Mohon tunggu...
Money

Analisis Good Company-Bad Stocks: MNCN

20 Desember 2017   23:39 Diperbarui: 20 Desember 2017   23:51 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Analisis Good Company -- Bad Stock: PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN)

PT Media Nusantara Citra Tbk, atau lebih dikenal dengan sebutan MNC merupakan sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang media dan telekomunikasi. MNC didirikan pada tanggal 17 Juni 1997, dan kemudian melakukan pencatatan saham pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 Juni 2007, dengan kode emiten 'MNCN'. MNC merupakan sebuah perusahaan yang mengoperasikan 4 dari 11 stasiun televisi di Indonesia, yaitu stasiun televisi RCTI, MNCTV, GTV, dan iNewsTV. Selain itu, MNC juga mengoperasikan 22 channel pada televisi berlangganan yang dimiliki oleh MNC, yaitu MNC Channel. Selain televisi, MNC juga memiliki sarana media lain yaitu radio, media cetak, talent management, serta perusahaan produksi televisi yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan inti usaha dari MNC.

Pemilihan MNC sebagai perusahaan dengan kategori good company-bad stock dikarenakan perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik, namun diikuti dengan harga atau reputasi saham perusahaan yang menurun atau dapat dikatakan saham tersebut memiliki saham yang undervalue. Untuk mengetahui bahwa perusahaan MNC merupakan sebuah perusahaan yang termasuk ke dalam good company-bad stock, maka akan dilakukan beberapa analisis, yang dimulai dari analisis makro ekonomi, analisis industri, hingga analisis mikro perusahaan atau analisis langsung mengenai kinerja keuangan dan kinerja saham perusahaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada kuartal ketiga tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tingkat 5.06%, dimana mengalami peningkatan dibandingkan dengan kuartal pertama dan kedua tahun 2017 yang meningkat sebesar 5.01%. Walaupun pertumbuhan perekonomian pada kuartal ketiga tersebut masih berada di bawah proyeksi pemerintah dan Bank Indonesia, yang sebelumnya memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 5.2% sampai 5.4% pada kuartal ketiga di tahun 2017 ini.

Pertumbuhan ekonomi nasional ini didukung dengan adanya beberapa faktor, seperti harga dari komoditas non-migas, dan migas mengalami kenaikan harga. Ekspor yang dilakukan Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 10.44% jika dibandingkan dengan tahun 2016. Hal tersebut juga diikuti dengan adanya realisasi belanja pemerintah yang meningkat sebesar Rp 2,133 triliun, meningkat sebesar 50.1 triliun jika dibandingkan dengan realisasi belanja pemerintah pada tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi nasional ini juga diikuti dengan adanya pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 5% (YoY), yang kemudian pada kuartal ketiga di tahun 2017 meningkat menjadi sebesar 5.1% (YoY) dikarenakan alasan yang sama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu adanya pertumbuhan ekspor serta kenaikan investasi yang semakin baik.

Selain faktor dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi nasional juga tidak lepas dengan adanya pertumbuhan perbaikan ekonomi negara lain pada kuartal ketiga tahun 2017 yang menjadi mitra dagang utama Indonesia, seperti negara China yang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6.8%, dan Singapore sebesar 4.6%. Tingkat pertumbuhan PDB riil diharapkan meningkat hingga 5.3% di tahun 2018 dikarenakan adanya dukungan dari perekonomian global dan juga kondisi perekonomian domestik karena dianggap sebagai reformasi perekonomian yang berlanjut diharapkan masih terus memberikan dampak terhadap perekonomian. Tingkat perekonomian nasional juga diharapakan ikut bertambah di kuartal empat tahun 2017.

  • Analisis Industri

MNC merupakan perusahaan yang berada pada sektor industri media dan telekomunikasi, dan memiliki inti bisnis yang berada pada jaringan televisi. Perkembangan zaman yang akan selalu diikuti oleh perkembangan teknologi akan memiliki dampak terhadap sektor industri media dan telekomunikasi. Menurut PwC Indonesia, pendapatan yang diberikan dari industri media dan hiburan di Indonesia dapat mencapai US$8.17 miliar di tahun 2017, dengan dominasi dari media televisi adalah sebanyak 53.8%. Keyakinan tersebut didasari oleh adanya keyakinan bahwa televisi merupakan tempat dilakukannya penayangan iklan nomor satu. Pada pertemuan yang dilakukan antara Global Entertainment dan Media Outlook 2012 -- 2021, disebutkan bahwa industri media dan hiburan di Indonesia di tahun 2021 akan memiliki pendapatan yang besar sebanyak 61% yang diperoleh dari iklan, dan sisanya berasal dari akses dan juga konsumen.

Peran televisi dalam periklanan Indonesia akan memiliki peningkatan yang signifikan dalam waktu lima tahun mendatang. Hal tersebut juga dipercaya karena masih terdapat para penonton televisi yang merupakan masyarakat yang berada di kelas menengah dan bawah, sehingga strategi iklan yang dilakukan pada media televisi dapat digunakan produk untuk menjangkau seluruh bagian masyarakat. Sedangkan industri media cetak yang memiliki kontribusi sebesar 28.4% pada pendapatan Indonesia di tahun 2016, diprediksi pada 2021 akan memiliki kontribusi yang menurun menjadi 20.4%. Tetapi, penurunan kontribusi pendapatan pada industri media cetak diharapkan tidak memiliki dampak apapun terhadap perusahaan dikarenakan perusahaan yang berada pada industri tersebut, perusahaan sudah dilengkapi dengan media online.

  • Analisis Mikro Perusahaan (Laporan Keuangan)

Untuk melakukan analisis pada mikro perusahaan dapat dilakukan dengan cara melihat beberapa rasio keuangan yang tertera pada laporan tahunan atau laporan keuangan masing-masing perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis mikro perusahaan adalah Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Asset (ROA),dan Return on Equity (ROE). Sebelum menganalisis rasio keuangan tersebut, sebuah emiten dapat dilihat mengalami undervalue apabila harga saham pada hari tersebut berada di bawah nilai wajar, yang selanjutnya untuk emiten MNC mengalami undervalue akan dibahas pada tabel di bawah ini:

Dari seluruh perusahaan yang berada pada sub sektor advertising, printing, dan media terdapat 9 perusahaan yang memiliki harga saham undervalue,termasuk harga saham dari perusahaan MNC dimana harga saham MNC per 18 Desember 2017 berada di level Rp 1,255 di bawah nilai wajar sebesar Rp 1,483. Selain itu, PBV perusahaan MNC juga berada di bawah PBV sub sektor industrinya. Dari kedua hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa saham mengalami undervalue atau bad stock. Pemilihan perusahaan MNC yang dinilai sebagai good company juga dapat dilihat dari rasio keuangannya yang berupa DAR, DER, ROA, dan ROE.

Berikut adalah penjelasan mengenai kinerja keuangan berdasarkan rasio yang berada pada laporan keuangan di akhir tahun 2016:

  • Debt to Asset Ratio (DAR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun