Mohon tunggu...
Fery Putrawan Cusmanri
Fery Putrawan Cusmanri Mohon Tunggu... Penulis - Satu dari sekian pemuda yang biasa saja dengan ide-ide yang boleh dicoba

Just an ordinary person try to makes something different

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Logika Feminisme yang Begitu Semrawut?

17 Juni 2020   18:56 Diperbarui: 17 Juni 2020   18:58 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gak lama waktu yang lalu, sebuah artikel muncul di salah satu media terkemuka Inggris. Isinya, tentang sebuah tim sepakbola wanita yang menuntut bayaran serupa dengan tim laki-laki. Dengan dalil trofi kelas dunia yang dimilikinya, ia berpikir selayaknya baginya bayaran yang lebih tinggi setara dengan para lelaki.

Well, logika feminisme semakin ke sini memang semakin semrawut saja. Setelah tidak cukup berpuas diri dengan kekuasaan, pekerjaan-pekerjaan bonafit, dan lain-lain, permintaan-permintaan sebagian kaum hawa ini semakin tidak masuk akal saja. Masih segar saja di ingatan penulis bahwa beberapa waktu yang lalu ada yang post gambar sholat jamaah yang dipimpin oleh wanita, padahal di sana ada makmum laki-laki!

Dari dulu, penulis memang sudah berpikir bahwa fenimisme ini sendiri gak lebih dari tuntutan pemenuhan hawa nafsu manusia. Setelah 'berjalan di jalan yang lurus' ketika menginginkan kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan dan perlakukan hormat, logika feminisme kemudian menjadi semakian liar dan tidak terarah ketika ingin mulai mendapatkan kekuasaan, harta, dan popularitas. Yang jelas sih, mungkin sampai kapanpun kita tidak akan melihat adanya demo untuk pemerataan jumlah laki-laki dan wanita yang menjadi tukang sampah ataupun kuli bangunan. Ya mungkin pekerjaan-pekerjaan yang demikian kurang burjois untuk mereka.

Tapi tunggu dulu, beberapa perusahaan sekarang sudah menerapkan distribusi 50:50 untuk jumlah karyawan laki-laki dan wanita di kantornya. Yang artinya, jika kamu laki-laki dan kamu lebih qualified untuk menempati posisi tersebut, kamu tidak akan mendapatkannya. Kenapa ? Karena dari 10 karyawan yang ingin direkrut, kamu peringkat keenam dari kalangan pria. Walaupun peringkat kelima dari kalangan wanita jauh lebih buruk dari kamu, kamu tetap tidak akan diterima di sana. Kenapa ? Karena kamu laki-laki !

Jadi memang, ideologi umum dari feminisme itu adalah kesamaan. So, wajar saja kalau ujungnya berpikir kudu bagi rata antara wanita dan laki-laki. Namun, apakah benar seperti itu? Kalau kita kembali lagi ke bahasan awal masalah gaji pemain bola, justru gak adil dong ketika bayaran kedua tim ini disamakan. 

Tim sepakbola laki-laki merupakan tim yang lebih memiliki nilai jual atau brand yang lebih tinggi dibanding tim wanita. Alhasil, akan memberikan pemasukan yang lebih besar dibandingkan dengan tim wanita. Wajar kalau akhirnya dihargai lebih tinggi. 

Secara logika, artis yang bisa jual lebih banyak iklan akan digaji lebih mahal oleh media. Kalau yang dijadikan jualan adalah prestasi tingkat internasional, maaf saja, itu tidak begitu saja relevan. Piala Konfederasi itu adalah turnamen kelas dunia, namun secara pamor masih kurang kuat dibandingkan Piala Eropa. Turnamen sepakbola wanita masih jauh pamornya dibandingkan dengan turnamen sepakbola pria. Jadi, silahkan naikkan dulu jualan Anda, baru minta naik gaji.

Lucunya, permasalahan kesamaan ini juga ternyata sampai menyentuh ranah agama. Setelah foto sholat berjamaah yang disinggung di atas, di antara pemikiran feminisme lain adalah dengan memasukkan kemungkinan masa iddah untuk laki-laki. Di antara hikmah adanya iddah untuk wanita adalah untuk memastikan rahim sudah bersih sehingga tidak ada kemungkinan hamil. Pertanyaannya, kalau laki-laki tidak memiliki fungsi ini kenapa harus ada masa iddah?

Namun, ya begitulah bagaimana ideologi feminisme ini dibangun. Sebuah ideologi yang tidak memiliki kaidah apa yang baik dan patut untuk diperjuangkan dan apa yang tidak perlu untuk diperjuangkan. Sehingga akhirnya ya seperti ini, muncul pemikiran aneh-aneh yang sebetulnya tidak logis juga untuk dituntut. Jadi jangan heran kalau di masa depan akan muncul tuntutan-tuntutan lain yang akan semakin aneh-aneh saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun