Siapa yang gak tau istilah takjil ? di Indonesia, budaya takjil saat Ramadan menjadi salah satu momen yang paling dinanti. Bagaimana tidak, jajanan takjil biasanya hanya ada di saat Ramadan saja. Maka tak heran, banyak orang berburu takjil sesaat sebelum jam berbuka puasa. Bukan hanya umat muslim yang menjalankan puasa saja yang berburu takjil, tapi yang non muslim juga tertarik untuk menikmati kelezatan jajanan takjil.
Jajanan takjil biasanya terdiri dari beraneka ragam jajanan tradisional, seperti putu ayu, kue lapis, es cendol, es blewah, risol, agar-agar jadul, lemper, kue lumpur, dadar gulung, es kelapa, es kolang-kaling, spikuk, kolak pisang, bubur candil, dan masih banyak lagi.
Uniknya, jajanan takjil ini hanya muncul di saat menjelang jam berbuka puasa, dimana orang-orang biasanya menunggu berbuka dengan aktivitas yang biasa disebut dengan ngabuburit. Tempo waktu yang tidak lama, maka wajar jika perburuan takjil atau bahasa kekiniannya war takjil ini terjadi, jika tidak ingin kehabisan jajanan-jajanan nan menggoda tersebut.
Sekilas Sejarah Takjil di Indonesia
Dirangkum dari beberapa sumber, salah satunya laman muhammadiyah.or.id, budaya takjil di Indonesia tidak terlepas dari peran Muhammadiyah dalam mempopulerkan budaya tersebut. Pada tahun 1950-an, tepatnya di masjid Kauman Yogjakarta, tradisi takjil mulai dilakukan dan dipopulerkan hingga saat ini.
Hal ini dirunut dari riwayat sebelumnya, dimana di abad ke 15 Wali Songo sudah mulai menggunakan takjil sebagai media untuk mensyiarkan agama Islam di pulau Jawa, walaupun masih dengan menu yang sangat sederhana.
Riwayat lain di abad ke 19, dalam laporan de Atjehers yang ditulis oleh Snouck Hurgronje, digambarkan bahwa masyarakat Aceh kala itu sudah meramaikan takjil bubur pedas sebagai menu untuk menyegerakan berbuka puasa di masjid.
Merujuk pada hadis nabi Muhammad yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, berbunyi "manusia masih terhitung dalama kebaikan selama ia menyegerakan (ajjalu) berbuka", maka menu takjil dianggap sebagai menu untuk menyegerakan berbuka. Maka tak heran jika menu takjil biasanya cenderung terdiri dari makanan yang bersifat ringan, seperti jajanan, minuman, kurma atau buah-buahan lainnya.
Dari sejarah-sejarah tersebut, Muhammadiyah berusaha untuk melestarikan tradisi takjil hingga kini sudah mengalami perluasan makna seiring dengan perkembangan zaman. Di masa kini, takjil bukan hanya menjadi menu pembuka puasa, tapi sudah bergeser ke pemaknaan yang lebih luas, seperti bisa menjadi ladang bisnis, lifestyle kekinian, media sosialisasi anak muda, dll.
War Takjil, Siapa Takut ?