Mohon tunggu...
Fadli Alwi
Fadli Alwi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Efektivitas Penggunaan Presidential Thereshold pada Pilpres 2019

19 Desember 2017   22:23 Diperbarui: 19 Desember 2017   22:28 2302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia merupakan salah satu Negara penganut system Demokrasi[1] yang dimana dalam pelaksanaanya system ini lebih cenderung menjadi bumerang dalam perebutan kekuasaan dalam Negara. 

Negara Indonesia telah menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah menganut system demokrasi dimana yang secara pelaksannanya sudah dilaksanankan dengan terlaksananya PEMILU secara langsung  dipilih oleh rakyat[2], dimana rakyat menjadi pemegang kekuasaan dalam pemilihan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala Negara. 

Dalam Pelaksanaan system Demokrasi ini, pada dasarnya demokrasi ini menjadi wadah kebebasan dalam menentukan pemimpin. Demokrasi juga sebagai sarana untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Urgensi dalam pemaknaan demokrasi adalah ketergantungan masyarakat Indonesia kepada demokrasi tidak selakyaknya melupakan prinsip utama yakni kesejahteraan rakyat. 

Tetapi ironinya, pada pelaksananaan demokrasi di Indoneisa lebih cenderung kepada perebutan kursi kepemimpinan sehingga melupakan hadful a'dzomnya yakni kesejahteraan rakyat. Merupakan hal yang wajar, Karena manusia adalah makhluk yang memiliki sifat Homohominilipicus.Ibarat serigala, manusia tidak akan puas pada pencapaian suatu kekuasaan saja.

Berbicara tentang demokrasi tidak lepas juga tentang salah satu hal penting tersebut iyalah proses politik dalam rangka untuk pengisian jabatan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. 

Dalam kaitanya hal tersebut pada tahun 2013 mahkamah konstitusi mengeluarkan sebuah keputusan dengan nomor 14/PUU-11XI/2013 tentang sengketa penyelengaraan pemilihan umum. Mahkamah konstitusi dalam pelaksanaanya pada poin 3,15 memberikan suatu stetmen penafsiran bahwa praktek ketatanegaraan pada saat ini dengan adanya pelaksanan pemilihan presiden dan pemilihan legislatife[3] ternyata belum mampu untuk membawa dampak perubahan social yang dikehendaki hal ini dipicu oleh dengan stetmen dari hasil pemilihan presiden yang terjadi setelah pemilihan legislative dirasa juga tidak mampu untuk memperkuat system presidensial yang dikehendaki oleh konstitusi, hal demikian akan menimbulkan terjadinya suatu degradasi dalam hal kewenangan lembaga Negara yakni mekanisme checks and balance penyebabnya yakni ketika pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah pemilihan legislative hanya akan membawa sebuah iklim poliktis kualisitaktis yang hanya bersifat dengan sesaat.

Hal demikian dapat dilihat dari kenyataan ketika telah selesainya pemilihan legislative maka munculnya munculah sebuah transaksi politik yang dimana guna untuk memenuhi syarat dari presidentian threshold yang mengharuskan syarat pencalonan pengusungan presiden dan wakil prresiden yakni sebesar 20-25% suara diparlemen seperti contoh pada tahun 2014.

Munculah dua kualisi besar yang terbentuk dengan adanya proses politik yang terjadi setelah pemilihan legislative. Kualisi tersebuat dinamani dengan kualisi Indonesia hebat dan kualisi Merah putih, Manun setelah berjalanya pemilihan presiden maka dilihat dari fakta dan realita yang ada ketika salah satu kulaisi memenanggi ajang pemilihan presiden tersebut maka dinamika kualisi yersebut salah satu kualisi perlahan akan menyesuaikan dengan kepentingan partai tersebut dan kebanyakan partai politik yang mengusung dari pihak yang kalah akan bubar dan akan secara perlahan akan bergabung dengan kualisi yang memengkan pemilihan presiden. Maka tidak heran jika putusan mahkamah konstitusi mengatakan demikian tidak slah dikarenakan sesuai dengan fakta dan realita yang ada pada saat ini.

Melalui putusan nomor 14/PUU-11XI/2013 mahkamah konstitusi mencoba memberikan tatnan baru dalam regulasi dinamikan dan konsep tata cara pemilihan umum, dengan memutuskan bahwa pada tahun 2019 mendatang pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislative akan dilaksanakan dengan serentak pada waktu yang sama. 

Hal demikian didasari dengan beberapa pertimbangan yang tertuang dalam putusan tersebut. Mahkamah konstitusi memberikan satu stetmen dalihat dari sisi original intent dan penafsiran sistematik dengan pandangan banwa amandemen UUD Ke 5 yakni disimpulkan bahwa para perumus amandemen UUD NRI 1945 bahwa penyelengaraan pilpres dilaksanakan secara serentak bersama dengan pemilu anggota lembaga perwakilan. Slamet Efendi Yusuf yang didatangkan sebagai saksi ahli yang mana ketika perumusan amandemen UUD NRI 1945 sebagai salah satu panitia Ad hoc 1 badan pekerja MPR RI mempersiapkan draf perubahan UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pemilu yakni pemilihan presiden dan wakil preseden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Dan DPRD kota/Kabupaten dan ditegaskan lebih lanjut bahwa dalam satu pemilu ada lima kotak suara yang mewakili dari setiap Lembaga yang akan dipilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun