Di negara +62 ini sangat sering kita melihat mereka yang mengemis di pinggaran jalan raya, di lampu-lampu merah persimpangan, dengan beralaskan kertas koran seadanya dengan kondisi fisik yang kurang baik.
Mereka duduk sambil membuat "bakul" tempat uangnya, berharap kepada semua pengguna jalan yang lewat dapat memberikan sedikit dari uang mereka.
Ada yang ikhlas memberi, ada yang berharap imbalan, bahkan lebih parah lagi tidak memberi tetapi menghina-hina mereka. Dasar orang malas, dasar berpura-pura, dasar sampah masyarakat, dan lainnya.
Ujaran hinaan ini masih sering kita dapati, ditengah absenya kehadiran negara kepada mereka, malah yang mereka dapatkan hinaan dan cacian.
Citra mereka sebagai peminta-minta semakin tergerus, akibat orang-orang yang sehat jasmani namun cacat secara moralitas, mulai berpikir lebih enaklah aku menjadi pengemis daripada bekerja setiap harinya.
Kalau aku jadi pengemis, tinggal pura-pura sakit dan buat "baskom-baskom" di depanku, uang pun datang sendiri. Sejak itulah tanggapan negatif semakin bermunculkan hingga berujung hinaan.
Sebagai sebuah negara, harus memperhatikan mereka yang menyatakan disi sebagai pengemis, mereka harus tetapi dipelihara oleh negara, mereka harus dibantu oleh negara.
Sesungguhnya tidak ada yang menginginkan menjadi pengemis sejak ia dilahirkan ke dunia. Oleh karena itu Stop menghina para pengemis.
Penulis:
Fawer Full Fander Sihite