Mohon tunggu...
Farid Mardin
Farid Mardin Mohon Tunggu... -

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mobil Listrik

17 Juli 2012   06:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:53 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342703615622198796

Membaca berita kemarin tentang mobil listrik yang digunakan oleh Pak Dahlan Iskan dari Depok ke Jakarta, saya jadi ingat dulu waktu kuliah S1, ketika dalam perkuliahan dosen bertanya mana yang lebih murah kompor biayanya listrik atau kompor gas. Ada yang menjawab kompor listrik dan ada juga yang menjawab kompor gas. Alasannya macam-macam . Saya juga menjawab yang murah kompor gas, bukan karena tahu hitung-hitungannya, alasan saya simpel saja karena saat itu lebih banyak yg menggunakan kompor gas dibanding kompor listrik , menurut saya pasti karena kompor gas lebih murah. Dan memang benar kompor gas lebih murah. Kejadian itu terjadi beberapa puluh tahun lalu, dan saat itu kemungkinan mobil listrik masih dalam tahap riset dan develepoment. Ketika kemarin membaca berita tentang mobil listrik yang dicoba oleh Pak Dahlan iskan, saya mendapat informasi bahwa mobil listrik yang digunakan oleh Pak Dahlan Iskan lebih murah karena dengan konsumsi listrik 1 kWh, bisa menempuh jarak sekitar 7-8 km. Bila menggunakan harga listrik per non-subsidi sebesar  Rp. 1.100 per kWh, maka per km hanya butuh biaya sekitar Rp. 150. Bila menggunakan listrik dengan harga subsidi, maka biayanya hanya sekitar Rp. 100 per km. Dibandingkan dengan mobil yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM), dengan konsumsi BBM sebesar 1 liter per 15 km, dan harga BBM adalah Rp.4.500 per km, maka biaya per km setara dengan Rp.300, sekitar 2-3 kali lebih mahal dibanding mobil listrik. Itu ditinjau dari biaya, dan sebenarnya masih banyak lagi keuntungan mobil listrik dibanding mobil BBM, terutama masalah polusi. Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah di Indonesia sudah layak menggunakan mobil listrik dalam skala massal. Ditinjau dari keuntungan mobil lsitrik dibanding mobil konevsnional memang selayaknya untuk city car, mobil listrik layak dipromosikan. Tapi dari segi ketersediaan supply listrik, tentu hal ini bisa menjadi masalah. Sebagaimana kita ketahui, dalam beberapa tahun ini pasokan listrik kita sering tidak bisa memenuhi permintaan, bahkan beberapa tahun lalu banyak perusahaan asing yang merelokasi pabrik mereka dari Indonesia ke negara-negara tetangga karena tidak ada jaminan pasokan listrik untuk menjalankan pabrik mereka. Penggunaan mobil listrik di Jepang sudah lebih populer dibanding di Indonesia, banyak warga kota yang sudah menggunakan mobil listrik untuk sarana transportasi sehari-hari. Harga BBM di Jepang saat ini sekitar 135 Yen Jepang per liter, artinya konsumsi BBM adalah 1 liter per 15 km, maka per km biaya yang dibutuhkan adalah 9 Yen Jepang. Sementara bila menggunakan listrik, saat ini harga listrik rumah tangga sekitar 20 yen per kWh. Dengan konsumsi listrik 1 kWh per 8 km, maka per km dibutuhkan biaya sekitar 2,5 Yen Jepang, jauh lebih murah dibandingkan mobil BBM. Namun saat ini, penggunaan mobil listrik di Jepang dihadapkan kepada masalah pasokin energi listrik yang terbatas sejak pemerintah Jepang memutuskan untuk menutup semua PLTN yang memasok sekitar 30% kebutuhan listrik nasional. Biaya listrik yang dihasilkan oleh PLTN tentu sangat jauh lebih murah dibanding PLTG dan PLTU. Dengan ditutupnya semua PLTN di Jepang, selain pasokan listrik berkurang, juga biaya pembangkitan listrik akan meningkat dibanding biaya pembangkitan yang selama ini sepertiganya dihasilkan oleh PLTN yang lebih murah. Bila di Jepang, penggunaan mobil listrik mengahdapi masalah pasokan dan harga listrik yang meningkat, maka apakah di Indonesia yang selama ini masih kekurangan pasokan listrik secara nasional juga akan mengahdapi masalah yang sama bila kebijakan penggunaan mobil listrik massal diterapkan. Belum lagi infrastruktur penunjang mobil listrik tentu perlu dipersiapkan dengan baik, setelah selama ini kebijakan penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) juga belum bisa diterapkan secara optimal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun