Serba digital dan teknologi, menjadi satu kesatuan yang menyiratkan bahwa kita harus mengikuti, karena memang eranya begitu. Bila tidak buru-buru update, maka kalau nggak ketinggalan jaman, ya ditinggalkan. Seperti halnya bangunan yang menjadi tempat penayangan film/gambar yang disorot alias bioskop, jika tidak mengalami pembaruan maka tidak ada yang mau menonton di sana.
Sedih?
Ya, pasti. Selain menjadi kenangan, pastinya akan ada yang tergerus mata pencahariannya. Gambaran inilah disajikan secara apik dalam film "Layar" yang disutradarai Ifa Isfansyah.
Sekilas tentang Film Layar
Marni yang kerap disapa Ani (diperankan oleh Siti Fauziah), terlahir dari seorang bapak yang gemar menonton layar tancap bahkan saat kelahiran Ani, sehingga ibunya melahirkan seorang diri. Akibat hal tersebut, Ani tidak suka dengan film. Namun, semenjak bapaknya pulang ke rahmatullah, rasa penasaran Ani memuncak mengenai film. Dari rasa penasaran itu, mengantarkannya untuk bekerja di dunia film menjadi pegawai di Bioskop Merapi hingga 20 tahun lamanya.
Pandemi melanda seluruh dunia, berimbas pula kepada tempat Ani bekerja. Bioskop harus ditutup, demi memutus penyebaran virus covid-19. Rasa gamang pun merayapi Ani, bagaimana dengan kehidupannya dan karyawan lainnya?
Langkah awal dilakukan Ani dengan bernegosiasi kepada pemiliki Gedung bioskop, Pak Bimo (diperankan oleh Pritt Timothy). Sayangnya, Pak Bimo tidak mau mendukung aspirasi Ani guna menaikkan lagi Layar agar terkembang, justru malah ingin menjual gedung tersebut. Lantas bagaimana upaya selanjutnya? Apalagi ide Ani agar nasib gedung bioskop tidak berpindah tangan?
Menurut Saya Film Layar Ini..
Dari sisi cerita film berdurasi 70 menit ini memberikan penggambaran bagaimana kehadiran bioskop lokal sangat membantu masyarakat baik segi ekonomi karena bisa mendapat penghasilan dengan berdagang di sekitar bioskop, serta dari segi dunia film itu sendiri, karena bisa menyaksikan tayangan lebih dekat dengan harga terjangkau.
Sama seperti yang pernah saya rasakan dimana tidak terlalu jauh dari rumah, ada bioskop lokal bernama Buaran Theater. Saat itu saya menjejakkan pertama kali nonton film (yang setting-nya di Perancis) bersama teman-teman sekolah. Baju sekolah ditutup cardigan atau diganti dengan t-shirt. Rok sekolah diganti dengan celana panjang, atau rok lain. Intinya pas ke bioskop itu kami tidak mengenakan seragam sekolah. Itu pengalaman pertama dan terakhir yang saya rasakan nonton di sana.
Jangan pernah membenci, nanti jadi suka. Pepatah itu mengajarkan untuk kita, agar biasa saja terhadap suatu hal. Tidak perlu sampai tidak suka alias bencinya be-ge-te. Nah akhirnya kan membawa jalan deh terhadap suatu hal, yaitu mengantarkan rasa cinta.