Rokok elektrik atau sekarang lebih dikenal dengan Vape atau Vapor menurut Consumer Advocats for Free Smoke Alternative sudah ada di dunia ini sejak tahun 1930.
Hal itu terbukti dengan keberadaan dokumen hak paten rokok elektrik yang diberikan kepada Joseph Robinson pada tahun tersebut.
Namun saat itu belum bisa dikomersialkan, karena masih ada masalah teknis yang harus dibereskan.
Pada dasarnya vapor adalah hasil penguapan dari cairan berbahan nikotin yang diteteskan ke kapas yang telah dipanaskan oleh listrik yang dihasilkan oleh batere yang ada di alat tersebut.
Secara komersil vape baru bisa diproduksi 73 tahun kemudian, adalah Hon Lik seorang ahli farmasi yang memproduksi dan mengkomersilkannya.
Dan ia kemudian mendapat izin dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat untuk memproduksi secara masal.
Di awal produksinya mereka mengklaim bahwa vape ini lebih sehat dan ramah lingkungan dibanding rokok konvensional.
Walaupun sebetulnya mengenai keabsahan klaim tersebut masih menjadi pro dan kontra di dunia kesehatan sampai saat ini.
Dalam perkembangannya penelitian terhadap vape ini terus dilakukan, seperti di Inggris misalnya seorang Professor dari University of Birmingham, David Thickett.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti membuat sebuah alat yang menyerupai seseorang yang sedang menghisap rokok elektrik dengan melibatkan sampel organ tubuh dari 8 orang non perokok.
Hasilnya, peneliti menemukan bahwa asap rokok elektronik menimbulkan pembengkakan dan merusak alveolar macrophages yang merupakan sel-sel yang berguna untuk mengeleminasi pengaruh buruk bakteri dan partikel-partikel debu terhadap organ pernafasan.