Jika diibaratkan sebuah ekosistem kesehatan, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) merupakan Rumah Sakit khusus untuk merawat perusahaan-perusahaan BUMN yang sedang sakit.
PT PPA yang didirikan pada tahun 2004 Â awalnya di bentuk untuk mengelola aset-aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN), sebagai tambahan informasi BPPN dibentuk saat Krisis Moneter tahun 1998.
Setiap bank yang menerima kucuran dana untuk menutupi likuiditasnya saat itu wajib menyerahkan asetnya sebagai pengganti. Nah aset-aset itulah yang dikelola PT.PPA, yang dikelola bukan hanya fisiknya saja, tapi manajemen, aset kredit, hingga saham.
Keberadaan PT PPA, kemudian diperluas fungsinya setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2008, tak hanya mengelola aset Eks BPPN tapi ditambah dengan revitalisasi dan restrukturisasi BUMN, investasi serta mengelola aset milik BUMN.
Nah salah satu tugas PT. PPA ini cukup berat, mereka diberi tanggungjawab untuk menyehatkan perusahaan-perusahaan pelat merah yang sedang sakit.
Saat ini ada 9 pasien yang sedang ada di unit gawat darurat PT PPA, 9 pasien tersebut adalah perusahaan milik negara yang sakit dengan kondisi yang bervariasi. Ada yang sakitnya parah, ada yang sedang sedang saja tapi tak ada yang ringan.
Ke 9 pasien PT PPA ini ialah PT Merpati Nusantara Airlines, PT Survey Udara Penas, PT Industri Glass, PT Industri Sandang Nusantara, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, PT Industri Kapal Indonesia, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT Kertas Leces.
Dari 9 perusahaan BUMN tersebut, yang sudah dipastikan tak dapat disembuhkan ialah PT Kertas Leces.Â
Setelah sekian lama dililit masalah hutang yang berkepanjangan, akhirnya PT Kertas Leces diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya tanggal 25 September 2018 lalu.
Usai putusan pailit, PT Kertas Leces harus menyelesaikan urusan dengan para kreditur dengan cara menjual aset perusahaan yang masih ada.
Sampai saat ini masih dalam kurasi namun diperkirakan nilai aset yang masih tersisa kurang dari 50 persen dari jumlah kewajiban yang besarnya  Rp. 1 triliun.