Mohon tunggu...
Fatikhur Rafi
Fatikhur Rafi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Indonesia Bukan Dinonesia

1 Oktober 2018   00:11 Diperbarui: 1 Oktober 2018   00:15 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

            Dua ekor dinosaurus sedang melakukan penjelajahan demi menemukan tanah surge, yang terdapat bahan melimpah padanya. Hingga mereka diba pada suatu wilayah.

            Dino Kecil        : "Pah, Dino jadi bisa makan bebas lagi."

            Ayah Dino        : "Haha, memang anak Ayah, pikirannya makan terus. Tapi ingat ya Nak, anugerah bukan hanya untuk dimanfaatkan, tapi juga disyukuri dengan berbagi pada penerus kita."

            Dino Kecil        : "Siap Pah. Oh iya pah, rumah kita ini kita namain apa ya Pah?"

            Ayah Dino        : "Anak Papah pinter. Hmm, Karena kamu udah niatin untuk memberi manfaat kepada para penerus kita, kita ambil dari namamu aja ya Nak, kita namakan daerah ini, Dinonesia, agar mereka teringat untuk terus memberi manfaat dengan mendengar namamu."

            Dino Kecil        : "Siip pah, semoga begitu, kalua enggak, malu sama Dino."

Ini sebuah cerita? Benar ini cerita, tapi cerita bukan sekedar cerita bila kita ambil manfaatnya.

Kekayaan alam Indonesia memang layak untuk dibanggakan, tapi sebagai bangsa tidak seharusnya kita berbangga diri. Kelebihan ini bisa menjadi nilai positif bila kita sikapi dengan bijak, namun bisa juga justru menjadi boomerang bila kita tidak memiliki kadar kebijaksanaan yang cukup dalam menerima. Karena faktanya, segala kelimpahan yang dianugerahkan ke tanah kita ini seolah membuat kita terlena. 

Merasa aman dengan segala kelebihan kita, tanpa menyadari bila jumlah itu taklah cukup banyak untuk persediaan seumur hidup. Bila Si Dino saja punya kesadaran demikian masa sih kita tidak cukup sadar? Kita sudah terbiasa memanfaatkan alam, berbeda dengan orang-orang di negeri Eropa dan Jepang yang sudah terbiasa dengan alamnya yang 'seadanya' hingga memaksa sisi kreatif mereka keluar untuk mencari solusi.

Menurut pernyataan resmi dari Kementrian ESDM, cadangan minyak Indonesia tersisa 3741,33 juta barel (Kementrian ESDM, 2015) yang hanya cukup untuk 12 tahun kedepan (Artanti, 2016), berlanjut dengan 150.4 tscf gas (Kementrian ESDM, 2015) yang cukup untuk 34 tahun (Artanti, 2016), dan sejumlah 31.357,1 juta ton (2013) (Kementrian ESDM, 2015) tersedia hingga 100 tahun untuk Batubara (Artanti, 2016). Namun setelah pemaparan saya, 100 tahun tampaknya bukan waktu yang panjang. Sebagian dari kita mungkin tidak pernah berpikir bagaimana cara mengatasi masalah pelik ini. Jangankan memikirkannya, terbesit saja tidak di otak kita.

Kebanyakan kita tidak punya mental Dino Kecil yang ingin berterima kasih pada alam dengan memberikan umpan balik. Sebagian besar kita hanya melemparkan solusi pada pemerintah tanpa ada niatan untuk mencoba membantu. Membantu tidak harus muluk-muluk sejatinya, walau hanya dengan perbuatan kecil semacam mematikan listrik saat tidak diperlukan atau sedikit lebih aware untuk tidak menumpuk mobil pribadi dan merakyat di angkutan umum saja sudah lebih dari cukup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun