Mohon tunggu...
Ferawaty RosintaIndah
Ferawaty RosintaIndah Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

Menanam kembali untuk hasil yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Minyak Jelantah, Dilemanya Para Emak

13 Februari 2019   10:31 Diperbarui: 13 Februari 2019   15:32 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi ibu rumah tangga yang bukan pekerja kantoran tidak bisa disepelekan. Menurut saya, profesi ini sangatlah tidak mudah. Bagaimana tidak begitu banyak hal yang diremehkan pada akhirnya bisa mengakibatkan sebuah dampak yang besar pada lingkungan sekitar.

Kegiatan harian para ibu rumah tangga atau para "emak" yang notabene adalah memasak tidak bisa dipandang sebelah mata. Proses panjang pengolahan makanan dari bahan mentah menjadi makanan siap saji yang terhidang di meja makan merupakan perjuangan tidak ternilai yang kerap kali diacuhkan sebagai hal biasa.

Namun ada yang terlupakan di sini, para emak adalah manajer dapur yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap pembuangan limbah bekas proses memasak hariannya. Maka, meski tidak menjadi sorotan seperti manajer perusahaan, the strategy of emak-emak untuk menangani limbah rumah tangganya harus ditangani dengan seksama.

Proses menggoreng bagi para emak merupakan salah satu proses memasak yang kerap kali dilakukan, meski kadang cipratan minyaknya mengoyak kulit halus hasil spa, ini tidak membuat emak-emak gaul kapok menghidangkan sajian dengan cara digoreng.

Namun risiko menggoreng dengan minyak tidak saja berdampak langsung bagi operator penggoreng, ini pada akhirnya berdampak pada si pemakan makanan yang digoreng dan juga berdampak pada lingkungan sekitar jika minyak jelantah dibuang sembarangan tanpa awal penanganan yang baik dari ibu rumah tangga itu sendiri. Termasuk juga penanganan lanjutan dari pemerintah setempat atau pakar lingkungan yang jelas ilmunya lebih kompeten dari para emak.

Sebenarnya banyak sekali cara untuk penanganan pertama pada minyak jelantah, para emak zaman now pasti sudah menjadi warganet yang akrab dengan mesin pencari informasi di dunia maya. Mulai dari cara menjernihkan kembali minyak bekas pakai tersebut hingga kabar inovasi minyak jelantah yang disulap menjadi bahan bakar alternatif kendaraan yang bernama biofuel (biodiesel dan bioetanol).

Hal tersebut  menjadi angin segar buat para emak khususnya saya, meskipun ketika membuang minyak bekas saya tangani dengan hati-hati (saya masukan ke dalam botol bekas air mineral dan tidak saya buang ke saluran air pencucian piring), saya masih merasa bersalah karena tidak tahu nasib limbah dapur itu sampai akhir.

Kurang lebih 2 tahun berlalu sejak kabar adanya inovasi limbah minyak jelantah itu beredar, kabar itu menguap begitu saja. Awalnya saya berpikir akan ada petugas-petugas pemerintah yang datang ke setiap pintu untuk mengambil limbah jelantah kami.

Sebab, dari hasil riset yang dilempar ke publik oleh seorang peneliti institusi ternama di negara ini, jika 13.000 liter minyak jelantah yang dibuang di Jakarta semuanya diolah menjadi biodiesel, akan dihasilkan lebih dari 10.000 liter biodiesel.

Selain itu persentase pengurangan emisi CO2 mencapai 86% jika penggunaan biodiesel diterapkan. Namun sampai sekarang minyak jelantah kami masih bernasib sama meski sudah ada inovasi. 

Minyak jelantah menjadi dilemanya para emak. Dipakai kembali bisa menyebabkan kanker, kalau dibuang bisa merusak lingkungan, nunggu dijemput buat dijadikan biodiesel seperti ikan ingin berjemur di pantai. Seandainya ada mini market pemerintah di setiap depan perumahan yang bisa menampung minyak jelantah para emak, mungkin emak-emak tidak akan galau lagi.

Karawang, 13 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun