Mohon tunggu...
Alyssa Faziladiva
Alyssa Faziladiva Mohon Tunggu... Pelajar

Labscib

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Dilema Pelajar: Sejauh Mana Kita Harus Memercayai AI?

5 Oktober 2025   21:08 Diperbarui: 5 Oktober 2025   21:08 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI dalam pendidikan (Sumber: Shutterstock.com)

Apakah anda pernah menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas sekolah? Belakangan ini, fenomena penggunaan kecerdasan buatan atau AI makin marak digunakan oleh para pelajar. Sebut saja beberapa aplikasi seperti ChatGPT, Gemini, sampai Grammarly sudah tidak asing terdengar oleh telinga kita. Bahkan, penggunaan AI sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari para pelajar. Namun, fenomena ini memicu pertanyaan besar: Apakah sudah sepatutnya ketergantungan terhadap AI menjadi normal, dan sejauh mana para pelajar harus memercayai AI?

Dalam dunia pendidikan, kecerdasan buatan digunakan dalam berbagai bentuk. Mulai dari tutor virtual, penulis teks otomatis, penerjemah bahasa, dan lain-lain. Penggunaan yang beragam ini didukung oleh data. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025, dari 8.700 responden, konten AI paling sering diakses untuk kebutuhan edukasi dan pembelajaran, yaikni sebesar 43,98 persen. Adapun kelompok usia yang paling banyak menggunakan AI Adalah generasi Z, yaitu sebesar 43,7 persen. Data tersebut menunjukkan pesatnya penggunaan AI di kalangan pelajar Indonesia, terutama pascapandemi yang mendorong berlangsungnya pembelajaran secara digital.

Walaupun data menunjukkan angka yang cukup signifikan dalam penggunaan AI, tidak sedikit pengguna yang belum memahami sumber data AI. AI tidak “mengambil data” dari satu tempat, melainkan belajar dari kumpulan besar data publik, buku, maupun sumber terbuka yang digunakan untuk melatih model bahasanya. Oleh karena itu, informasi AI belum tentu akurat. Besar kemungkinan bahwa AI mengalami bias data, terutama jika data pelatihannya memuat sudut pandang tertentu. Belum lagi kemungkinan bahwa sumber yang dipakai tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia harus tetap berpikir kritis dalam memakainya.

Kendati begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi kecerdasan buatan memberikan banyak manfaat bagi pelajar. Pertama, AI dapat meningkatkan efisiensi belajar siswa. Sebelum adanya AI, banyak pelajar yang kesulitan mendapatkan penjelasan dari suatu soal karena harus bertanya langsung kepada tenaga pengajar. Namun, AI menawarkan solusi pembahasan soal dalam waktu singkat, memungkinkan efisiensi proses belajar. Selain itu, AI dapat memperluas akses informasi di luar pembelajaran konvensional, sehingga pengetahuan siswa tidak terbatas. Namun, banyak juga tantangan yang timbul dari manfaat AI. Dengan mudahnya mendapatkan jawaban, siswa jadi tidak perlu berpikir panjang. Ini menyebabkan berkurangnya kemampuan siswa berpikir mandiri untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pelajar pun akan cepat ketergantungan terhadap aplikasi AI dan melewatkan proses demi jawaban instan. Selain itu, siswa jadi mudah memercayai jawaban AI tanpa tahu kebenarannya. Kemampuan siswa untuk membedakan yang benar dan salah pun turut menurun.

Lantas, apa upaya yang harus dilakukan untuk menyikapi tantangan ini? Hal pertama yang harus dilakukan adalah penggunaan AI dalam pendidikan tidak hanya diajarkan kepada pelajar dari sisi teknis, tetapi juga etika dan batasannya. Langkah ini bisa dimulai dari lembaga pendidikan seperti sekolah atau universitas sebagai tonggak utama untuk membuat panduan penggunaan AI yang etis. Selain itu, tenaga pendidik juga dapat membimbing siswa agar mampu menilai kebenaran dan sumber informasi dari AI. Sebagai contoh, ketika siswa bertanya mengenai suatu permasalahan kepada AI, guru yang berprofesi dibidangnya dapat mengonfirmasi apakah jawaban tersebut benar atau tidak. Literasi digital pun turut berkontribusi dalam menghadapi tantangan di era ini, sebab dapat melatih kesadaran siswa dalam menggunakan teknologi kecerdasan buatan secara bijak.

Pelajar Indonesia kini memiliki akses luas terhadap AI dan sebagian besar sudah memanfaatkanya. Meski demikian, kepercayaan terhadap AI tidak boleh tanpa batas. AI sudah sepatutnya berfungsi sebagai alat bantu belajar, bukan sebagai alat pengganti sepenuhnya. Kepercayaan terhadap AI perlu disertai kesadaran kritis, tanggung jawab, dan batas etika yang perlu diterapkan. Dengan pengetahuan dan kesadaran atas diri sendiri, penggunaan AI akan menjadi teman belajar yang baik alih-alih ancaman masa depan bagi pelajar di Indonesia maupun seluruh dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun