Mohon tunggu...
FAWER FULL FANDER SIHITE
FAWER FULL FANDER SIHITE Mohon Tunggu... Penulis - Master of Arts in Peace Studies
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tidak cukup hanya sekedar tradisi lisan, tetapi mari kita sama-sama menghidupi tradisi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Intolerasi sebagai Alat Politik di Indonesia

18 April 2021   21:17 Diperbarui: 18 April 2021   21:43 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Foto ilustrasi dari diakonia.id

Opini: Seorang sejarawan dan penulis asal Finlandia-Amerika yang bernama Max Isaac Dimont berpendapat toleransi adalah sikap untuk mengakui perdamaian dan tidak menyimpan dari norma-norma yang diakui dan berlaku. Toleransi juga diartikan sebagai sikap menghormati dan menghargai setiap tindakan orang lain.

Sedangkan Intoleransi pada umumnya dipahami sebuah paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi yaitu perasaan empati kepada orang atau kelompok lain yang berasal dari kelompok, golongan, atau latar belakang yang berbeda.

Secara diksi kita sudah dapat memahami dengan jelas perbedaan antara tolerasi dan intolerasi. Namun pada perjalanannya intolerasi dipergunakan sebagai alat politik? intolerasi tak lagi hanya sekedar paham atau pemikiran individu namun sudah menjadi virus baru ditengah masyarakat, yang dicurigai salah satu penyebarannnya melalui politik.

Meskipun mengalami pro dan kontra, karena politik secara etimologinya diartikan sebagai 'tata kota/menata negara', kondisi saat ini politik lebih dekat pada 'perebutan kekuasaan/kepentingan'.

Di Indonesia dengan beragam suku, agam, ras dan golongan idealnya akan menjadi kebanggaan dan kebesaran bagi bangsa Indonesia dimata dunia, tetapi yang terjadi saat ini sering sekali keberagaman diperalat menjadi pemecah belah. Menghalalkan segala macam cara untuk meraih kepenting politiknya.

POLITIK INTOLERASI

Hapir 15 tahun belakangan ini, isu intolerasi di Indonesia seperti tumbuh tanpa halangan. Pendekatan agama, ras, suku dan golongan selalu hadir disetiap perhelatan politik, mulai dari kabupaten/kota, provinsi hingga di pemilihan presiden dan wakil presiden.

Memilih karena alasan agama, suku, ras dan golongan seakan biasa dan harus, sehingga yang tidak mengikuti polarisasi itu akan dianggap keluar dari kebiasaan atau bahkan yang lebih parah lagi dianggap salah dan dikucilkan.

Bagi yang mayoritas di lokasi pemilihan itu pasti akan sangat diuntungkan, tetapi bagi yang minoritas akan mendapat malapetaka. Sehingga 'politik uang' pun akan semakin kuat agar mendapat pertimbangan bagi si pemilik suara.

Sehingga bisa kita lihat penentuan keterpilihan seseorang di daerah pemilihan itu bukan kapasitas atau kredebilitasnya tetapi lebih kepada dia agama apa, suku apa, ras apa, dan golongan apa atau dia punya uang berapa?.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu jawabannya karena intolerasi digunakan sebagai alat politik untuk meraih kekuasaanya, dengan menjual isu agama, suku, ras dan golongan akan lebih mudah untuk mempengaruhi seseorang, sehingga mengabaikan kebesaran bangsa kita sebagai bangsa yang homogen/plural.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun