Mohon tunggu...
Fathur rahman
Fathur rahman Mohon Tunggu... Aktris - Mahasiswa Hubungan Internasional

Bisa, Bisa, Bisa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembentukan Undang-Undang Maritim China Sebagai Kekuatan Gunboat Diplomacy China

2 Desember 2021   20:10 Diperbarui: 2 Desember 2021   21:27 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Diplomacy Gunboat atau dikenal sebagai diplomasi kapal perang. Diplomasi ini mengacu pada sebuah pemahaman dimana suatu negara menggunakan kekuatan militer lautnya, secara tradisional tindakan ini dalam bentuk kapal perang, untuk membombardir, memblokade, atau, memaksa negara lain untuk keseimbangan kekuatan yang lebih rendah untuk mencapai kebijakan luar negerinya. (Barer, 2018, pp. 1-7). 

James Cable menggambarkan diplomasi kapal perang merupakan “penggunaan atau ancaman kekuatan angkatan laut terbatas, selain tujuan untuk tindakan perang, diplomasi kapal perang juga untuk mengamankan keuntungan atau mencegah kerugian, baik dalam melanjutkan sangketa internasional atau melawan negara asing di dalam wilayah tersebut”. Yang berarti dari pertanyaan tersebut diplomasi kapal perang merupakan sebuah tindakan diplomasi pemaksaan atau koersif yang dilakukan untuk mewujudkan kepentingan luar negerinya secara memaksa. Aspek utama dalam diplomasi kapal perang ini yaitu adanya sebuah diplomasi politik karena merupakan perpanjangan dari diplomasi yang sama. Jika tidak ada diplomasi politik yang menyertainya, tidak akan ada diplomasi kapal perang(Ghosh, 2001, pp. 1-2).

Konsep Penggunaan Kapal Perang terbatas merupakan dasar dari konsep politik. Diplomasi kapal perang biasanya dilakukan oleh para negara Adidaya mereka melakukanya untuk mengancam dan mengintimidasi negara-negara kecil lainnya atau disebut juga sebagai imprealis. Namun adapun para ahli berpendapat bahwa Diplomasi Kapal Perang tidak hanya dilakukan oleh negara Adidaya tetapi juga negara kecil atau berkembang lainnya(Ghosh, 2001).

Menurut cable, penggunaan Gunboat Diplomacy atau kapal perang terbagi menjadi 4 bagian yaitu:

  • Definitive force ini merupakan kekuatan definitif. Konsep ini penggunaanya digunakan sebagai senjata oleh strong  yang kuat terhadap weakness yang lemah. Namun arti kuat disini bukan diukur dari skala tingkat potensial kekuatan suatu negara namun kemampuan dalam penggunaan kekuatan yang efektif dan efisien dalam isu untuk mendapatkan Fait Accompli. ini merupakan suatu keadaan dimana telah terjadi sesuatu yang dilakukan oleh sepihak, yang kemudian menghasilkan kondisi dimana keadaan yang tidak dapat ditarik kembali oleh para pembuat kebijakan. Seperti bentuknya pergerakan kekuatan laut guna untuk mencapai tujuan tertentu yang telah buat, yang telah di prediksi resikonya, dan telah dibuat secara final guna mencapai tujuan utama.
  • Purposeful Force merupakan sebuah kekuatan yang dimaksudkan untuk tujuan operasional. Dalam penggunan konsep ini kekuatan militer diperbuat untuk mempengaruhi serta mengetahui reaksi keputusan yang dibuat oleh lawan, yang hasilnya sangat berpengaruh pada suatu reaksi lawan dalam penempatan atau perbuatan kekuatan militer laut tersebut. Serta juga konsep ini dapat digunakan untuk agresi dalam pencegahan sangketa yang dapat menimbulkan suatu eksalasi jika dibiarkan.
  • Catalytic Force merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam militer laut sebagai cara atau alat untuk memberi suatu ruang bagi pembuat kebijakan, disini militer laut dalam keadaan siaga atu bersiap. Yang mana penggunaan ini jika terjadi kondisi dimana sesuatu yang terjadi kapan saja, konsep penggunaanya untuk me detterence atau mencegah keadaan yang tidak diperdiksi atau diinginkan. Salah satu penggunaanya adalah penempatan militer laut pada lokasi-lokasi tertentu yang digunakan sebagai candangan jika kebijakan atau rencana utama gagal.
  • Expressive Force ini adalah konsep yang mana militer laut memiliki sebuah  fungsi untuk ekspresif atau menyalurkan emosi, yang mana kapal perang diperbuat untuk menekan tindakan suatu negara, memberikan sebuah image yang mendukung sebuah peryantaan yang tidak membuat yakin, dan sebagai penyalur emosi pembuat kebijakan. Penggunaan konsep tidak seekstrem penggunaan konsep Purposeful Force namun hanya sebagai aspek representasi sebuah negara untuk menggambarkan diplomasinya(Antonio, 2019).

Salah contoh dari Gunboat Diplomacy atau diplomasi kapal perang ini yaitu Undang-Undang Maritim China sebagai kekuatan untuk Diplomasi Gunboat China. Pembentukan undang-undang yang dilakukan oleh China ini membuat negara internasional khawatir karena rancangan undang-undang maritim ini membuat penjaga panta China bisa menggunakan kekuatan yang mengarah pada diplomasi kapal perang dan membahayakan nyawa serta properti warga negara lain.

China mengesahkan undang-undangnya pada 22 Januari, yang akan berlaku pada 1 Februari, yang memungkinkan pertama kalinya secara tegas menentukan kondisi di mana penjaga pantai China akan diinzikan untuk menggunakan senjata pada kapal asing. Hal ini dikahwatirkan dalam hal potensi undang-undang tersebut unuk meningkatkan risiko insiden dan eskalasi maritim. Pada tahun 2013, Tiongkok membentuk sebuah biro bernama CGG yang menyatukan sebuah lembaga penegak hukum maritim yang sebelumnya terpisah atau yang dikenal sebagai Liman Naga: Pengawasan Laut Tiongkok, CCG, Patroli Maritim Tiongkok, Komando Penegakan Hukum Perikanan Tiongkok dan Administrasi Umum Keepabeanan. CGG direorganisasi menjadi sebuah Pasukan Penjaga Pantai Angkatan Bersenjata Rakyat Tiongkok yang pada tahun 2018. Pasukan ini dibawah kendali Komando Angakatan Polisi Bersenjata Rakyat. Dalam hal ini isu CGG, itu adalah organisasi penegakan hukum maritim yang tidak menangkal bahwa hal itu merupakan sebuah kekuatan militer bahkan di bawah hukum internasional. (Sakamoto, 2021). Juru pembicara Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan bahwa “mengizinkan penjaga pantai untuk menghancurkan struktur ekonomi negara lain dan menggunakan kekuatan dalam membela klaim maritim China pada wilayah yang disengketakan, sangat menyiratkan bahwa undang-undang ini dapat digunakan untuk mengintimidasi tetangga maritim RRT”. (Trung, 2021). Undang-Undang ini jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Yang mana sebagaian banyak negara besar terkena dampak pada Undang-Undang tersebut mereka merasa cemas dan menentang akan Undang-Undang Penjaga Pantai China ini, karena akan memperburuk ketegangan sangketa pada Laut China Selatan dan Timur serta dapat mempengaruhi kepentingan para negara yang terdampak tersebut.

     Dalam pasalnya sendiri Pasal 1 UU CGG menetapkan “Undang-Undang ini dibuat untuk menetapkan norma dan jaminan bagi organisasi CGG dan pegawainya untuk memenuhi tanggung jawab mereka sesuai dengan hukum, untuk melindungi kedaulatan negara, dan untuk menjaga hak-hak kepentingan publik korporasi, dan organisasi lainnya. Namun hal yang  penting dalam Undang-Undang CCG yang baru adalah pasal 83, yang menyatakan “Organisasi CCG akan melaksanakan operasi pertahanan dan misi lainnya sesuai dengan Undang-Undang Pertahanan Negara, Undang-Undang Kepolisian Bersenjata, dan Undang-Undang terkait lainnya, peraturan militer dan perintah dari Komisi Militer pusat.”  Dapat dilihat dari hal diatas tergambar jelas bahwa CCG adalah organisasi dengan fungsi ganda angkatan laut yang melakukan operasi pertahanan di perairan yang berada di bawah yuridiksinya atau kegiatan militer dan lembaga pengeka hukum maritim. (Sakamoto, 2021) Dan juga pada pasal 49 yang mana bahwa anggota CCG dapat menggunakan senjata sesuai dengan hukum jika tidak ada waktu untuk mengeluarkan peringatan atau jika peringatan dapat memicu hasil yang lebih berbahaya. Organisasi menetapkan CGG pada perairan yuridiksi dalam penetapan zona siaga maritim. Organisasi CGG di tingkat biro atau provinsi dapat membentuk sebuah zona siaga sementara maritim di perairan di bawah Yuridiksi Tiongkok dan membatasi atau melarang lintas atau penghentian kapal dan personel jika salah sau dari keaadan berikut yaitu: 1, apabila diperlukan melaksanakan misi keselamatan dan keamanan maritim 2, Dalam hal diperlukan pengedalian kegiatan kriminal ilegal di laut 3, Bila perlu menangani insiden tabrakan laut 4, Bila sebaliknya perlu untuk mengatur zona peringatan maritim ekstra. (Luo, 2021)

Pembentukan Rancangan Undang-Undang CCG ini menimbulkan kekahwatiran serta keprihatinan serius, karena tidak hanya pada negara-negara lain di kawasan tersebut namun juga negara-negara yang di Klaim Tiongkok pada Laut China Selatan seperti Vietnam, Flipina dan negara lainnya yang berada pada kawasan Laut China Selatan. Jika Undang-Undang ini dibiarkan takutnya nanti mengancam kehidupan dan harta benda nelayan pada negara lain serta menghalangi kebebasan navigasi melalui rute pelayaran internasional yang sangat penting. Walaupun Undang-Undang ini serta membatasi personel CGG dalam melakukan tindakan agresif dan juga negara-negara lainnya juga melakukan hal serupa pada penjaga pantai mereka lainnya. Namun CCG atau penjaga pantai yang berasal dari China ini memiliki suatu sejarah perilaku yang cukup agresif yang sulit diatur terhadap nelayan dan kapal negara lain.  seperti terjadi pada nelayan dari Vietnam, yang mana sebuah kapal penjaga pantai china menabrak serta menenggelamkan kapal nelayan yang berasal dari Vietnam. Adapun juga Kapal observasi China Haiyang Dizhi 8 yang beberapa kali melanggar ZEE pada vietnam ketika dikawal kapal coas guard, dan juga membuntuti kapal eksplorasi minyak Malaysia. (Vu, 2020)

China juga telah mengirim kapal penjaga pantainya untuk mendekati Kapulauan Senkaku di Laut China Timur yang mana China menantang Jepang lebih dari 20 kali atas klaim pulau tersebut. Menurut laporan media dari China, penjaga pantai china dilengkapi dengan kapal patroli dengan berat hingga 12.000 ton, yang menjadikan penjaga pantai terbesar di dunia, bahkan lebih besar dari kapal penjelajah kelas Ticonderoga Angkatan Laut AS serta kapal perusak kelas Arleigh Burke. Kapal ini juga dilengkapi persenjataan seperti meriam angkatan laut 76mm H/PJ-26 , serta dua meriam tambahan dan dua meriam antipesawat, yang membuat daya kapal ini sebanding dengan kapal perang.(Vu, 2020)

Kesimpulan

Gunboat Diplomacy atau Diplomasi Kapal Perang merupakan sebuah diplomasi pemaksaan yang dilakukan oleh negara yang didukung dengan penggunaan atau sebuah ancaman dengan kekuatan militer laut. Diplomasi kapal perang menurut cable mempunyai empat macam yaitu; 1) Definitive force merupakan sebuah kekuatan definitf,  2) Purposeful Force merupakan tujuan operasional ,3) Catalytic Force merupakan kekuatan militer sebagai alat, 4) Expressive Force merupakan kekuatan militer laut sebagai penyalur emosi pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun