Mohon tunggu...
febi aresta
febi aresta Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sedang mempelajari serta memahami dunia melalui perspektif hukum di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkawinan Siri: Solusi Sementara atau Ancaman Terhadap Hak Perempuan?

17 Juni 2025   21:01 Diperbarui: 17 Juni 2025   21:07 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa Itu Perkawinan Siri?

Perkawinan siri merupakan suatu bentuk perkawinan yang dilakukan oleh sepasang calon suami istri dan disahkan secara agama, tetapi tidak dicatat atau didaftarkan secara resmi oleh negara. Para ulama klasik seperti Abu Hanifah, Syafi'i, dan Malik menjelaskan bahwa nikah siri adalah pernikahan yang tidak memenuhi kondisi adanya saksi. Pernikahan ini dianggap rahasia karena hanya ada saksi yang jumlahnya kurang dari yang dibutuhkan, sehingga tidak diumumkan untuk umum.

Pernikahan siri tidak hanya melibatkan dua orang, tetapi juga terkait dengan hak dan perlindungan hukum. Sudah saatnya masyarakat menyadari risiko yang ada di balik kemudahan ini. Pemerintah juga perlu meningkatkan pendidikan dan perlindungan bagi wanita agar sistem yang longgar ini tidak terus merugikan mereka.

Di Indonesia, banyak pasangan yang memilih untuk menikah secara siri karena berbagai alasan. Alasan tersebut bervariasi, seperti ingin segera menikah, kesulitan mendapatkan restu dari keluarga, atau faktor ekonomi. Meskipun diakui oleh agama, pernikahan ini tidak tercatat oleh negara. 

Di balik kisah cinta yang tampaknya indah, pernikahan siri sering kali menyimpan luka yang tersembunyi. Banyak wanita yang harus menanggung beban tanpa adanya perlindungan hukum. Jadi, apakah pernikahan siri benar-benar menjadi solusi yang praktis, atau justru sebuah jebakan serta ancaman yang dapat merugikan hak perempuan?

Pengertian dan Landasan Hukum

Dalam pandangan hukum Islam, perkawinan siri merupakan jenis perkawinan yang dilakukan mengikuti ketentuan yang ditetapkan agama, namun tidak terdaftar secara resmi di badan negara. Di sisi lain, menurut hukum positif Indonesia, khususnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan siri tidak diakui sebagai perkawinan yang sah. Undang-undang ini menyatakan bahwa semua perkawinan wajib untuk dicatatkan di lembaga yang berwenang agar memiliki pengakuan di mata hukum.

Perkawinan yang tidak terdaftar, meski diakui oleh hukum Islam, tidak dapat memberikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, hukum positif Indonesia sangat menyarankan agar semua perkawinan dicatatkan untuk menjamin perlindungan hukum yang memadai.

Merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" Dengan kata lain, pernikahan siri yang hanya dilaksanakan secara agama tidak memenuhi syarat ayat (2) karena tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) untuk umat Islam atau di Kantor Catatan Sipil untuk yang non-Muslim. Akibatnya, pernikahan ini tidak dapat diakui secara hukum oleh negara dan tidak memiliki dampak hukum sipil.

Dampak Perkawinan Siri bagi Perempuan

Dampak perkawinan siri lebih kerap dirasakan oleh perempuan, sementara lakilaki secara umum kurang merasakan konsekuensi yang sama. Oleh karena itu, bagi perempuan, pernikahan siri perlu dipertimbangkan dengan cermat terutama ketika menghadapi situasi sulit dan minim alternatif. Beberapa dampak yang mungkin timbul antara lain yaitu perempuan dalam perkawinan siri lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, karena tidak ada perlindungan hukum yang jelas. Suami lebih leluasa meninggalkan kewajiban atau bahkan menelantarkan istri dan anak tanpa konsekuensi hukum yang tegas. Selain itu, tidak ada legal standing untuk menuntut hak-hak sebagai istri, seperti nafkah, perlindungan, atau hak-hak lain yang seharusnya didapat dalam perkawinan resmi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun