Mohon tunggu...
Fara Siti
Fara Siti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa salahsatu universitas di Jepara

Life go on

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karakteristik Peserta Didik SD

4 Desember 2020   16:50 Diperbarui: 4 Desember 2020   16:53 1586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Fara Siti Fatimatuzzahroh

NIM : 191330000482

Kelas : 3 PGSD A2 / UNISNU JEPARA

PENDAHULUAN
Amanah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat. Karakter diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good merupakan metode yang diajarkan dengan menggunakan kemampuan kognitif.
 Menurut Kertajaya (2010: 3), karakter adalah "ciri khas" yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan mesin" yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.
Pendidikan karakter karakter pada siswa Sekolah Dasar masih belum sepenuhnya berhasil, hal ini terbukti dengan munculnya beberapa permasalahan siswa antara lain: (1) perilaku tidak jujur dalam belajar diantaranya menyontek, serta dalam kehidupan sehari-hari seperti mudah berbohong dan bercerita tidak sesuai dengan yang sebenarnya, (2) kurang disiplin antara lain datang terlambat, melanggar tata tertib sekolah, (3) tidak bertanggungjawab antara lain; belum memahami pentingnya tugas yang diberikan seperti tugas piket, pekerjaan rumah dan bertanggungjawab terhadap barang-barang milik pribadi, (4) kurangnya peduli sosial terhadap orang-orang yang membutuhkan, (5) mudah putus asa (karakter kerja keras), (6) belum mandiri dalam belajar maupun dalam aktivitas sehari-hari, (7) rasa ingin tahu kurang, (8) kurang toleransi, misalnya suka mengejek siswa yang berbeda agama, suku sebagai bahan olok-olokan, (9) kurang komunikatif dan bersahabat dengan teman dan masyarakat, (10) kurangnya rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru.
Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan pada mata pelajaran pendidikan agama dan kewarganegaraan atau dalam buku-buku teks, namun perlu implementasi yang jelas dan terstruktur serta sistematis. Perlu adanya kerjasama berbagai pihak dalam mengimplementasikan program tersebut. Lingkungan yang kondusif sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, salah satunya adalah lingkungan sekolah. Bimbingan dan konseling sebagai salah satu bagian penting dalam pendidikan karakter memiliki posisi yang signifikan untuk menangani permasalahan tersebut. Pelayanan bimbingan dan konseling dianggap cukup efektif untuk membantu siswa dalam mengembangkan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada siswa sekolah dasar.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah mengelola program Bimbingan dan Konseling. Terkait dengan kompetensi ini guru bimbingan dan konseling atau konselor mengelola program diantaranya menyusun program, melaksanakan dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling dalam rangka membantu siswa berkembang secara optimal sesuai dengan kebutuhan siswa. Melalui program bimbingan dan konseling berbasis karakter yang diberikan secara terprogram dan berkelanjutan diharapkan dapat membantu internalisasi nilai-nilai karakter pada siswa Sekolah Dasar. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kurikuler maupun ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler terintegrasi dalam mata pelajaran, sedangkan kegaitan ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran. Strategi dalam pendidikan karakter dapar dilakukan melalui sikap-sikap sebagai berikut (a) Keteladanan, (b) Penanaman Kedisiplinan, (c) Pembiasaan, (d) Menciptakan suasana yang  kondusif, dan (e) Integrasi dan internalisasi (Hidayatullah, 2010: 41-52).
Siswa dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga, seorang pendidik dikatakan berkarakter jika ia memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Oleh karena itu diperlukan adanya pengelolaan yang baik dalam pembentukan karakter siswa salah satunya adalah melalui kegiatan bimbingan dan konseling.
PEMBAHASAN
Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani "Charassian" yang berarti "to mark" atau menandai dan memfokuskan   bagaimana   mengaplikasikan   nilai   kebaikan   dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku  jelek  lainnya  dikatakan  orang  berkarakter  jelek.Sebaliknya,  orang  yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah "bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi  pekerti,  perilaku,  personalitas,  sifat,  tabiat,  temperamen,  watak". Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak. Pembentukan karakter anak memang semestinya dilakukan oleh orang tua. Namun, ketika anak berada di sekolah, maka dilakukan oleh guru. Sehubungan dengan perannya sebagai pembentuk karakter anak di sekolah, maka guru dituntut untuk sungguh-sungguh menjalankan peran tersebut, karena salah membentuk karakter anak akan berakibat fatal bagi kehidupan anak.
Menurut Nasution (1993: 44) dalam (Syaiful, 2008: 123) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6-12 tahun adalah usia yang ditandai dengan mulainnya sejarah baru dalam kehidupannya. Peserta didik sekolah dasar merupakan anak yang paling banyak mengalami perubahan  sangat drastis, baik mental maupun fisik. Gerakan gerakan organ tubuh anak juga menjadi lincah dan terarah seiring munculnya keberanian mentalnya.
Pada sekolah dasar dibagi menjadi 2 bagian kelas yaitu kelas atas dan kelas rendah. Pada karakteristik kelas rendah, menurut Notoatmodjo (2012) adalah :
Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
Suka membanding bandingkan dirinya dengan anak yang lain.
Ada masa dimana pesrta didik menghendaki nilai rapor yang baik tanpa mengingat apakah memang pantas atau tidak diberi nilai baik.
Tunduk kepada peraturan peraturan permainan yang ada di dalam lingkungannya.
Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
Sedangkan pada kelas atas, karkteristik peserta didik dibagi menjadi beberapa hal. Diantaranya, (1). Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkret, (2). Realistik, mempunyai rasa ingin tahu dan ingin belajar, (3). Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal baru atau mata pelajaran khusus, (4). Pada umur 11 tahun anak membutuhkan guru / orang orang dewasa lain untuk menyelesakan tugas dan keinginannya, (5). Pada masa ini anak memndang nilai ( angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6). Anak anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama, dalam permainan ini mereka tidak lagi terlalu patuh dengan peraturan tradisional tetapi kadang membuat peraturan sendiri.
Menurut Suparisa (2013), karakteristik anak usia sekolah 6 -12 tahun terbagi menjadi 4 bagian. Terdiri dari :
Fisik/ jasmani
Pertumbuhan lambat dan teratur.
Anak wanita biasanya lebih tinggi dari pada anak laki laki yang seusianya.
Anggota badan memanjang sampai akhir masa ini.
Terdapat pertumbuhan dan gigi pada masa ini.
Fungsi penglihatan normal.
Bagi anak perempuan kadang timbul haid/ menstruasi pada akhir masa ini.
Emosi
Suka berteman, ingin sukses, ingin tahu, bertanggung jawab.
Terhadap tingkah laku dan diri sendiri, mudah cemas jika ada kemalangan didalam keluarga.
Belum ingin tahu terhadap lawan jenis.
Sosial
Senang berada didalam kelompok, berminat dalam permainan bersaing. Mulai menunjukkan sikap pemimpin, penampilan diri, jujur, dalam lebih memilih teman.
Sangat erat dengan teman teman sejenis, laki-laki dan wanita bermain sendiri-sendiri.
Intelektual
Suka bicara dan mengeluarkan pendapat minat besar dalam belajar dan keterampilan, ingin coba-coba , selalu ingin tahu.
Perhatian terhadap sesuatu yang baru.
Menurut Havighurst yang dikutip Desmita (2014: 35) dalam psikologi perkembangan anak usia usia SD meliputi:
Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permaianan dan aktivitas fisik.
Membina hidup sehat.
Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
Belajar membaca , menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir efektif.
Menembangkan kata hati. Moral, dan nilai-nilai.
Mencapai kemandirian pribadi.
Kondisi BK di Sekolah Dasar
Permasalahan BK disekolah dasr muncul ketika Asosi Bimbingan dan Konseling di Indonesia (ABKIN) mengatakan bahwa BK di sekolah dasar belum bisa memiliki panduan program dan pelaksanaan baku. Hal ini dikarenakanperkembangan BK untuk jenjang SD memang masih sangat baru. Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan tentang format pelaksanaan, metode, dan strateginya. Kondisi tersebutlah juga yang menjadi alasan mayoritas SD tidak mempunyai konselor.
Pelaksanaan BK di SD
Menurut Kartadinata (1999: 269- 270),pelaksanaan BK di SD menghendaki adanya keterpaduan aspek-aspek program BK, ketenagaan, teknik pemberian layanan, dan dukungan lingkungan  Keterpaduan program maksudnya adalah program BK hendaknya dimasukkan dalam program  pembelajaran dan program sekolah lainnya.
Hal ini menurut Hartono(2011:77), karena setiap pengetahuan (materi pelajaran) di dalamnya tesirat adanya nilai-nilai. Oleh sebab itu, dalam setiap materi pelajaran di SD dipastikan juga terdapat nilai-nilai layanan BK yaitu pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
BK di SD  dilaksanakan sejalan dengan kegiatan belajar mengajar (KBM), di luar KBM dan saling melengkapi dengan program serta kegiatan sekolah. Meskipun demikian, prioritas utama layanan BK di SD adalah pada pembentukan lingkungan sekolah efektif karena pengembangan iklim  pembelajaran yang kondusif merupakan strategi yang paling efektif  digunakan di SD dalam pengembangan potensi dan pencegahan  munculnya permasalahan. Pendapat tersebut dipertegas ASCA yang memang menghendaki 80% waktu guru pembimbing adalah untuk berinteraksi langsung dengan siswa.
Karakteristik manajemen BK di SD perlu memperhatikan beberapa hal:
BK merupakan program pendukung pendidikan, sehingga pelaksanaanya  harus disesuaikan dengan program dan kondisi sekolah.
Model BK komprehensif menghendaki adanya manajemen layanan yang didukung kepemimpinan, perubahan sistem, kolaborasi dan pendampingan.
Karakteristik SD yang mencakup organisasi dan peserta didiknya membutuhkan model pelaksanaan layanan BK Komprehensif yang terpadu dengan berbagai SDM, program, dan pihak terkait.
Layanan BK di SD memiliki tujuan pendampingan peserta didik yang  kompleks, sedangkan ruang dan waktu yang terbatas sehingga manajemen BK diperlukan untuk menjamin efiktifitas dan efisiensi.
Pelaksanaan BK di SD akan berhasil dengan maksimal ketika memperhatikan prinsip-prinsip berikut
Layanan BK merupakan  supporting system, maka program utamanya adalah mendukung program-program di SD,
BK adalah layanan professional maka dibutuhkan SDM  yang berkualifikasi sesuai bidang kerjanya,
Bimbingan dan Konseling  tidak akan mampu bekerja sendiri, oleh sebab itu dukungan system perlu  diberdayakan,
Kegiatan BK dilakukan di sekolah dan di luar sekolah  dengan prioritas utama adalah kegiatan di sekolah, sehingga guru kelas menjadi ekesekutor utama pelaksana program BK, dan
Konselor dan pihak sekolah lainnya membangun hubungan konsultatif, karena Konselor lebih professional di bidangnya
Model layanan BK di SD
BK merupakan bagian terpadu dari keseluruhan program pendidikan SD, layanan BK diarahkan kepada pengembangan semua peserta didik, guru kelas sebagai pelaku utama, dan harus melibatkan semua pihak
Campbell & Dahir, menambahkan bahwa layanan BK di SD akan lebih baik jika diselenggarakan dalam bentuk:
menerapkan bimbingan kelas yang efektif,
mengkoordinasi sumber daya sekolah, komunitas, dan bisnis,
berkonsultasi dengan para guru dan tenaga professional lain, dan
berkomunikasi dan bertukar informasi dengan orang tua dan wali siswa.
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh The American School Counselor Association (ASCA) bahwa model BK di sekolah berkembang menjadi layanan yang lebih komprehensif dalam ruang lingkup garapannya, didesain dalam rangka tindakan preventif, dan fokus utamanya adalah pengembangan peserta didik. Komprehensif artinya menyentuh seluruh bidang layanan mencakup layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir bagi seluruh peserta didik tanpa terkecuali. Preventif  maksudnya adalah menekankan pada upaya pencegahan munculnya permasalahan peserta didik. Fokus layanan pengembangan maksudnya adalah BK menekankan layanan pendampingan dibandingkan pengentasan masalah. Oleh sebab itu, pendekatan perkembangan saat ini banyak dijadikan dasar dalam layanan BK di SD.
Kajian teoritis dan hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan BK di SD mengacu pada model sparated (dilakukan oleh konselor secara otonom) dan model integrated (dilakukan oleh guru kelas). Model terintegrasi dilandasi oleh efisiensi SDM, belum adanya panduan BK di SD secara tegas, serta permasalahan siswa SD yang masih sederhana sehingga guru kelas dianggap masih cukup mampu mengatasinya. Hal tersebut didukung kedekatan dan pemahaman guru terhadap karakteristik siswanya yang menjadi faktor terselenggaranya layanan BK. Namun demikian, konteks BK sebagai sebuah program berkelanjutan dan profesional menjadi terabaikan di tengah kesibukan guru. Oleh sebab itu, kesalahan konsep dan strategi pemberian layanan yang mendasar (karena tidak diberikan secara maksimal) dapat berdampak jangka panjang pada peserta didik berupa bahaya tugas perkembangan.

PUSTAKA
Campbell, Ph.D dan Dahir,Ed.D. 1997. The National Standards For School Counseling Programs (ASCA). New York Instuted Of Technology.
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hartono. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter Pada Layanan Bimbingan dan
Konseling. WAHANA, Volume 57, Nomor 2, Desember 2011.
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Kertajaya, Hermawan. 2010. Grow with Character: The Model Marketing. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan (2th). Jakarta: Rhinekacipta.
Supariasa, I.D.N. dkk. 2013. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun