Mohon tunggu...
Farhan Karunia Pardana
Farhan Karunia Pardana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga Jurusan Antropologi

Saat ini sedang menempuh kuliah di Universitas Airlangga Jurusan Antropologi, Semester 4.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontrak Budak Artis Agensi Entertaintment Korea Selatan Ditinjau Menggunakan Teori Fungsionalisme

30 November 2022   02:53 Diperbarui: 30 November 2022   02:57 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

K-pop merupakan salah satu sub-genre musik pop yang berasal dari negara Korea Selatan, sub-genre musik ini pada akhirnya berkembang tidak hanya menjadi genre musik, tetapi K-Pop sudah berkembang menjadi salah satu budaya di Korea Selatan, mulai dari (tentunya) musik, makanan, fashion, sampai dengan kebudayaan. 

Dunia K-Pop tentunya tidak lepas dari artis-artis yang menyanyikan dan menarikan lagu-lagu K-Pop, sebut saja yang paling terkenal seperti BTS (Bangtan Sonyeondan), BLACKPINK, SNSD, Super Junior dan banyak lagi, tetapi di balik ramahnya para artis di depan layar kaca, indahnya dunia entertainment K-Pop, dan ketenaran yang menggoda, ada banyak sisi gelap dari dunia entertaintment Korea Selatan, salah satunya adalah Slave Contracts atau kontrak budak.

Kontrak budak biasanya diasosiasikan dengan kontrak yang ditandatangani oleh artis K-Pop saat masuk ke dalam agensi entertaintment. Tapi kontrak apa yang bisa disebut sebagai kontrak budak?  

Kontrak budak adalah kontrak yang isi perjanjian kontraknya menguntungkan satu pihak saja, biasanya pihak yang diuntungkan tentu saja adalah agensi nya dan yang dirugikan adalah artis yang menandatangani kontrak tersebut. Kenapa artis menandatangani kontrak tersebut? Dikarenakan sistem perekrutan talent artis di Korea yang cukup unik. 

Para scouter talent akan mencari orang orang yang menurut mereka cocok dijadikan artis, setelah mereka mendapatkan kontak orang yang mereka incar, mereka akan terus mempersuasi orang tersebut untuk masuk ke agensi mereka, setelah masuk , talent ini akan diberikan segala kebutuhan di awal mulai dari tempat tinggal, makan, tempat latiha, pelatihan bernyanyi, pelatihan bernyanyi, dan lain lain. 

Setelah mereka debut sebagai artis, mereka harus mentandatangani kontrak yang berisi perjanjian untuk membayar hutang perusahaan karena dahulu sudah memberikan mereka kebutuhan awal mereka menjadi trainee, jadi mau tidak mau, mereka harus mentandatangani ’kontrak budak’ tersebut, biasanya cara membayar hutang mereka ini dengan memberikan seluruh penghasilan mereka kepada agensi tempat mereka bernaung. 

Disinilah ketidakadilan terjadi, agensi tidak punya kewajiban untuk secara transparan memberitahu berapa hutang yang dimiliki oleh artis mereka sendiri yang biasa disebut BEP (Break-even Point) dimana artis tidak dapat mengetahui berapa hutang yang mereka miliki dan berapa pendapatan yang mereka hasilkan. (Padget, 2017)

Bila kita tinjau menggunakan ilmu Antropologi, kita bisa menghubungkan fenomena ini dengan teori fungsionalisme. Teori Fungsionalisme mengajarkan bahwa secara teknis masyarakat dapat dipahami denan melihat sifatnya sebagai suatu analisis sistem sosial, dan subsistem sosial, dengan pandangan bahwa masyarakat pada hakekatnya tersusun kepada bagian-bagian secara struktural, dimana dalam masyarakat ini terdapat berbagai sistem sistem dan faktor faktor yang satu sama lain mempunyai peran dan fungsinya masing masing, saling berfungsi, dan mendukung dengan tujuan agar masyarakat dapat terus bereksistensi, dimana tidak ada satu bagian pun dalam masyarakat yang dapat dimengerti tanpa mengikutsertakan bagian yang lain, dan jika salah satu bagian masyarakat yang berubah akan terjadi gesekan gesekan ke bagian lain didalam masyarakat ini.

Pada dasarnya, agensi dan artis ini memiliki simbiosis mutualisme, agensi memerlukan artis mereka dalam rangka mencari profit dan investasi sedangkan bagi artis, mereka akan mendapatkan ketenaran, profit, dan juga skill yang berkembang, tetapi menurut teori fungsionalisme, bila ada dari kelompok masyarakat ini yang sedikit ’melenceng’ maka akan timbul gesekan gesekan antar kelompok, inilah yang dilakukan agensi dengan cara slave contracts, mereka mempergunakan artis mereka hanya sebagai alat, tidak memanusiakan manusia dan tidak mengindahkan hak asasi manusia.

Setiap orang pasti memiliki tujuan dalam hidup ini, selain itu kita hidup di dunia pasti memiliki peran dan fungsi nya masing-masing, selama kita melakukan kebaikan, niscaya tidak akan timbul gesekan-gesekan didalam kelompok masyarakat yang dapa menyebabkan konflik.

REFERENSI:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun