Mohon tunggu...
Farah Aliyah Syahidah
Farah Aliyah Syahidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long life learner

Pembelajar yang berkecimpung di dunia psikologi pendidikan, literasi, bisnis dan kerelawanan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahagianya Menjadi Guru BK

24 Mei 2022   20:34 Diperbarui: 24 Mei 2022   20:48 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Assalamu'alaikum. Selamat malam, readers! Sudah lama banget ya ngga update di sini karena banyak yang harus dikerjakan sampai 4 bulan berlalu. Hari ini penulis pengen sharing tentang perjalanan penulis selama jadi guru BK, bisa dibilang behind the scene nya sebenarnya. Semoga apa yang penulis tulis ini bisa memberi manfaat bagi pembaca dan jika dimungkinkan kita bisa mendiskusikan ini.

Bagi banyak orang, pekerjaan menjadi guru itu menyusahkan, apalagi terkait guru honorer. Gaji di bawah UMR, banyak sekali guru-guru yang digaji underpaid, namun overwork. Bahkan beberapa guru gajinya baru cair 3 bulan sekali ada juga yang sampai 6 bulan sekali. Banyak yang bilang, guru itu bukan profesi, menjadi guru itu bukan pekerjaan, tapi ibadah yang harus ikhlas mengabdi.

Belum lagi nanti tiap berjumpa tetangga, rekan, saudara pasti lah muncul pertanyaan, "Masih honorer atau sudah PPPK ya?" penulis sudah berkali-kali mendengar pertanyaan demikian. Rekan-rekan penulis lulusan psikologi juga banyak yang apply kerja ke perusahaan karena mereka bilang gajinya jauh di atas guru, minimal UMR. Bahkan teman-teman di peminatan psikologi sosial, psikologi klinis juga banyak yang beralih kerja diperusahaan dengan alasan realistis, hidup butuh uang.

Tentunya masing-masing orang punya cara pikir berbeda dan makna yang berbeda dalam memandang dunia, begitupun penulis. Penulis yang memasuki usia quarter life crisis ini seringkali merenung setiap hari dan instropeksi diri. Di usia muda ini sebenarnya apa yang perlu penulis lakukan? Apakah lanjut studi? Melanjutkan kerja menjadi guru BK? Mendaftar PNS? Ada banyak sekali pilihan yang bisa penulis ambil. Namun, dari banyak pilihan itu sebenarnya makna apa yang akan penulis dapatkan? Apakah hanya prestise? Harta kekayaan? Jabatan? Nama penting?

Toh, juga awalnya menjadi guru BK bukan cita-cita penulis, bukan keinginan penulis, hal itu bermula karena datangnya tawaran dari dua kepala sekolah (1 SMK dan 1 SMAN) yang membutuhkan guru BK, bahkan beliau-beliau meminang saya sebelum lulus kuliah dan rela mendiskusikan saya, hendak bekerja dimana setelah saya lulus. Kedua, menjadi guru BK adalah hal yang ibu penulis harapkan, meski di awal penulis resah, mengapa harus guru BK? Tapi, alhamdulillah, hingga detik ini penulis tidak menyesal mengambil keputusan ini.

Mengapa penulis tidak menyesali keputusan penulis? Di tempat penulis mengajar, pertama, penulis bertemu dengan kepala sekolah luar biasa, kepala sekolah muda yang inovatif dan kreatif. Beliau adalah salah satu kepala sekolah yang terpilih menjadi kepala sekolah penggerak dan memajukan sekolah kami dalam segala bidang dan sangat peduli dengan banyak hal, beliau pembelajar sejati, meminta kami terus belajar dan bertumbuh, beliau juga memiliki visi misi kuat, tentu saja beliau kompeten dibidangnya karena menyandang gelar magister manajemen. 

Beliau memantau langsung keadaan lingkungan jika ada kesalahan dengan langsung turun tangan, bahkan dibeberapa kasus berat, beliau juga ikut langsung membimbing anak-anak yang bermasalah. Menurut penulis, beliau banyak menginspirasi penulis selama penulis mengajar di sana. Program unggulan kepala sekolah kami yang harus dikerjakan BK adalah program konseling individu, guru BK diwajibkan melakukan konseling individu pada tiap anak, maksimal 1 hari 8 siswa. Tentu saja program ini bermanfaat untuk mengenal kepribadian anak lebih jauh serta menjadi tindakan preventif sebelum terjadi masalah, pun jika terjadi masalah, konseling individu juga akan bermanfaat menjadi tindakan kuratif karena kita telah memiliki rekam jejak anak sebelum terjadi masalah sehingga kita mengetahui intervensi yang tepat pada anak.

Kedua, penulis memiliki tiga rekan kerja di BK yang luar biasa, bukan karena mereka sempurna hingga tidak memiliki kekurangan, tapi seolah-olah Allah telah menakdirkan kita bertemu dan bekerjasama, mengapa? Kita memiliki karakter yang saling melengkapi satu sama lain. Dua rekan penulis adalah sosok extrovert, mereka sosok story teller yang banyak memberikan pengalaman mereka pada anak-anak, salah satunya adalah motivator yang sering keliling provinsi, satunya lagi adalah seorang ibu yang bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga serta banyak menjadi tempat cerita guru lain sehingga peran BK untuk menjaga well-being pengajar juga sedikit demi sedikit tercapai. 

Mereka berdua sangat ramah, mudah akrab dengan orang, meskipun salah satunya tidak pandai dalam urusan administrasi seperti mengurus pemberkasan di BK, namun sosok beliau banyak di undang untuk melatih mental anak-anak seperti mengisi pelatihan kepemimpinan. Rekan saya yang ketiga ini beliau sama seperti saya, kami kurang bisa banyak bersosialisasi dengan orang, dan banyak diam jika di kantor. Kami berbicara seperlunya dan banyak mengamati keadaan sekitar. Namun, kekuatan kami adalah saat bertemu face to face, utamanya saat melakukan konseling individu. Di sana kami banyak mengerahkan kemampuan kami untuk mendegar, refleksi dan berempati. Selain itu juga kami banyak bekerja di bagian administrasi seperti merapikan, input data dan membuat konsep.

Ketiga, penulis bertemu dengan beragam karakter siswa yang unik. Penulis bertemu dengan berbagai siswa dari berbagai budaya karena sekolah kami berbasis boarding school dimana siswa sekolah kami tersebar di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kami belajar budaya baru, bahasa baru, cara bercanda baru. Kami mendengar kisah baru yang berbeda dari kebiasaan kami, kami banyak terinspirasi oleh mimpi-mimpi besar mereka, kedisiplinan mereka (karena sekolah penulis berbasis semi militer), kemauan kuat mereka. Sebuah kebanggaan ditakdirkan untuk mendampingi mereka.

Meski tentu saja ada banyak sekali tantangan selama menjadi guru BK, seperti pekerjaan yang banyak berkaitan dengan administrasi, memiliki toleransi besar terhadap perbedaan karena kami bertemu dengan banyak orang, mendidik anak-anak yang usianya masih remaja, bekerjasama dengan rekan kerja lain seperti perawat klinik, pengasuh bapak-ibu akademi militer, staf seperti tukang kebun, satpam, TU, penjaga kantin, pengaja kopsis dan banyak orang lainnya. Pasti ada hal-hal dimana hari terasa berat atau bosan, tapi dibanding itu, tidak bisa menyangkal, bahwa hari-hari nyaman bekerja lebih banyak. Lebih banyak yang membuat tertawa, lebih banyak yang akhirnya menyulut energi positif dalam diri untuk mengeluarkan ide.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun