Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saya, Tidak untuk Diatasnamakan

23 Mei 2019   07:03 Diperbarui: 23 Mei 2019   12:29 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umat dan rakyat dua kata yang laris manis dipakai oleh para pemuja kekuasaan, seolah benar mereka berjuang atas nama  umat dan rakyat. Padahal mereka berjuang untuk diri mereka sendiri dan kelompoknya. Umat dan rakyat dijadikan komoditas prima disaat kebutuhan elektabilitas mendesak. Terkadang dijadikan narasi panjang demi ego dan keinginan yang ingin mereka capai.

Rakyat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penduduk suatu negara . Artinya rakyat adalah keseluruhan penduduk disuatu daerah atau wilayah tertentu yang memiliki pemerintahan yang sama. Jadi tidak ada seorangpun atau suatu kelompok tertentu yang bisa mengatasnamakan rakyat kecuali mereka memiliki legitimasi secara hukum yang berlaku di wilayah tersebut.

Sedangkan Umat menurut KBBI adalah para penganut (pemeluk, pengikut) suatu agama tertentu. Apabila kata 'umat" tersebut digandengkan dengan kata "Islam" artinya menjadi para penganut agama Islam secara keseluruhan terlepas dari aliran atau apapun lah yang menjadi sub bagian dari agama Islam.

Narasi yang dibangun suatu kelompok yang mengatasnamakan  rakyat dan umat seolah mereka merasa memiliki kuasa atas rakyat dan umat secara keseluruhan akhir-akhir ini sangat meresahkan saya, sebab saya tidak pernah memberikan legitimasi apapun kepada kelompok tersebut untuk mewakili saya.

Dalam dua hari terakhir pasca penetapan hasil pemilu 2019 oleh  Komisi Pemilihan Umum frasa " rakyat menolak hasil pemilu" sangat mengganggu saya. Karena saya tidak pernah merasa menolak hasil pemilu, kok berani sekali kelompok itu mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan ego dan kekuasaan yang tidak berhasil di raihnya. Bersama saya paling tidak, ada sekitar 55,50 persen rakyat yang tidak menolak hasil pemilu. 

Artinya ada orang yang lebih banyak menerima hasil pemilu itu, kan? Pengatasnamaan ini mungkin tidak akan terlalu menggangu kalo hanya untuk klaim tanpa implikasi apapun. 

Tetapi narasi yang dibangun adalah untuk kebutuhan framing agar terlihat seolah hasil pemilu menjadi tidak legitimate, dan mereka berhak melakukan apapun demi ambisi yang tidak kesampaian. 

Dalam dua hari terakhir ini chaos terjadi di sebagian wilayah Jakarta dengan hasil 6 orang meninggal dunia ratusan orang terluka, entah berapa banyak kerugian material yang dialami masyarakat yang berada di wilayah-wilayah tersebut. 

Pihak yang memantik terjadinya keributan ini bukan cuma mengatasnamakan rakyat tetapi juga mengatasnamakan umat, ya umat Islam agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, frasa " umat Islam didzalimi, umat Islam dicurangi".  

Seruang dan sebangun dengan kata rakyat tadi, kata "umat Islam" dijadikan alat untuk membangun sentimen agar gerakan ketidakpuasaan mereka terhadap sebuah proses demokrasi ini mendapat tempat dihati orang-orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun