Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Hadiah Berkesan Itu Bernama Kematian

8 Juni 2018   19:33 Diperbarui: 8 Juni 2018   19:42 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pendidikan masyarakat Indonesia, setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam menanamkan nilai ajaran agama atau kepercayaan. Rumah menjadi tempat pertama bagi anak, dalam pembelajaran nilai agama atau sebuah kepercayaan. Setidaknya itulah yang cukup terasa dalam pengalaman hidup saya, boleh jadi hal tersebut memiliki perbedaan bagi setiap individu yang ada.

Cara yang paling disukai oleh anak-anak ialah, kala orang tua memberikan sebuah hadiah, ketika anaknya dapat melakukan sebuah pencapaian tertentu. Orang tua akan memberikan sebuah hadiah, atas apa yang dicapai tersebut. Pun tidak berbicara tentang pencapaian, biasanya dalam hari yang penting jadi media orang tua memberikan hadiah kepada seorang anak.

Pada bulan Ramadan, ada beberapa orang tua yang gunakan media memberikan hadiah, atas pencapaian puasa seorang anak. Boleh jadi, hal tersebut diberikan sebagai daya dorong agar anak memiliki kesadaran akan nilai puasa. Namun pada masa awal-awal seorang anak belajar berpuasa, biasanya hal tersebut menjadi sebuah hal yang cukup membantu.

Boleh jadi cara tersebut hadir pro dan kontra, namun lepas dari pro kontra yang ada, cara orang tua memberikan hadiah, bagi saya tidak lain sebagai bentuk kasih sayang orang tua, agar anak-anaknya dapat memahami sebuah nilai ajaran agama atau kepercayaan. Tidak terlalu banyak anak yang paham dijelaskan dengan sebuah konsep, namun apabila digambarkan dengan cara berbeda seperti aplikasi dari "Jika-Maka" anak boleh jadi dapat paham.

Mungkin itu pendidikan tersebut yang saya dapat, misalnya "jika kamu melakukan puasa, maka pada saat lebaran akan mendapatkan sebuah hadiah". Kata hadiah memiliki nilai tersendiri pada sudut pandang anak, walau tak disebutkan pasti hadiah yang didapat apa, namun kata tersebut bagi seorang anak layaknya sihir.

Akan tetapi pada saat kembang tumbuh anak tersebut, beranjak kepada masa balig. Kegiatan memberikan hadiah, bukan lagi menjadi cara yang baik. Karena cara berpikir anak yang telah mencapai masa balig, tentu memiliki penanganan yang berbeda.

Namun rasanya hal tersebut tidak begitu berlaku pada keluarga kami, memberikan hadiah pada saat lebaran menjadi semacam kebiasaan. Akan tetapi kebiasaan tersebut bersifat tidak tetap, pun pada saat bulan Ramadan selesai, Ayah dan Bunda secara bergantian memberikan kami hadiah. Entah itu hadiah berupa barang, atau pun berupa uang dengan nominal tertentu. Berapa pun jumlah yang diberikan, ya tentu diterima.

Dalam ingatan saya, Ramadan terakhir bersama Ayah adalah pada tahun 2014. Ya, pada saat dua hari setelah lebaran, kebiasaan keluarga kami berkumpul sambil berbicara semi formal antar anggota keluarga, biasanya di forum ini pula Ayah dan Bunda memberikan wejangan kepada anak-anaknya.

Sependek ingatan saya, pada tahun itu Ayah melakukan hal yang berbeda dari biasanya. Karena entah dari mana, Ayah mendapatkan uang berlebih pada tahun itu, dan pada tahun tersebut Ayah memberikan hadiah kepada anak-anaknya sejumlah uang. Namun sebelum itu, Ayah bertanya terlebih dahulu berapa juz yang telah diselesaikan pada bulan Ramadan tersebut. Bagi saya pribadi, hal tersebut tidak seperti biasanya.

Bahkan setelah itu, Ayah menyampaikan sebuah penggalan ayat Al-Qur'an yang membuat mata Ayah mencair. Dalam ingatan saya, Ayah menyampaikan bahwa, "Kematian adalah jembatan seorang hamba untuk sampai kepada Tuhan". Ayah mengatakan bahwa, ketika membaca ayat tersebut, entah mengapa Ayah menangis berulang kali, setiap kali diulang dari ayat sebelumnya, Ayah utarakan bahwa hal tersebut masih tetap terulang.

Setelah menyampaikan penggalan ayat tersebut, tak satu pun dari kami berbicara. Sangat jarang kami melihat mata Ayah mencair begitu deras, dalam pandangan saya dan saudara-saudara, Ayah seperti sosok yang sangat tegas dan keras. Namun pada malam itu, semuanya runtuh. Kami melihat sosok Ayah yang lembut, dan terlihat begitu pasrah dan tinggi dalam tawakal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun