Rahayu Saraswati yang merupakan politisi Partai Gerindra yang memiliki kedekatan erat dengan Presiden Prabowo Subianto yang juga merupakan Ketua Umum Partai Gerindra, memiliki kesempatan berbicara pada forum Sumitro Economic Forum untuk mengulas sosok begawan ekonomi Indonesia yakni Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo yang merpakan kekeknya sendiri.
Rahayu Saraswati yang akrab disebut sebagai Mba Saras yang merupakan cucu dari Sumitro, Saras mengungkapkan pandangannya serta atas pengalaman, perjalanan, serta pemikiran dari seorang Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Di awal penjelasannya, Saras menjelaskan perbedaan dirinya dengan mendiang sang kakek bahwasanya banyak perbedaan antar keduanya. Saras menjelaskan bahwa dirinya berbeda jauh dengan sang kakek, karena Saras merasa dirinya yang aktif di dunia sosial, dunia aktivis perempuan dan anak, tiba-tiba dijebloskan di satu forum ekonomi menjadi tantangan tersendiri baginya walaupun pembahasan ekonomi bukanlah hal yang baru baginya.
Bagi Saras, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo bukhan hanya sosok seorang begawan ekonomi saja, sebagai seorang cucu tentunya Pak Sumitro telah berperan sebagai seorang kakek yang menjadi sosok teladan dalam berperilaku, berpikir, ataupun bertindak.
Anak-anak dari Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo yakni Ibu Bianti Ningsih Djiwandono, Ibu Mariani Lemetre, lalu Bapak Prabowo Subianto, dan Bapak Hasyim Djojohadikusum, dijelaskan oleh Saras bahwa Kakeknya ini tidak pernah ada paksaan kepada anaknya untuk menjadi sesuatu yang dikehendaiknya atau menuntut sesuatu. Kemudian hal tersebut menjadi budaya keluarga bahwa anak hingga cucu Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sampai saat ini, semua diberi kekebasan untuk menentukan apa yang mereka cita-citakan.
Saras juga menceritakan banyak orang yang menilai bahwa keturunan keluarganya adalah orang kaya atau dari golongan priyai, namun dirinya berkelakar bahwa keluarganya ialah keluarga priyai yang gak punya duit.
Saras mengatakan hal tersebut ternyata bukan kelakar belaka, namun itu adalah fakta yang terjadi pada keluarganya. Contoh kepribadian yang diterapkan oleh sang Kakek menjadi nilai kesederhanaan yang dapat diterima oleh anak dan cucunya. Dengan nilai kesederhanaan dari Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Saras mengenal lebih dalam bagaimana kita menjalankan hidup dengan nyaman dan tenang, salah satunya adalah kesederhanaan.
Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo selalu memberikan pengajaran kepada keluarganya dari yang fundamental sampai ke hal yang sangat subjektif. Namun saat bercerita tentang Kakeknya, Saras teringat dan menjelaskan bahwa Kakeknya menanamkan hal yang sangat fundamental kepada dirinya yakni kejujuran.
Selanjutnya, Saras menceritakan lagi tentang Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo yang biasa dipanggilnya dengan nama Opa, bahwa beliau merupakan seorang ekonom yang gak omon-omon. Beliau mempunya prinsip yang jelas dan akan beliau jalankan, dan beliau berani menerima konsekuensi atas tindakannya. Dan prinsip ini kemudian menurun ke anak cucu nya, baik yang menjadi politisi maupun bukan akan memiliki prinsip tersebut.
Saras juga menceritakan kondisi keluarganya yang pernah terguncang karena situasi keadaan negara yang sedang tidak baik, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo diketahui harus mengirim istri dan anak-anaknya untuk menjadi political exile di luar negeri dan tidak bisa berjumpa selama bertahun-tahun karena waktu itu Beliau memiliki pandangan yang berbeda pada rezim saat itu yakni Bung Karno yang ingin membuka pintu untuk Partai Komunis. Kejadian ini harus diterima dengan berat hati oleh Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, semua itu merupakan satu harga yang harus dibayar untuk pendirian.
Terakhir, Saras menceritakan saat dirinya berziarah ke makam sang Kakek, dirinya hanya bisa menyampaikan "I hope you're proud". Saras mengaku, saat ini dirinya hanya bisa berdoa berharap dari mana pun beliau melihat, beliau akan bangga dengan legacy yang beliau tinggalkan untuk anak dan cucu sebegitu hebatnya.