Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibadah Jamaah di Tengah Wabah

5 Mei 2020   22:51 Diperbarui: 5 Mei 2020   23:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto. Kegiatan Sholat Jum'at di tengah Pandemi Covid-19. (Foto. Fareh Hariyanto)

Membahas diskursus perihal ibadah tentu kadang tidak akan ada habisnya, utamanya Ibadah dalam Islam dimana terdapat istinbath hukum yang terus bisa digali. Ini penulis alami saat perkuliahan Sosiologi dan Antropologi Hukum Islam, membahas fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menghimbau mengganti sholat jum'at dengan sholat dzuhur saja di tengah wabah Coronavirus Disease (Covid-19).

Meski sejak medio Maret perkuliahan sudah beralih melalui media daring, tentu hal tersebut tidak menutup ruang-ruang diskusi guna bertukar pikiran meski dalam bentuk berlainan. Awalnya tentu butuh waktu adaptasi, sebab perubahan dengan sistem daring membuat gagasan yang harusnya bisa disampaikan secara lugas harus terdistraksi. Baik terkendala jaringan internet maupun kendala waktu karena bersamaan argumen lainnya.

Kembali ke gagasan tulisan ini, himbauan yang di keluarkan MUI untuk mengganti sholat jum'at dengan sholat dzuhur tentu memantik diskusi. Anjuran tersebut dilakukan imbas merebaknya wabah Covid-19 yang merebak di Indonesia tidak terkecuali di Banyuwangi. Pandangan pro dan kontra akan aturan tersebutpun muncul.

Alasannya meski aturan telah dibuat, namun di Banyuwangi tetap ada saja masjid-masjid yang menggelar jamaah sholat jum'at. Sehingga dissenting oppinion yang berkembang menjadikan seolah-olah aturan tersebut hanya berlaku di masjid tertentu saja. Mengingat tidak seluruh masjid di Banyuwangi meniadakan ibadah sholat jum'at.

Istinbath Hukum

Jika dilihat saat ini, kalangan masyarakat muslim yang tetap mengadakan ibadah jamaah sholat jum'at memang masih mempercayakan keputusan tersebut kepada kyai yang berada disekitar lokasi. Meski di Banyuwangi himbauan dari MUI santer beredar, tetap saja hal tersebut tidak berpengaruh lantaran ada Kyai yang memiliki istinbath hukum lain.

Tentu hal tersebut menjadi kajian yang cukup menyita perhatian. Memang tidak dipungkiri jika ada nash-nash hadist yang menjadi latar belakang aturan untuk meniadakan sholat jum'at berjamaah dalam keadaan darurat. Namun sisi kedaruratan macam mana yang bisa diterima, sebab pandangan darurat menurut penulis cukup relatif. 

Kondisi di tengah masyarakat saat ini masih bisa dikatakan darurat namun juga bisa dibilang tidak. Sebab kegiatan peribadatan secara berjamaah dihimbau ditiadakan secara masif, tetapi anjuran untuk ditiadakannya aktifitas lain (red. kegiatan jual beli di pasar) tidak begitu tegas penerapannya.

Ini penulis temui dibanyak pasar yang tersebar di Banyuwangi, hingga tulisan ini dibuat kegiatan jual beli tetap ada dan cendrung mengundang keramaian. Penulis tentu tidak menafikan bagi pedagang larangan jual beli di pasar tentu barkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ada urusan ekonomi yang harus tetap berjalan meski bahaya lain mengancam.

Hal ini tentu menjadi ironi dimana aturan yang dibuat tidak menemukan titik temunya. Sebab aspek kedaruratan dalam ibadah bisa dipertanyakan seandainya kita tidak sholat jamah jum'at tetapi kegiatan lain tetap berlangsung sebagaimana mestinya. Akibat kurang tegasnya peniadaan kegiatan dilain tempat seperti yang diterapkan kepada rumah ibadah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun