Mohon tunggu...
Fathimah Zahroo
Fathimah Zahroo Mohon Tunggu... Relawan - Pembelajar yang suka nulis

Manusia memang tak abadi, namun karyanya akan selalu hidup. #Menulislah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasca Kapitalisme Menyeruak, di Sini Rakyat Merana, di Sana Tergelak Tawa

28 Juli 2020   08:56 Diperbarui: 28 Juli 2020   08:55 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Awal mula, tanah diambil alih entah melalui perampasan, pengusiran para petani, pemindahan suku-suku, maupun melalui otoritas negara yang merancang regulasi untuk mengeluarkan massa rakyat dari lahan produktif. 

Lahan-lahan milik masyarakat lambat laun terkena dampak privatisasi perusahaan perusahaan besar. Termasuk kasus yang terjadi di NTT, Kalimantan, dan Maluku. Nampaknya lambat laun kekayaan alam, tanah, dan SDA lainnya akan terkena dampak kapitalisme ini, tinggal menunggu waktu dan giliran saja.

Mirisnya adalah, seringkali keberpihakan pemerintah atau pejabat setempat yang condong kepada aktor swasta atau kaum elit itu sendiri. Misalnya, "membatasi otonomi desa dengan mengalihkan wewenang membuka hutan di tanah terlantar dari kepala desa ke pejabat pemerintah" (Furnivall, 2009: 193). 

Di bawah pengawasan ordonansi ini, penduduk tidak bisa lagi membuka lahan-lahan garapan sembarangan. Peraturan ini menjadi salah satu tonggak penting penciptaan proletariat. 

Bagaimanapun, tanpa lahan, kaum tani tidak bisa lagi menjadi petani. Para petani kemudian hanya bisa menjadi pekerja upahan. Lahan yang sudah diambil oleh pemerintah kemudian akan dengan mudah mereka manfaatkan untuk kepentingan lain yang rakyat pun tidak tau menau apalagi mereka yang notabennya adalah kalangan bawah.

Kemudian, kita juga bisa melihat bagaimana sempat trandingnya hastag #JogjaOradiDol di twitter beberapa waktu lalu. Hal tersebut menjadi keprihatinan warga jogja terhadap merebaknya pembangunan hotel dan mall di sana. Lahan yang tadinya digunakan bersama oleh warga, disulap menjadi kawasan perhotelan dan Mall. Kondisi tersebut yang kemudian menjadikan Warga Jogja seperti hidup tidak nyaman dan bukan di negeri sendiri. Semua dirampas oleh kepentingan kapitalis.

Hal serupa juga terjadi di ibu kota Jakarta. Permasalahan banjir dari tahun ke tahun yang menjadi fokus pemprov Jakarta tak kunjung usai. Hal pokok yang menjadi salah satu akar permasalahan adalah dimana minimnya daerah resapan. 

Kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan justru dibangun dengan Mall dan gedung pencakar langit. Namun apa yang terjadi? Rakyat-rakyat miskin di belantaran sungai di gusur paksa guna pencegahan banjir. 

Padahal, pembangunan gedung serta perhotelan nan tinggi juga yang harus ikut bertanggung jawab. Namun siapa peduli? Mereka para elit kapitalis yang dengan mudah dapat berbuat semau mereka agar kepentingannya dapat berjalan mulus.

Perampasan tanah dan penggusuran rakyat menjadi hal yang nampak lumrah di era ini. Banyak kasus yang terjadi selain hal-hal yang sudah disebutkan di atas. 

Kapitalisme bagai monster yang siap memangsa siapa saja yang ada di depannya. Rakyat miskin dan kalangan bawah hanya melongo dibuatnya. Mereka tak dapat melakukan apapun kecuali dengan suara suara mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun