Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Jerman, Menlu Retno Jadi Corong Pemerintah Myanmar?

20 September 2017   06:30 Diperbarui: 20 September 2017   12:31 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lima Menlu anggota MIKTA - Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia - dalam pertemuan di Bonn, Jerman, Kamis (16/2/2017) (dok: Laman Kemlu RI)

Di Jerman, terungkap cara berpikir yang aneh dari seorang Menlu RI Retno Marsudi dalam menangani krisis Genosida Rohingya di Myanmar. Mengutip laman dari Kemlu, Menlu Retno terlihat seperti "corong" atau "pengacara" Pemerintah Myanmar dalam menjelaskan krisis Rohingya, di depan beberapa Menlu asing dalam satu pertemuan multilateral sebelum KTT G20 Februari yll.

Dalam judul tulisan "MIKTA Appreciate Indonesian Foreign Minister's Role in Improving the Situation in Rakhine State" bertanggal 17/2/2017, disebutkan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi melakukan pertemuan Menteri Luar Negeri MIKTA di sela-sela Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Bonn, Jerman.

MIKTA adalah kelompok informal dari lima negara berkembang, yaitu Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia, di gagas oleh 5 Menteri Luar Negeri yang didirikan di sela-sela Majelis Umum PBB ke-68 pada tanggal 17 September 2013. Kebetulan semua lima negara tersebut juga merupakan negara G20 sehingga mereka mengadakan pertemuan sehari sebelum KTT G20.

Pada pertemuan kali ini Pertemuan Menteri Luar Negeri MIKTA membahas perkembangan regional dan global serta program kerja MIKTA untuk tahun 2017. Sebagai pembicara utama, Menlu RI menyampaikan perkembangan terakhir terkait dengan Negara Rakhine, Myanmar.

Menlu Retno menyatakan bahwa Myanmar menghadapi situasi dan tantangan yang kompleks dan beragam di Negara Bagian Rakhine. Banyak tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Myanmar meliputi konflik komunal, kemiskinan, dan proses demokrasi dan reformasi yang terus berlanjut serta ancaman yang ditimbulkan oleh kejahatan terorganisir transnasional. Dengan masalah yang begitu rumit, masyarakat internasional perlu membantu Myanmar karena kegagalan akan menimbulkan dampak negatif bagi keamanan dan stabilitas kawasan ini.

Bagi penulis pernyataan Menlu Retno diatas terkesan memberikan "pengertian" atas kekejian luar biasa dialami Rohingya. Menlu banyak mengungkapkan dalih mengapa kekacauan itu terjadi bukan mengungkapkan apa akar permasalahan sebenarnya. 

Dengan hampir satu juta lebih etnis Rohingya terusir dari tanahnya dan lari ke luar Myanmar, ribuan orang dibantai dari orang tua sampai anak-anak tanpa ampun, dilecehkan, dihina, rumah dibakar habis, adalah sangat aneh masih mencoba memberikan "pengertian" atas krisis tersebut.

Lebih lanjut lagi blunderMenlu Retno adalah mengajak dunia untuk membantu Myanmar.

Mengapa saya mengritisi Menlu Retno?

Menlu Retno mendalihkan ini konflik Komunal, padahal sudah jadi pengetahuan umum sejarah rivalitas antaretnik memang ada tapi diperparah oleh manipulasi junta militer selama berpuluh tahun. Junta Militer Myanmar dan sekelompok melakukan persekusi sehingga eksodus ratusan ribu orang terutama sejak tahun 2012. 

Tentang kemiskinan, semua media asing tahu bahwa Rohingya mendapatkan perlakuan diskriminatif ala Apartheid dari Pemerintah Myanmar, yaitu tidak diakui sebagai warga negara sah walaupun sudah hidup beratus tahun di Rakhine. Tetapi ini tidak diungkap secara gamblang sebagai akar permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun