Mohon tunggu...
Fajrul Affi Zaidan Al Kannur
Fajrul Affi Zaidan Al Kannur Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Lidah akan terus berkata jujur, selagi hatinya ikhlas dan luhur

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ke Mana Larinya Ketegasan dan Wibawa KPU?

14 Januari 2019   21:22 Diperbarui: 14 Januari 2019   21:39 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Tribunnews.com

Kegaduhan politik kembali terjadi pasca Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan format debat Capres dan Cawapres pada Pilpres 2019. Debat pertama yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2019 memunculkan sebuah kontroversi dan kegaduhan di masyarakat. Kegaduhan itu muncul ketika KPU mengumumkan format debat nanti adalah terbuka dan bakal memberikan kisi-kisi soal yang akan keluar dalam debat nanti.

KPU menyatakan bakal memberikan kisi-kisi sebanyak 20 soal pertanyaan dan nantinya setiap kandidat akan menerima tiga pertanyaan secara acak. KPU mengambil keputusan tersebut setelah menerima masukan dari masing-masing kandidat dalam rapat koordinasi bersama tim pemenangan pasangan calon. KPU juga mengklaim meski kandidat sudah mengetahui pertanyaannya namun jalannya debat dijamin akan menarik, seperti dilansir dari Cnnindonesia.com (10/01/2019).

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kisi-kisi tidak perlu diberikan. Sebab, tujuan debat adalah untuk mengukur sejauh mana  kemampuan dan pengetahuan capres dan cawapres dalam menghadapi masalah-masalah yang mereka hadapi, seperti dilansir dari Liputan6.com (8/1/2019). Hal ini sebetulnya bisa menjadi pertimbangan KPU, karena dengan diberikannya kisi-kisi soal seminggu sebelum pelaksanaan debat membuat spontanitas dan orisinalitas ide atau gagasan dari masing-masing calon patut dipertanyakan. Mengingat, nantinya bisa jadi jawaban yang dilontarkan paslon saat debat adalah hasil pemikiran bersama tim sukses atau jawaban dari konsultan politik mereka. Hasilnya, paslon hanya akan mengingat atau menghafal jawaban yang telah diberikan dan menghilangkan efek surprise saat debat nanti.

Padahal debat nanti tidak hanya menguji calon presiden dalam kemampuannya menyelesaikan masalah namun juga menguji kemampuan public speaking, dan dengan diberikannya kisi-kisi soal maka besar kemungkinan gaya penyampaian dan pemilihan kata yang digunakan untuk menjawab pertanyaan bisa jadi telah dipersiapkan itu artinya tidak murni dari diri sang kandidat. Selain itu, keinginan rakyat untuk mengenal calon presidennya secara lebih dalam tidak dapat tercapai karena setiap paslon tidak mengeluarkan potensi asli yang ada dalam dirinya

Selain soal format debat, isu lain yang menimbulkan kontroversi adalah keputusan KPU untuk membatalkan forum penyampaian visi misi sebelum debat akibat tidak ada kata sepakat dari kedua belah pihak kandidat. Acara penyampaian visi misi sebetulnya bukan menjadi kewajiban KPU dan juga tidak tercantum dalam UU. Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun atas masukan kandidat dalam koordinasi, akhirnya KPU berinisiatif menggelar acara penyampaian visi misi. Namun, karena tidak ada sepakat akhirnya KPU hanya menghendaki penyampaian visi misi saat debat dan mengembalikan ke masing-masing pasangan calon jika ingin menyelenggarakan penyampaian visi misi sendiri sebelum debat.

Dari kedua isu kontroversial tersebut masyarakat mulai bertanya-bertanya masihkah KPU netral ? masihkah KPU independen ? dan masihkan KPU berintegritas? Pertanyaan ini muncul akibat sikap KPU yang terkesan plin-plan dan cenderung "disetir" oleh kepentingan masing-masing kandidat dalam menentukan format debat. Akibatnya KPU kehilangan kewibawaan dan ketegasan di mata masyarakat, sehingga masyarakat mulai tidak percaya terhadap KPU dan mulai mempertanyakan netralitas dan integritas masyarakat. Hal ini terjadi karena KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu tidak tegas dalam bertindak dan terlalu mengakomodasi keinginan-keinginan dari kedua kandidat, sehingga terkesan didikte. Padahal KPU mempunyai wewenang yang dilindungi oleh undang-undang, dengan itu seharusnya KPU bisa bertindak atau menentukan sikap dengan tegas tanpa perlu persetujuan dari masing-masing kandidat.

Namun berkaca dari tahun-tahun sebelumnya penyelenggaraan pemilu memang tidak bisa seratus persen lancar dan memuaskan semua pihak. Pasti selalu ada pihak yang merasa dirugikan dan tidak bisa menerima hasil akhir pemilu. Intinya jika tindakan yang diambil sudah benar dan sesuai dengan undang-undang maka KPU tidak usah terlalu menghiraukan kritik-kritik atau keluhan yang ada, namun begitu KPU juga tidak boleh anti terhadap kritik. 

Maka dari itu, hal ini perlu menjadi perhatian dan pembelajaran bagi KPU dalam menentukan sikap dan kebijakan-kebijakan selanjutnya agar Pemilu serentak tahun ini yaitu Pileg dan Pilpres dapat berjalan dengan lancar, bersih, adil, dan mampu menjadi pembelajaran demokrasi rakyat Indonesia dalam menyongsong kehidupan bangsa yang lebih baik di kemudian hari.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun