Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pak Yasonna, Tak Ada Urgensinya Bebaskan Napi Koruptor Karena Covid-19

4 April 2020   11:54 Diperbarui: 4 April 2020   11:46 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat via Tirto.id

Pandemi Covid-19 memang merupakan sesuatu yang baru, tak ada satu pun negara di dunia ini yang siap menghadapi pandemi dalam skala yang sangat besar, dengan penyebaran sangat cepat seperti virus SARS NCov-2 ini.

Kebijakan yang dilakukan setiap negara tampak try and error sampai menemukan bentuk terbaiknya untuk.memerangi penyebaran Covid-19.

Segala rupa upaya dilakukan untuk menghambat penularan, walaupun secara sistem sebetulnya organisasi kesehatan dunia (WHO) telah memiliki standar dasar dalam menghadapi penyakit menular.

Sepertinya social distancing atau physical distancing dan menjaga kebersihan diri dengan cara mencuci tangan dengan baik merupakan satu-satunya cara untuk menahan penularan virus tersebut. 

Meskipun pada prakteknya pengaplikasian menjaga jarak antar individu bisa bermacam-macam, bisa lockdown secara ketat seperti yang dilakukan di China dan Italia.

Semi lockdown seperti dilakukan di Singapura, atau hanya diimbau menjaga jarak saja seperti yang dilakukan di Korea Selatan, negara-negara Skandinavia dan Indonesia.

Namun dari semua aplikasi dan istilah itu, pada intinya sih sama saja yaitu menjaga jarak aman antara satu individu dengan individu lain. Karena pada dasarnya penyebaran Covid-19 ini adalah droplets. Sehingga butuh jarak yang sangat dekat untuk menularkan virus tersebut.

Di Indonesia implementasi lanjutan jaga jarak inilah yang kemudian sering menimbulkan kontroversi. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini merupakan langkah yang sangat baik bila diterapkan secara ketat, toh aturannya berupa Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, sudah diundangkan.

Namun anehnya kebiasaan mudik saat menjelang hari raya Idul Fitri tiba, tak dilarang secara tegas, padahal potensi melanggar jaga jarak itu sangat besar karena biasanya mudik itu akan dibarengi kerumunan massa.

Selain itu kemungkinan orang terinfeksi namun asimtomatik menyebarkan virus ke daerah-daerah tujuan mudik sangat besar, apalagi rata-rata pemudik datangnya dari daerah red zone Covid-19, seperti Jabodetabek.

Yang lebih mengejutkan adalah upaya Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) untuk membebaskan para napi koruptor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun