Mohon tunggu...
Coretan Maba
Coretan Maba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Maba 2020

No one can read this message.

Selanjutnya

Tutup

Diary

#Diary 3: Looking Back

28 April 2021   21:04 Diperbarui: 28 April 2021   21:21 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tulisan memiliki cita rasa...

Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, terlahir dari keluarga yang sederhana meski kebutuhan tak selalu ada. Ayahku adalah seorang prajurit bangsa, yang kerap kali bertugas untuk negara. Ibuku hanyalah ibu rumah tangga, namun ia lebih dari sekedar wanita biasa. 

Sejak kecil, keadaan selalu memaksaku untuk bersikap mandiri menyelesaikan segala persoalan hanya dengan diri sendiri tanpa melibatkan campur tangan pihak lain. Diriku besar tanpa sosok ayah meski ia masih ada hingga saat ini. 

Ayahku dan keluargaku dibatasi oleh mandat dari negara. Aku pun tak ingin melibatkan ibuku dalam segala persoalan kecilku, karena kutau ia lelah dengan pekerjaan rumahnya belum lagi tuntutan dalam mengurus adikku yang kala itu masih baru bisa menapakkan kakinya di tanah.

Ketika aku berusia genap enam tahun enam bulan, aku mulai menduduki bangku sekolah dasar. Tahun dua ribu delapan adalah tahun yang sedikit sulit untukku, yang memberiku tantangan kala aku baru saja menjadi siswa berseragam putih merah. Tahun yang menjadi periode terlama aku tidak berjumpa dengan ayah. Kala ia ditugaskan di Pulau Bawean, terletak di ujung Gresik. Ia bertugas selama dua bulan dan pulang ke rumah hanya dalam satu pekan. Ritme itu berulang terus hingga genap satu tahun. 

Rasa rindu dan iri menyelimuti hatiku pada masa-masa itu. Ketika anak-anak berbaju putih merah lainnya diantarkan sekolah hingga depan gerbang oleh ayahnya masing-masing dan mereka dapat mencium tangan ayahnya meminta doa restu untuk belajar setiap pagi, sedangkan aku hanya dapat terdiam menyaksikannya serta  mengayuh sepeda roda duaku dan ditemani kesendirian dari rumah yang cukup jauh dari sekolah dasar favorit di daerah itu.

Ketika tahun kabisat dua ribu delapan itu telah usai, rasa senang menyelimuti suasana hatiku. Masa tugas ayahku telah usai. Ia membawakanku sesuatu yang tak biasa dari pulau Bawean,  yang menjadi kebanggan memiliki ayah sepertinya. Oleh-oleh yang kuceritakan dan kupamerkan ke semua temanku, dan dalam hatiku selalu terbesit "aku bangga padamu, Yah". Ia membawakanku dua ekor biawak air dan seekor penyu tua yang sangat besar. 

Aku mengundang seluruh teman terdekatku untuk datang ke rumah kala itu. Memamerkan buasnya kedua biawak air yang terikat dengan pohon kepada anak-anak SD lainnya. Tak ayal, orang tua teman-temanku pun turut berkunjung ke rumah untuk melihat hewan-hewan yang tak biasa mereka lihat di sekitar rumahnya dan untuk menjaga anak-anaknya karena hewan yang akan anak-anaknya saksikan tidaklah jinak. 

Tak ketinggalan, penyu tua itu pun juga kuperlihatkan kepada semua orang, mengingat ukuran tubuhku yang kala itu masih sangat kecil, aku menaiki penyu besar itu dengan bangganya seperti seorang koboi dengan ukiran senyum yang tak kunjung hilang dari sudut bibirku.

Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama, beberapa bulan setelahnya kedua orang tuaku meninggalkanku. Ayah mendapat tugas di luar kota, dan ibu pergi bersamanya. Aku menetap di Malang bersama kedua orang tua ibuku. Masa sulit kembali kualami kala itu, momen di mana aku harus mengatur uang jajanku untuk satu bulan. 

Tak semudah yang dipikirkan, bocah SD berusia tujuh tahun harus memanage uang jajannya sendiri selama satu bulan. Karena orang tuaku hanya mengirim uang di awal bulan saja. Keterpaksaan inilah yang membentuk kebiasaan baik pada diriku. Hingga kini aku hanya menerima uang di awal bulan yang akan dioperasionalkan selama satu bulan penuh tak peduli apa kebutuhan tak terduga lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun