Polemik harga bbm turun saat ini tengah menjadi perbincangan publik, kebijakan ini terkesan politis karena menurut masyarakat umum trend bahan bakar minyak turun ini dikarenakan kepemimpinan ahok yang baru menjabat komisaris PT PERTAMINA sehingga bisa menurunkan harga bbm di Indonesia.
Padahal trend penurunan harga sangat dipengaruhi oleh kurs rupiah terhadap dollar AS dan nilai inflasi, saat ini nilai mata uang rupiah menguat. Kemudian dengan adanya perubahan asumsi harga dan produksi minyak mentah dirubah.
PT Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) alias menyesuaikan harga jual BBM umum jenis bensin dan solar Pertamax series dan Dex series di awal tahun 2020 ini.Â
Penyesuaian harga tersebut tertian dalam keputusan mentri (Kepmen) ESDM 187K/10/MEM/2019 tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis bahan bakar dan minyak solar yang disalurkan melalui stasiun pengisian bahan bakar umum atau stasiun pengisian bahan bakar nelayan, berikut harga BBM Non Subsidi terbaru tahun 2020:
- Pertamax dari harga sebelumnya Rp. 9850/Liter turun menjadi Rp.9.200/Liter
- Pertamax Turbo dari harga sebelumnya RP. 11.200/Liter turun menjadi RP. 10.200/Liter
- Dexlite dari harga sebelumnya Rp. 10.200/Liter turun menjadi Rp.9.500/Liter
Banyak tanggapan masyarakat yang beredar menanggapi peraturan ini dengan mengaitkan kinerja Basuki Tjahja Purnama ( Ahok ) yang baru menjabat menjadi komisaris PT Pertamina, sehingga masyarakat mengira bahwa penurunan harga bahan bakar minyak ini didasari dari kebijakan Ahok, adapula tanggapan masyarakat yang mengira bahwa penurunan harga bahan bakar minyak didasari juga dengan kebijakan pemerintah pusat melalui kementrian ESDM.
Kebijakan ini juga terhitung telat, pasalnya competitor seperti PT Shell Indonesia  dan PT.TOTAL Indonesia sudah menurunkan bahan bakarnya sebelum pemerintah menurunkan harga BBM non subsidinya.Â
Pro dan kontra yang beragam tidak dirasakan oleh masyarakat umum saja, tetapi para ahli pun merasakan kebijakan tersebut, sehingga banyak para ahli yang membuka suara bahwa kebijakan ini bukan semata-mata karena kinerja ahok saja tetapi ada juga factor mentri ignasius jonan pada cabinet sebelumnya.
Jadi bagaimana fakta yang sebenarnya ?
Perlu untuk diketahui, saat ini negara melalui PT.Pertamina menyediakan US$200juta (Sekitar Rp.2,3 triliun) per hari. Dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 2,2 juta barel setiap hari pada tahun 2020.
Menurut kementerian perindustrian, kebutuhan BBM meningkat 8% setiap tahun. Kondisi itu mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi 5,6% dan peningkatan jumlah penduduk sebanyak 3 juta per tahun atau setara dengan 1,1% dari total jumlah individu yang mencapai 250 juta.
Pemerintah mengungkapkan kebutuhan BBM nasional mencapai 2,2 juta barel per hari (bph) pada 2020. Adapun minyak mentah yang diproduksi dalam negeri sekitar 820 ribu bph. Sisanya harus dipenuhi melalui kegiatan impor, baik berupa minyak mentah maupun BBM.
Dengan begitu, Kebijakan pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi kebijakan populis tersendiri yang sering dikaitkan dengan unsur politik. Sejatinya, penyesuaian harga BBM merupakan kesempatan bagi PT Pertamina (Persero), sebagai perusahan minyak dan gas negara, untuk menjalankan fungsi public service obligation (PSO).