Mohon tunggu...
Farah Azka Putri Prabowo
Farah Azka Putri Prabowo Mohon Tunggu... UPN "veteran" Yogyakarta

Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Gen Z Menggunakan Mixing Languange Dalam Berbahasa Sehari-hari

25 April 2025   21:46 Diperbarui: 25 April 2025   21:46 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kini kita telah memasuki Era globalisasi yang mana dapat ditandai dengan maraknya penggunaan gadget dan sosial media di beberapa kalangan. Gen z salah satunya, generasi ini terdiri dari remaja hingga young adult dengan usia 13 tahun hingga 28 tahun. Generasi ini cenderung menggunakan gadget atau ponsel pintar dengan tujuan komunikasi dan hiburan. Survey membuktikan bahwa media sosial yang banyak digunakan di kalangan Gen Z Indonesia adalah WhatsApp (96%), Instagram (91%), YouTube (74%), Line (58%), dan Facebook (37%) (Saputra, 2019).  Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya Gen Z lebih memilih menggunakan berbagai platform media sosial untuk berkomunikasi sehari-hari dengan teman dan orang lain. Saya salah satunya, saya biasa menghabiskan waktu bermain gadget selama 12 jam perhari bahkan lebih. Hal ini saya lakukan karena hampir seluruh aktivitas saya berbasis online seperti, absensi, zoom meeting, hingga menghubungi guru atau dosen terkait matakuliah tersebut. Selain itu, saya juga biasa mengakses sosial media seperti Instagram, X, dan Tiktok sebagai instrumen hiburan saya. Kondisi ini tentu banyak membawa perubahan bagi kehidupan sehari-hari saya dan generasi z lainnya. Kami menjadi lebih sering terpapar informasi-informasi digital yang kadang memerlukan bahasa asing atau kultur negara asing di dalamnya.
Gen Z banyak mengakses film barat hingga aplikasi-aplikasi sosial media yang menampilkan kehidupan artis luar negeri yang kian kali memiliki budaya atau kultur yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. Beberapa artis luar negeri seperti Kim Kardashian, Taylor Swift, dan Justin Bieber menjadi selebriti yang sering berseliweran di laman sosial media gen Z. Gen Z seringkali mengidolakan bahkan meniru beberapa gaya hidup artis-artis berikut. Mulai dari cara berpakaian, Lifestyle, Olahraga, hingga cara berbicara menjadi panutan bagi para gen Z. Hal ini bisa saja memberikan dampak positif baik pun negatif bagi para penganutnya, hal tersebut tentu bergantung pada mental dan kemampuan kognitif masing-masing individu.
Bahasa misalnya, masyarakat indonesia cenderung bisa atau menguasai minimal dua bahasa yaitu bahasa inggris dan bahasa indonesia bahkan multilingual yang mana lebih dari dua bahasa yang dikuasai. Hal tersebut juga terjadi pada gen Z yang mana sering ditemukan fenomena mix bahasa atau bilingual. Gen Z cenderung menggunakan bahasa-bahasa gaul dengan menggabungkan beberapa kosakata bahasa inggris dengan bahasa indonesia.  Kebanyakan dari mereka beralih ke bahasa lain atau menggunakan bahasa campuran dan kata-kata baru yang tidak atau belum pernah ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI seperti kata-kata gaul. Beberapa waktu ini, kata-kata seperti which is, basically, literally, prefer mendadak populer dan jadi 'bahasa gaul anak Jaksel' (Jakarta Selatan). cara penggunaan nya seperti "aku sih prefer beli nasi padang daripada beli siomay", kata prefer pada kalimat tersebut menjelaskan sebuah perbandingan. Bahkan, bahasa gaul ini sering dikaitkan pada satu wilayah yang mana wilayah paling urban yang ada di Jakarta yaitu Jakarta Selatan. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat daerah Jakarta Selatan yang sering menggunakan bahasa inggris dicampur dengan bahasa indonesia dalam menjelaskan suatu hal.
Alasan para gen Z yang menggunakan bahasa mix bahasa ini antara lain ialah melatih kemampuan bahasa inggris milik individu itu sendiri. Mereka merasa dengan menggabungkan kedua bahasa ini menjadikan mereka lebih mudah memahami arti-arti bahasa inggris dan dapat membiasakan pronounciation dari masing-masing kata bahasa inggris ini. Selain itu, ada beberapa sebab yang mengikutinya yang mana merupakan alasan tambahan dan tidak pokok. Alasan pertama ialah ingin terlihat berbeda dan menonjol dibandingkan individu lainnya. Selanjutnya, ialah kebiasaan. Mereka para gen Z yang khususnya tinggal di area Jakarta Selatan terbiasa mendengarkan bahasa-bahasa gaul dengan mixing bahasa di lingkungannya. Ketiga ialah merupakan pelajar luar negeri. Kembalinya para gen Z yang dulunya sempat menempuh sekolah di luar negeri kemudian membawa dampak kepada trend ini. Mereka terbiasa menggunakan mixing bahasa kala menempuh sekolah di luar negeri, maka dari itu kemudian terbawa kepada kebiasaan nya di Indonesia. Terakhir ialah merupakan sebuah kewajaran bagi kalangan gen Z untuk berbicara dengan bahasa yang tercampur-campur seperti itu. Menurut kaidah komunikasi, komunikasi di lakukan berdasarkan penerimaan informasi yang dipahami kedua pihak. Bahasa gaul ini tentu tidak mengubah arti dan tentu dipahami oleh sebagian besar kalangan gen Z.
Fenomena ini kemudian memunculkan alasan kami sebagai gen Z untuk mulai mempelajari bahasa asing. Bila dianalisis menggunakan pendekatan Komunikasi Lintas Budaya, saya mendapatkan data bahwa pertukaran bahasa merupakan hal yang wajar dan menggambarkan bentuk kreativitas gen Z. Jika dilihat dari definisinya, komunikasi lintas budaya merupakan proses pertukaran  budaya melalui proses komunikasi yang mana terjadi pada pihak pemberi dan penerima pesan. Selain itu, komunikasi lintas budaya juga merupakan proses perubahan pencarian dan penemuan makna antara manusia yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Menurut data diperoleh 4 karakteristik komunikasi lintas budaya yaitu :
1. Sensitivitas budaya
Sensivitas budaya dilambangkan dengan kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki harus dimiliki individu lintas budaya, seperti keterbukaan dan kenyamanan.
2. Kecerdasan budaya
Kecerdasan budaya merupakan bagaimana suatu individu menginterpretasikan budaya asing yang dimiliki oleh individu dari daerah lain.
3. Menghormati perbedaan
Seorang individu harus memiliki sifat dasar ini agar pertukaran nilai norma kebudayaan dapat berjalan lancar.
4. Kefasihan budaya
Kefasihan budaya erat kaitannya dengan pengetahuan terkait budaya daerah lain dan sistem komunikasinya.
Sudah seharusnya generasi muda mulai membuka diri dengan perubahan dan perbedaan akan budaya. Namun, generasi muda juga perlu pandai-pandai menyaring budaya mana yang berpengaruh positif dan mana yang berpengaruh negatif terhadap budaya Indonesia. Salah satu solusi terkait adanya perubahan budaya yang dialami oleh gen Z ini ialah kembali belajar budaya dan bahasa asing yang mana menjadi pengaruh bahkan trend bagi generasi muda. Tujuanya ialah agar generasi dapat berkembang dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman. Hal tersebut belum tentu berujung buruk bagi gen Z apabila para orang tua mengawasi serta mengarahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun