Mohon tunggu...
Feny Livia Manjorang
Feny Livia Manjorang Mohon Tunggu... Lainnya - masih beginner.

menulis = menegur diri sendiri. mari saling menegur namun tetap mengasihi:-)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mutiara Itu Bernama Dokter Handoko

3 April 2020   13:37 Diperbarui: 3 April 2020   13:49 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari, kita dijejali dengan informasi soal angka korban pandemi Covid-19. Di media massa, baik televisi, radio, surat kabar, maupun lini masa media sosial semua digempur berita virus corona. 

Terkadang kita jenuh, sajian angka statistika tentang jumlah pasien terjangkit Corona atau mati kemudian menimbulkan kengerian. Celakanya, karena niat ingin membantu agar update informasi terbaru, sadar atau tidak, kita telah turut membagikan "teror" ketakukan itu kepada banyak orang. Padahal, jelas-jelas diterangkan pakar virus Indro Cahyono, belum ada obat (maupun vaksin) untuk Covid-19. Tetapi tubuh kita mampu mengalahkannya dengan antibodi.

Beruntung, di tengah berita pandemi ini, kita disuguhi kisah inspiratif yang videonya viral di media sosial. Tentang seorang dokter tua yang berjuang tanpa lelah melayani pasien Covid-19. Dialah dokter Handoko Gunawan (80 tahun). Anak-anaknya sudah mengingatkannya agar beristirahat saja di rumah, seperti warga kebanyakan, work from home. Namun ia bersikukuh untuk bergerilya di jalan medis, bidang gelutannya. Usia tidak menjadi perintang.

 Ia bekerja melayani pasien hingga pukul 3 pagi. Tindakannya menunjukkan betapa kepentingan banyak orang lebih utama dari dirinya. Jarang orang seperti beliau, yang tidak lagi mementingkan diri sendiri. Ia mendarmabaktikan hidupnya untuk melayani orang lain. Tidak peduli seberapa besar resiko yang akan ia tanggung. Jiwa "medisnya" merespon seruan bangsanya yang sedang limbung oleh pandemi. "Ini Aku, Utuslah Aku"

Di tengah minimnya tenaga medis, kekurangan kamar rumah sakit untuk pasien dan alat perlindungan diri (ADP), sama sekali tidak menyiutkan nyalinya. Ia melecut dirinya untuk bekerja secara profesional. Pasien pun dibikin hormat dan tersanjung atas dedikasinya. Tak hanya bagi pasien, para tenaga medis yang bekerja bersamanya turut tersengat oleh semangat Pak Handoko. Kehadiran dokter Handoko sukses memotivasi para medis untuk berlomba-lomba melayani pasien.

Dokter Handoko tidak sendirian. Ada banyak tenaga kesehatan lain yang juga bergerilya melawan pandemi Corona. Mereka lembur bagai kuda. Hingga sebagian jatuh sakit karena kewalahan dan ikut terinfeksi Corona. Mereka yang memiliki keluarga rela menahan rindu tidak pulang. Semuanya demi nasib bangsa ini yang lebam-lebam dipukul pandemi Covid-19.

Sayangnya dengan semua pengorbanan dokter Handoko, dkk, masih banyak masyarakat kita tanpa merasa bersalah malah keluyuran, suka berkerumun dan berkeliaran bebas. Kelakuan masyarakat beginian sesungguhnya menambah beban kerja para tenaga medis. Bersikap egois memilih kesenangannya sendiri alih-alih menghilangkan suntuk atau stress di rumah. Entahlah sangat tidak bisa dimengerti, ketika bisa keluar rumah memilih untuk rebahan dan berdiam diri di rumah tapi sekarang, yang terjadi sebaliknya. Beban mereka sangat banyak dan kita masih ingin menambahi lagi?

Kalau dikatakan sudah menjadi resiko dari pekerjaan mereka, tentu saja yang itu egois. Mereka juga tidak ingin menantang maut yang bisa membahayakan nyawa mereka sendiri. Apalagi ini dalam situasi bencana nasional dan global. Sejatinya bencana ditangani secara bersama-sama, bergandengan tangan, bahu-membahu, baku dukung dan membuang jauh ego. 

Syukurlah tenaga medis kita tidak seegois itu, mereka tetap berkomitmen dengan pekerjaannya. Gurat lelah di wajah, cucuran keringat, dahaga serta lapar, dan waktu bersama keluarga raib, dan resiko kehilangan nyawa, yang mereka alami tapi mereka tak mengeluh. Mereka mendermakan dirinya untuk kesehatan dan keselamatan banyak orang.

Welas asih para tenaga medis dipersembahkan kepada kita. Perasaan kasih yang begitu dalam mampu mengalahkan semua rasa sakit dan ketakutan mereka. Memilih bersama pasien dan meyakinkan kualitas hidup kita lebih baik. Perjuangan yang tidak bisa dibayar lunas harganya. 

Prioritas mereka menyelamatkan lebih banyak pasien dari infeksi virus Corona. Tidak peduli apa pun persoalan pribadi mereka di lapangan, sebagai tenaga medis mereka bekerja profesional. Tentu saja mereka juga manusia biasa. Mereka merasakan lelah dan ada rasa ingin rehat dan piknik bahkan kalau bisa menjauh dari persoalan ini. Tetapi kasih yang mereka miliki begitu besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun