Temanggung, 23 Juli 2025 --- Di balik sejuknya udara pegunungan dan aroma khas kopi serta tembakau dari lereng Sindoro-Sumbing, tersimpan sebuah kekayaan intelektual komunal yang bernilai tinggi. Namun, kekayaan ini tidak serta-merta terlindungi. Sengketa atas indikasi geografis (IG) kerap kali menjadi ancaman nyata bagi komunitas lokal yang menggantungkan hidup dan identitas mereka dari produk-produk khas daerah.
Melihat kenyataan tersebut, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (FH UNNES) mengambil langkah konkret dengan melaksanakan kegiatan pemberdayaan bertajuk "Pendampingan Hukum kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Java Sindoro Sumbing dalam Menghadapi Sengketa Indikasi Geografis untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal".
Kegiatan ini dilaksanakan langsung di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, melibatkan unsur masyarakat MPIG, tokoh lokal, perangkat desa, dan pendamping hukum dari FH UNNES. Pendekatan partisipatif dan dialogis menjadi warna utama kegiatan, agar pemberdayaan ini tidak sekadar transfer ilmu, melainkan kolaborasi membangun kesadaran hukum yang berkelanjutan.
Mengapa Indikasi Geografis Begitu Penting?
Produk-produk seperti kopi Arabika Sindoro-Sumbing, tembakau khas Temanggung, hingga kerajinan tangan lokal yang memanfaatkan bahan dan teknik tradisional, semuanya memiliki ciri khas yang hanya bisa lahir dari satu tempat: dataran tinggi Sindoro-Sumbing. Ciri khas inilah yang dilindungi oleh sistem indikasi geografis --- suatu bentuk perlindungan hukum terhadap produk yang berasal dari wilayah tertentu dan memiliki reputasi, kualitas, atau karakteristik khas karena faktor geografisnya.
Namun dalam praktiknya, sistem ini masih rentan disalahgunakan. Banyak pihak luar yang mencoba memanfaatkan nama atau reputasi produk tanpa izin atau tanpa mengikuti standar produksi yang ditetapkan. Inilah yang kerap memicu sengketa.
UNNES Hadir Menjawab Kebutuhan Masyarakat
Menurut Waspiah, S.H., M.H., dosen FH UNNES sekaligus koordinator kegiatan, masih banyak masyarakat produsen lokal yang belum memahami hak-hak mereka atas produk IG yang mereka hasilkan. Tidak sedikit yang merasa "kalah sebelum berperang" ketika menghadapi masalah hukum.
"Kami melihat perlunya pendampingan hukum yang tidak hanya bersifat reaktif ketika ada sengketa, tapi juga edukatif dan preventif. MPIG harus punya posisi tawar, dan itu bisa dicapai lewat pemahaman hukum yang kuat," ujarnya di sela kegiatan.