Mohon tunggu...
𝔽𝕖𝕟𝕕𝕣𝕒 ℝ𝕖𝕤𝕥𝕪𝕒𝕨𝕒𝕟
𝔽𝕖𝕟𝕕𝕣𝕒 ℝ𝕖𝕤𝕥𝕪𝕒𝕨𝕒𝕟 Mohon Tunggu... Guru - Ilmuwan

Suka nulis² yang ndak penting nyambi mulang siswa² yatim.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesta Demo-terasi

14 Desember 2020   14:06 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:09 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Karena saat ini banyak perwira yang ora merwirani lagi. Yang saya maksud dengan perwira adalah parawira, yaitu orang-orang yang tidak merasa kehilangan apapun ketika bersikap hormat dan peduli kepada orang lain. Orang-orang yang tidak merasa rendah ketika meninggikan harkat dan martabat orang lain. Mereka adalah orang-orang yang malu ketika merasa dirinya lebih penting daripada orang lain siapapun orang lain itu."
- Ahmad Tohari, Orang-orang Proyek -

Kalau anda-anda semua memilih saya, tak jamin bakalan makmur, insentif atau tunjangan gaji saya tambah. Sesumbar seperti itu memang sering terjadi. Upaya menaikkan elektabilitas yang ada di masyarakat. Namun, hakikatnya mereka semua sedang bermain dagelan di mata masyarakat. Jenis dagelannya pun beragam, ada yang dulu saling seteru namun kini bersekutu, ada yang cukup berapi-api ketika menyampaikan visi-misi justru sekarang terdiam dalam jeruji besi. Ada yang ujug-ujug jadi pecinta lingkungan, ada yang tiba-tiba suka merangkul masyarakat menengah kebawah dan ada juga yang menawari seribu lapangan kerja, bahkan mentolo memotong uang gaji dengan alasan pandemi padahal demi mensukseskan kepentingan pribadi juga ada.

Hal tersebut akan terjadi disetiap pesta demoterasi. Pelaku dagelan akan melakukan tindakan yang tidak mencerminkan pribadi yang berkualitas, berkapabilitas dan berwibawa. Layakkah pelaku dagelan mendapat tahta jika hanya mempermainkan nurani rakyat?

Sikap infantil yang seolah tak pernah bersekolah

Kegiatan pesta demokrasi lima tahunan ini memang cukup unik, pasalnya mampu membuat seseorang berubah drastis dalam hitungan hari. Para bakal calon selalu berupaya untuk tampil yang terbaik, merayu dengan segala upaya dan perdayaan. Yah! Perdayaan kalau menilik dikamus bahasa Indonesia memiliki arti tipu muslihat atau tipu daya. Ujug-ujug seseorang menjadi pecinta lingkungan. 

Mendemoterasikan langkah strategis jika dia terpilih nanti. Mulai menjadi bakul tas yang bilangnya kalau dia jadi nanti seluruh warga harus berganti dari tas kresek (plastik) menjadi tas kain agar ramah lingkungan. 

Ada pula yang mengiming-imingi sekelompok masyarakat dengan tunjangan berlipat lah , sumbangan desa lah, jalan dibangun lah. Hal itu terkemas rapi dalam penyampaian visi misi yang acapkali didengar ketik debat pasangan calon, baik itu presiden, gubernur, wali kota dan bupati cuman yang absen ndak pakai gitu-gituan hanya pilihan ketua R.T dan R.W cenderung polosan yang penting urunan wajib warga tetap jalan, kerja bakti terkondisi dan arisan ibu-ibu tetap ada setiap minggu. 

Namun, lagi-lagi ada yang mengambil teritorial itu. Memanfaatkan atau lebih tepatnya memperdayai ibu-ibu perumahan atau kampung-kampung yang lebih memilih dengan cara yang praktis. Pokok ganteng, turunannya itu dari wali loh, jangan salah bapaknya itu yang babat alas desa sini. Hal itu lumrah terjadi dikalangan kelompok tersebut karena mungkin kesadaran dan edukasi politik perlu lebih ditingkatkan dan dimasifkan lagi agar lebih mumpuni ketika memahami paslon yang gila popularitas sampai-sampai pencitraan yang mengatasnamakan agama pun dibawa-bawa. Bahkan menjelek-jelekan paslon lain merupakan hal yang lumrah dilakukan. Tak sungkan menyebut program kerja tahun lalu buruk dan tidak ada yang berhasil. 

Sebagai manusia yang memiliki akal dan diharapkan memiliki budi yang luhur seyogyanya tidak seperti itu. Mbok ya dipahami dulu, dianalisis dulu keefektifannya atau tingkat keberhasilannya. Minimal sebagai manusia yang berakal dan berahlak, cukup menghargai serta mengapresiasi usaha dan upaya yang sudah dilakukan pendahulunya.

Yang membuat miris lagi adalah mereka memakai simbol-simbol agama yang seharusnya memiliki marwah jika memakai itu, minimal tahu diri lah. Terkadang heran juga, mengapa mereka tidak ada sungkan-sungkannya sama Tuhan?

Pesta Demo-terasi

Salah satu idiom yang paling sering digunakan untuk penanda bagi Pemilu(kada) adalah Pesta Demoterasi. Pesta yang dilaksanakan oleh KPU sebagai E.O nya yang penuh riuh rendah dan didalamnya menampilkan hiburan serta atraksi mungkin, dengan pemeran utama para pasangan calon yang akan bertarung. Mitos atau fakta ketika pesta dirayakan, rakyat selalu dimanja dengan pelbagai hiburan selama empat puluh hari atau bahkan seratus hari kedepan. Pesta itu selalu membagi-bagikan uang dan hadiah kepada siapapun yang dijumpainya. Rakyat dengan riang dan suka cita mendatangi pesta bahkan, meninggalkan aktifitasnya demi mendapatkan panganan lezat, uang dan hadiah yang dibagi-bagikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun