Persoalan yang awalnya menjadi bahan perdebatan ditingkat kementerian, tapi kini sudah menjadi polemik di tengah masyarakat terkait pengadaan rangkaian gerbong kereta rel listrik (KRL) itu sebenarnya bukan tentang kebanggaan terhadap produk dalam negeri.
Namun, tentang kebutuhan yang harus disegerakan ada, mengingat akan ada 29 rangkaian gerbong KRL yang harus dipensiunkan dalam dua tahun ke depan yang butuh pengganti, untuk 2023 10 rangkaian dan 19 rangkaian pada 2024.
Sementara PT.INKA, selaku produsen industri kereta api di dalam negeri milik negara, baru sanggup memenuhi kebutuhan kereta listrik yang sudah di pesan PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) sejak tahun 2019, Â pada tahun 2025.
Untuk menambal kebutuhan tersebut, sementara PT.INKA belum mampu memenuhi kebutuhan, PT.KAI selaku induk dari PT KCI mengajukan izin impor ke Kementerian Perhubungan.
Lampu hijau diberikan oleh Kemenhub, dengan syarat KRL eks Jepang tersebut harus dipastikan kelaikannya dan tata kelola administrasi impornya harus sesuai aturan.
Seperti lazimnya proses impor, harus mendapat izin dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, itu pun harus atas rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian.
Surat izin impor kepada Kemendag, sudah dilayangkan KCI sejak September 2022 yang isinya permintaan restu untuk mengimpor barang modal berupa 120 unit gerbong KRL eks Jepang untuk kebutuhan tahun 2023 dan 2024.
Atas rekomendasi Kemenperin yang menyebutkan bahwa fokus pemerintah adalah meningkatkan produksi dalam negeri serta substistusi impor melalui program penggunaan produk dalam negeri, akhirnya pada Januari 2023 Kemendag menolak merestui impor tersebut.
Mengenai kebutuhan mendesak yang belum bisa dipenuhi industri kereta api dalam negeri, Kemenperin mengusulkan sambil menunggu KRL prroduksi PT.INKA kelar pada tahun 2025, PT KCI bisa memperpanjang usia unit KRL yang seharusnya sudah dipensiunkan tersebut dengan meremajakan unit KRL terkait.
Bagi KCI sendiri, mungkin bisa saja meremajakannya tapi taruhannya sangat besar, yakni keselamatan penumpang dan itu hal utama yang harus diperhatikan.
Bayangkan saja dengan volume kepadatan penumpang KRL seperti selama ini, Â kalau sampai terjadi kecelakaan fatal akibat rangkaian KRL tak laik jalan namun dipaksakan beroperasi, korban yang timbul akan sangat banyak dan yang pasti akan paling disalahkan adalah PT.KCI selaku operator KRL commuter.