Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Ali Baharsyah dan Said Didu, Sekali Lagi tentang Kebebasan Berpendapat

8 April 2020   11:56 Diperbarui: 8 April 2020   12:12 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu keistimewaan yang kita rasakan pasca reformasi tahun 1998, adalah kebebasan berpendapat. Karena bagi sebagian dari kita yang pernah merasakan kehidupan di masa sebelum itu, tentu tahu rasanya sulit sekali mengeluarkan pendapat apalagi pendapat itu berkaitan kritik terhadap pemerintah yang berkuasa saat itu.

Kritik dengan cara apapun akan membawa kita harus berhadapan dengan aparat hukum atau preman-preman yang memang di beri makan oleh kelompok penguasa.

Setelah masa tersebut berakhir, masyarakat Indonesia bebas melakukan kritik, terhadap siapapun termasuk pemerintah. Bahkan saking bebasnya agak susah membedakan lagi mana kritik, mana penghinaan.

Di awal tahun 2000-an hingga tahun 2013-an, kritik lebih banyak beredar dari mulut ke mulut dan berbagai pesan berantai lewat email atau platform seperti misalnya Yahoo Grup.

Jadi daya sebarnya belum semasif setelah munculnya berbagai platform media sosial seperti saat ini. Masa itu Facebook memang sudah ada namun penggunaannya lebih banyak lewat komputer desk top dan laptop, sehingga hanya kalangan terbatas saja yang memiliki akses.

Berbeda dengan saat ini ketika penetrasi ponsel pintar sudah menginfiltrasi hampir seluruh masyarakat mulai dari perkotaan hingga jauh di pedesaan.

Menurut laman We Are Social jumlah pengguna perangkat mobile di Indonesia tahun 2019 mencapai 335,5 juta perangkat baik Smartphone maupun tablet.

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 267,5 juta jiwa, artinya peredaran Kedua gadget tersebut lebih banyak dari pada penduduk Indonesia, hal ini bisa terjadi karena 1 orang penduduk ada yang memiliki 2 atau lebih perangkat tersebut.

Dari jumlah tersebut 50 persennya tersambung dengan internet, akibatnya seperti sudah kita tahu semua, riuh rendah di dunia maya jauh melebihi keramaian di dunia nyata. 

Dengan kondisi seperti ini seharusnya literasi dalam bermedia sosial itu harus lebih ditingkatkan. Semua orang harus paham dan mampu membedakan mana kritik, ujaran kebencian, dan fitnah.

Betul itu memang merupakan bentuk kebebasan berpendapat, tapi harus diingat kebebasan kita berpendapat dibatasi juga oleh kebebasan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun