Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Peran Hukum di Era Post Truth

26 April 2019   13:38 Diperbarui: 26 April 2019   13:47 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmuwan Perancis, J.A. Liorente (2017), menjelaskan tentang Era Post Truth ( Era Pasca Kebenaran) yaitu  suatu era  iklim sosial politik dimana obyektivitas dan rasionalitas membiarkan emosi atau hasrat memihak kepada keyakinan, meskipun sesungguhnya fakta menunjukkan hal yang berbeda.

Dalam dunia politik pandangan yang dipenuhi oleh persepsi yang terkadang dibangun dari kebohongan (ungkapan populer: politisi itu "tidak boleh salah, tapi boleh bohong yang berkebalikan dengan akademisi: "boleh salah, tapi tidak boleh bohong")  mulai berubah dan bergeser di era pasca kebenaran ini. Pergeseran itu antara lain: pertama, meluasnya akses informasi akibat digitalisasi komunikasi dimana saluran komunikasi hampir tak terbatas modanya. Kedua, masyarakat bisa memproduksi informasi sendiri melalui media sosial.

Ketiga, demokratisasi media sbagai hasil reformasi dan  jurnalisme warga menjadi kompensasi bagi ketidakpuasan masyarakat terhadap informasi media massa mainstream dan kekecewaan terhadap politik praktis.  Keempat, dengan  mudah dan membanjirnya informasi masyarakat lebih rentan dan permisif menerima informasi yang keliru bahkan salah, karena berkembangnya komunitas-komunitas seideologi dan memiliki keyakinan yang sama atau kesamaan-kesamaan lain seperti daerah, tempat kerja atau bisnis. Hal ini tampak dengan mudahnya orang membuat grup-grup virtual berbasis SARA, seperti Grup Whats App, atau face book.

Kelima, demikian halnya teknologi telah mengacaukan kebenaran, menggeser arti kebenaran, karena sesuatu yang viral dianggap lebih penting daripada kualitas informasi dan etika, Keenam, kebenaran tidak lagi dibantah, tetapi kebenaran menjadi nomor dua. Orang bahkan tidak lagi menggunakan istilah kebohongan, melainkan bermain semantic penghalusan kata: kebohongan menjadi kebenaran altrernatif atau  fakta alternatif, dan berita bohong atau hoax.

Pilpres Indonesia

Pilpres yang dilaksanakan tgl.17 april 2019 lalu nampaknya sdh dipengaruhi dan memasuki era pasca kebenaran ini. Dua jam pasca pilpres +/-jam 15, televisi Indonesia sdh dipenuhi dgn hasil Quick Count yg dilakukan oleh lembaga lembaga survey yg notabene jg menjadi konsultan politik para pihak yg memjadi peserta pilpres maupun pileg. Hasil QC jelas merugikan salah satu pihak karena belum ada perhitungan yang resmi. Situasi ini direspon oleh pihak yang ditafsirkan kalah oleh QC dengan mengumumkan kemenangan berdasarkan Real Count yang dilakukan Tim sukses dan pendukungnya. Dan pihak yang diuntungkan juga menyatakan kemenangannya berdasarkan QC.

Inilah bentuk nyata era post truth, kebenaran yg disepakati berdasarkan UU belum terjadi (blm ada keputusan KPU) para pihak masing masing telah mengumumkan kemenangannya. Inilah gejala gejala post truth itu internet telah melahirkan demokrasi yg memberikan akses pd semua org untuk mengklaim kebenarannya masing masing.

Apakah situasi politis ini yang mengisyaratkan telah terjadinya peristiwa peristiwa yang merugikan pihak pihak yang berkepentingan dapat terakomodir oleh hukum khususnya hukum pidana?

Konteks hukum peristiwa politik

Secara klasik, hukum yang mengatur peristiwa politik disebut sebagai hukum tata negara, bahkan sebelum lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) secara kelakar disebut hukum yang tidak ada hakimnya. Satu kaki diwilayah politik satu lagi dikaki hukum, demokrasi dan nomokrasi harus berdampingan. Artinya setiap peristiwa politik ada hukum yang mengaturnya termasuk yang mengandung dimensi pidana atau perdata, dalam konteks pemilihan umum hukum yang mengatur adalah UU Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun