Mohon tunggu...
Faren Reinhard Mandagi
Faren Reinhard Mandagi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Enjoy

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film "Seaspiracy"

1 Desember 2021   11:25 Diperbarui: 1 Desember 2021   11:28 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Seaspiracy merupakan film dokumenter yang dirilis pada tahun 2021. Melalui film ini kita akan diajak untuk menyelami sisi gelap dan kejam dari ikan yang selama ini kita makan. Kita juga akan melihat kehancuran ekosistem laut yang disebabkan oleh industri perikanan global serta perannya dalam memicu populasi plastik di lautan.

Film ini diawali dengan  seorang pemuda bernama Ali yang menceritakan kecintaannya terhadap lautan. Baginya lautan bagaikan dunia baru yang dipenuhi oleh keindahan yang sangat melimpah. Dengan kecintaannya itu, pada usia yang ke 22 tahun Ali memutuskan untuk membuat sebuah film dokumenter tentang betapa indahnya lautan. Ali Menganggap bahwa lautan adalah sumber inspirasi terbaiknya yang tidak dapat dirusak oleh siapa pun.

Namun semuanya berubah saat proyek film dokumenter ini dimulai. Begitu banyak plastik yang memenuhi setiap ujung lautan dunia yang akhirnya semua itu akan terurai menjadi potongan kecil yang dinamakan mikro plastik. Semua mikro plastik itu akan meresap ke setiap makhluk hidup yang ada di lautan. Jadi, di saat kita sedang lahap memakan ikan, di saat bersamaan kita juga sedang lahap memakan jutaan mikro plastik yang terkandung di dalamnya.

Dan yang lebih memprihatinkan adalah banyak  ikan paus dan lumba-lumba yang mati terdampar  dengan perut yang dipenuhi oleh sampah. Artinya, saat kita membuang sampah sembarangan, secara tidak langsung kita ikut berperan dalam kepunahan ikan paus dan lumba-lumba. Perlu kita ketahui ikan paus dan lumba-lumba memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan. Paus dan lumba-lumba bernafas ke permukaan. Mereka akan menimbulkan tumbuhan laut kecil yang disebut phytoplankton yang mana phytoplankton ini akan menyerap karbon dioksida dan menghasilkan hingga 80 persen oksigen yang kita hirup di bumi. Jadi jelas mengapa pentingnya bagi kita untuk menjaga keberlangsungan hidup dari paus dan lumba-lumba.

Karena keprihatinannya itu Ali selalu aktif membersihkan sampah yang berserakan di pantai. Ia selalu berambisi untuk bisa menghentikan bencana plastik yang saat ini terjadi. Namun membersihkan pantai saja tidak cukup untuk menjaga paus dan lumba-lumba. Di saat seluruh dunia mengecam pemburuan paus dan lumba-lumba, pemerintah Jepang justru membiarkan warganya untuk melakukan pemburuan yang menyebabkan 700 paus dan lumba-lumba harus mati setiap tahunnya.

Ali sangat merasa penasaran dengan hal itu, kemudian ia berencana untuk mendatangi tempat itu. Setelah mempersiapkan semuanya, Ia pun pergi ke sebuah tempat bernama Taiji. Di sana dia dihadapkan dengan keadaan yang sangat mengerikan. Semua polisi, penjaga pantai, dan orang-orang di sana sangat mengawasi mereka yang membuat Ali harus sangat berhati-hati. Bahkan ia harus sembunyi-sembunyi untuk mengambil gambar.

Berkat kedatangannya ke Taiji, Ali mengetahui sebuah fakta bahwa tujuan mereka membantai paus dan lumba-lumba adalah karena mereka menganggap bahwa ikan itu terlalu banyak memakan ikan kecil. Untuk memastikan kebenaran dari fakta itu Ali mengunjungi sebuah pelabuhan yang tidak jauh dari lokasinya saat ini. Sesampainya di sana, Ali justru semakin heran karena pelabuhan itu merupakan industri ikan tuna. Setiap harinya ribuan ikan tuna ditangkap di sana. Mereka berusaha untuk mengkambinghitamkan ikan paus dan lumba-lumba. Dan ternyata bukan hanya tuna yang mereka tangkap, mereka juga menangkap ikan hiu yang tentu saja apa yang mereka lakukan membuat ikan hiu semakin terancam punah. Perlu kita ketahui bahwa ikan hiu dapat menjaga lautan menjadi tetap sehat. Hiu menjaga ikan dan terumbu karang untuk tetap hidup.

Setiap produk yang mereka jual memiliki sebuah label bahwa produk yang mereka jual aman dari paus dan lumba-lumba. Dan hebatnya lagi label itu diakui secara internasional. Seakan-akan organisasi yang memberikan label itu buta atau disuruh pura-pura buta yang dan peduli dengan fakta yang sebenarnya.

Selain memburu dan membantai, saat jaring yang mereka gunakan untuk menangkap ikan sudah rusak mereka membuang begitu saja ke lautan yang tentu saja akan semakin memperparah bencana ini karena ternyata menjaring ini justru lebih berbahaya dari plastik yang tersebar di lautan. Bagaimana tidak, sejak awal jaring itu diciptakan, tujuannya untuk membunuh ikan. Hasilnya adalah akan ada banyak sekali ikan yang terperangkap kemudian mati. Selain itu, jaring-jaring ini pun sudah pasti akan membunuh banyak sekali terumbu karang. Bukan hanya satu atau dua jaring saja yang tersebar di lautan. Jika jaring itu kita gunakan untuk membungkus bumi ini, jaring-jaring itu mampu membungkus bumi sebanyak 500 kali.

Kemudian Ali pun mendatangi sebuah organisasi plastik untuk menemukan solusi dari permasalahan ini. Ia bertanya kepada salah satu petugas di sana dan jawabannya sangat sederhana bahwa solusi dari permasalahan ini adalah berhenti memakan ikan. Lalu Ali bertanya pada CEO dari organisasi itu. Jika memang berhenti memakan ikan adalah solusi mengapa mereka tidak pernah menaruh pesan itu di website mereka. CEO itu malah kebingungan dan berusaha untuk mengelak. Kemudian Ali berpikir bahwa satu-satunya solusi dari permasalahan ini adalah dengan menelusuri aliran dana yang diterima oleh organisasi itu. Tanpa perlu waktu lama, Ali berhasil menemukan fakta bahwa 80 persen atau 30 juta Dolar yang mereka terima berasal dari biaya pembelian lisensi terhadap suatu produk yang akan dijual di pasaran. Akhirnya Ali memutuskan untuk tidak mau percaya lagi dengan lisensi dari organisasi itu.

Faktanya upaya lain untuk mengatur industri perikanan ini juga gagal. Pemerintah telah membentuk sebuah tim untuk mengawasi aktivitas dari penangkap ikan di kapal. Tapi mereka justru malah dibunuh dan dibuang ke lautan. Keith Davis seorang pemantau Amerika Serikat berusia 41 tahun hilang di lepas pantai Peru beberapa tahun saat melakukan pengawasan. Lalu di Papua Nugini 18 pemantau hilang hanya dalam waktu 5 tahun. Kemudian pada tahun 2015 di Fipilina, seorang pemantau bernama Gerlie Alfajora dibunuh di rumahnya sendiri di depan anak-anaknya setelah ia melakukan penangkapan terhadap salah satu penangkap ikan ilegal di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun