Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Esensi Lebaran, Masih Mampu Menjadi Jembatan Rekonsiliasi

5 Juni 2019   09:15 Diperbarui: 5 Juni 2019   11:39 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bedug bertalu-talu, Takbir berkumandang itu lah tanda yang sahih bahwa Lebaran telah tiba. Idul Fitri yang selama ini selalu dan memang bermakna kembali ke kesucian awal, ditandai dengan silaturahmi agar bisa saling bermaafan secara langsung, tidak hanya melalui Instant Massage yang di broadcast dari gadget masing-masing.

Lebaran A.ka Idul Fitri  dengat semangatnya untuk saling memaafkan banyak diharapkan mampu menjadi katalisator bagi rekonsiliasi sosial yang beberapa saat belakangan ini terpolarisasi sangat tajam. Pilihan politik terutama pilpres menjadi toxic berdosis tinggi dalam meracuni pikiran dan hati para pemilih berbeda pilihan.

Seandainya esensi memaafkan berdasarkan keikhlasan dan ketulusan mampu bisa dimanifestasikan dengan baik oleh kedua kubu yang berbeda pilihan. Maka rekonsiliasi akan menjadi hal yang sangat mudah. Kenyataannya, polarisasi yang terjadi memang sengaja dipelihara entah demi kepentingan apa. 

Mungkin apabila kita lihat di permukaan hanya karena berbeda pilihan presiden, walau menurut penglihatan dan pengamatan penulis ini bukan semata masalah pilpres. 

Ada sesuatu "beyond pilpres" yang membuat polarisasi ini memang sengaja di pelihara. Ada kepentingan politik jangka panjang terkait politik identitas, yang mendasarinya. 

Apakah ini berupa keyakinan tentang sistem bagaimana kita bernegara? Perlu penelitian lebih dalam sih memang tetapi apabila kita analisa sekilas dari diskursus-diskursus di media baik itu yang mainstream atau platform medsos. 

Polarisasi ini dipelihara agar pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap sistem pemerintahan Indonesia yang dipilih hari ini, punya ruang untuk terus mengaktualisasikan diri.

Bertemunya dua kepentingan yang seiring antara pihak yang merasa tidak  puas dengan kondisi yang terjadi, yang satu "merasa" karena kecurangan mereka kalah dalam pilpres dan satu lagi merasa niatnya untuk mengganti sistem pemerintahan tidak bisa terwujud karena organisasi bentukannya untuk tujuan tersebut di berangus pemerintah. 

Dibumbui dengan mengerasnya politik identitas disebagian masyarakat Indonesia plus adanya medsos sebagai media penyampai isu-isu mereka yang efektif dan jangan lupa literasi masyarakat terutama para pendukungnya dalam memahami situasi politik sangat lemah, menjadikan peternakan polarisasi berkembang biak dengan cepat dan masif sehingga rekonsiliasi yang diharapkan bisa terjadi dengan cepat menjadi sangat sulit.

Idul Fitri yang  seharusnya dalam kondisi normal akan mudah dijadikan katalisator bagi rekonsiliasi sosial menjadi sangat sulit terjadi. Namun demikian apabila ada kesadaran dari para elite untuk tidak memprovokasi para pendukungnya dengan penyataan-pernyataan panas, alih-alih menyejukan, lambat laun rekonsiliasi sosial bisa terwujud. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun