Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tombol "Off" untuk Melepaskan Diri dari Omong Kosong

21 November 2017   23:59 Diperbarui: 22 November 2017   00:05 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada seorang cerdas - dia wakil rakyat yang bersinggasana di Senayan - bilang begini di suatu acara talk show di teve yang sempat saya lihat sebentar malam ini. "Kasus e-KTP tak akan pernah selesai. Kekurangan blangko e-KTP pasti akan terjadi, karena selalu ada orang yang lahir dan setiap hari akan ada orang yang berulang tahun ke-17 dan memerlukan e-KTP baru. Maka, wajar saja, blangko pasti akan selalu kurang."

Sebagai pengagum orang cerdas, saya sampai ternganga mendengarkan penjelasan yang sangat "mencerahkan" itu. Tak pernah terbayangkan argumen seperti ini disampaikan dengan sangat meyakinkan bagaikan sebuah kebenaran oleh seorang anggota legislatif.

Orang cerdas itu berpidato panjang lebar yang pada pokoknya mengatakan bahwa KPK itu mengada-ada tentang kasus e-KTP. Kasus e-KTP itu fiksi belaka - dikarang oleh KPK berdasarkan celotehan Nazaruddin mantan bendahara umum Partai Demokrat. Padahal, menurut orang cerdas itu, proyek e-KTP adalah proyek yang paling baik pengelolaannya di Indonesia.

Luar biasa!

Dengan fasihnya sang orang cerdas yang merupakan sobat Setya Novanto (salah satu tersangka kasus e-KTP yang baru saja dikerangkeng di sel KPK) mengungkap kejanggalan penanganan berbagai kasus korupsi oleh KPK. Tak lupa dia menyebut pula tentang "korupsi sapi" yang menyebabkan ketua partai orang cerdas itu meringkuk di bui. Tak lupa pula beliau membeberkan "fakta" tentang "KPK Korea Selatan" yang dibubarkan dan diganti dengan lembaga lain yang lebih berjaya.

Lalu ada juru bicara KPK yang menanggapi.

Satu per satu "fakta" orang cerdas dipreteli dengan telak. Apa yang terlihat sebelumnya sebagai "fakta" dan argumen cerdas ternyata tak lebih dari permainan lidah khas politisi. Memelintir fakta, menyembunyikan fakta dan mengalihkan isu.

Maka, ketika pembawa acara menyebut bahwa giliran bicara akan diberikan kepada pengacara sang tersangka koruptor, saya tahu apa yang harus saya lakukan.

Tombol "Off" di remote control menyelamatkan saya dari keterpaksaan mendengarkan omong-kosong berikutnya. Apa yang diharapkan dari para sahabat dan pembela (tersangka) koruptor kecuali argumen-argumen konyol untuk menyelamatkan maling berdasi dari tangan keadilan penegak hukum yang dikomandoi oleh KPK ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun