Kasus perundungan yang dialami oleh Audrey siswi SMP di pontianak menyorot perhatian netizen. Bagaimana tidak? Berita yang dikabarkan bahwa gadis yang masih duduk di bangku SMP ini, dikeroyok 12 siswi SMA lantaran asmara. Kabarnya korban diseret, dipukul, dibenturkan kepalanya ke aspal, sampai dilukai alat vitalnya. Dengan maksud untuk menghilangkan keperawanan korban, pelaku dikabarkan mencolok alat intim korban dengan jari.Â
Berita ini sontak menggegerkan warga net dengan retting paling tinggi di twitter. Galang petisi pun langsung digalangkan agar keadilan segera diberikan untuk korban. Jangankan mereka, saya pun sempat kaget dengan berita penganiayaan seperti ini. Membacanya pun saya ngeri.
Bagaimana bisa siswi SMA melakukan hal yang sedemikian kejinya? Saya pun langsung termakan berita yang tak jelas kronologinya. Saya hanya tidak tega dan langsung percaya kepada korban. Ketika berita itu ramai di sosial media. Hastag #justiceforAudrey begitu sangat didengung-dengungkan. Hujatan demi hujatan mengarah pada pelaku. Komentar-komentar pedas dan tanggapan mengenai pelaku ramai diperbincangkan hingga swafoto yang diposting pelaku di kantor polisi, menjadi bahan hujatan netizen.Â
Tidak hanya itu, untuk membela si korban, warga net berbondong-bondong mengisi dan menyebarluaskan petisi-petisi untuk membela Audrey. Aksi menandatangani petisi dan menyebarluaskan petisi pun saya lakukan dengan maksud rasa iba saya terhadap peristiwa yang sedang dialami korban. Itung-itung hanya itu yang bisa saya lakukan untuk membantu si korban.
Disini saya merasa tertipu. Mengapa? Setelah hasil visum diumumkan bahwa korban tidak mengalami luka cidera dan tidak ada pembekakan di alat vital korban, semua warga net tercengang dan bungkam. Lagi-lagi warga net dijejali dengan berita mentah-mentah untuk ditelan dan dicerna.
 Akhirnya pelaku pun angkat bicara dan menegaskan bahwa apa yang dinyatakan korban tidak sepenuhnya benar atau sekedar cerita yang dilebih-lebihkan. Pelaku mengakui bahwa ia mengajak korban dengan niatan menemui korban karena kesalnya pelaku akan hinaan yang dilontarkan oleh korban.
Pelaku menyatakan bahwa kesalnya pada korban bukanlah hanya karena faktor asmara tapi karena hinaan korban akan hutang orang tua pelaku yang telah tiada. Pelaku merasa kesal dan jengkel, makanya pelaku membawa korban ke tempat yang sepi.
Mengenai sejumlah 12 siswi dalam penganiayaan tersebut memang benar. Tapi hanya 3 pelaku utama dalam penganiayaan kasus itu, selebihnya mereka hanya mendukungnya. Mengenai aksi pencolokan alat vital korban itu tidak benar atau melainkan hanya cerita korban yang dilebih-lebihkan. Â Maka dari itu, hastag #Audreyjugabersalah memenuhi beranda sosial media.Â
Saya pun jika berada di posisi pelaku dengan kondisi yang diceritakan pelaku, bahwa korban menghina salah satu orang tua pelaku dan mengungkit-ungkit hutang yang sudah berlalu. Saya pun juga merasa kesal. Maka dari itu, jika yang diceritakan pelaku itu memang yang sebenarnya terjadi, Audrey pun juga salah.
Karena menjaga tutur kata dan etika dalam sehari-hari itu perlu sekalipun dalam bersosial media. Saat melihat akun sosmed yang dimiliki Audrey, saya terkejut bukan kepalang. Untuk gadis seumuran dia, kata-kata yang digunakan sungguh mengerikan.Â