriteria orang-orang yang seharusnya tidak lagi menikmati gas bersubsidi. Mirip-miriplah sama kayak Premium.

Kurang lebih kriterianya seperti ini;

  • Memiliki hape satu jutaan ke atas
  • Memiliki AC di rumahnya
  • Memiliki Kulkas
  • Memiliki TV LCD/LED

Nah, jujur sih kalau soal TV kebetulan saya gak punya hehehe. Soalnya sudah tak ganti jadi langganan internet unlimited dengan bayaran per bulan. Udah mirip lah kayak TV kabel. Apalagi saya udah jarang banget nonton TV.

Dari kriteria itu sebetulnya udah jelas sih, mana golongan yang berhak mendapatkan subsidi dan mana golongan yang sudah saatnya beralih ke barang-barang non subsidi. Apalagi sekarang pemerintah lagi menggalakan BBM satu harga hingga ke Papua.

Ya, bayangin aja harga semen di Papua bisa sampai Rp 1 juta. Sedangkan harga di Jakarta satu sak semen cuma Rp 60 ribu. Jomplang banget kan?

Buat saya sih beda seperak dua perak di Papua itu berarti banget. Saya jadi inget waktu ke Raja Ampat beli pecel lele aja Rp 25 ribu. Abis itu lelenya kecil beud. Kayaknya sih saya salah beli hahaha. Mungkin malah lebih murah ikan laut daripada lele. Kasian lelenya berenang kejauhan ke Papua, ongkosnya mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun