Mohon tunggu...
FAJRIN RIZKI ABDILLAH
FAJRIN RIZKI ABDILLAH Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manusia Perak, di Negara Emas

14 Desember 2020   14:14 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:23 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur kebudayaan atau masyarakat yang dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial. Lalu, menurut Soetomo, masalah sosial ialah suatu kondisi yang tidak diinginkan terjadi oleh sebagian besar dari masyarakat. Kesimpulan yang saya ambil dari kedua pengertian tersebut adalah masalah sosial merupakan suatu yang tidak sesuai dengan budaya dan nilai yang berlaku juga merupakan sesuatu yang tidak diinginkan oleh masyarakat kebanyakan.

Salah satu masalah sosial yang paling utama di Indonesia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan di Indonesia per Maret 2020 mengalami peningkatan sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen terhadap september 2019 dan meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2019 sebesar 6,56 persen, naik menjadi 7,38 persen pada Maret 2020. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2019 sebesar 12,60 persen, naik menjadi 12,82 persen pada Maret 2020.

Faktor-faktor penyebab kemiskinan di Indonesia antara lainnya adalah kurangnya keterampilan, pendidikan rendah, dan juga pengangguran yang masih tinggi. Akibat dari kemiskinan ini adalah meningkatnya kriminalitas, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh, munculnya anak-anak jalanan, pengemis, pengamen, dan sebagainya yang seringkali mengganggu ketertiban di masyarakat.

“Silver Man” atau manusia perak merupakan fenomena di mana para pengemis mengecat badan mereka menggunakan cat sablon berwarna perak mengkilat untuk lalu berkeliling sambil membawa kardus yang seringkali bertuliskan “Peduli Anak Yatim Piatu” mereka biasanya menghampiri setiap orang yang berada di lampu merah atau bahkan sampai ke tempat pusat makanan.

Sebetulnya manusia perak sendiri itu merupakan hal yang sudah ada sejak lama, namun dahulu manusia perak hanya ada di tempat-tempat wisata seperti di Kota Tua, Jakarta. Berbeda dengan yang ada dan baru bermunculan sekarang, manusia perak yang ada di tempat-tempat wisata hanya menawarkan diri sebagai objek untuk foto bersama dengan memungut biaya sedangkan manusia perak yang banyak bermunculan di lampu merah sekarang hanyalah sekadar mengemis dan meminta-minta kepada orang-orang tanpa ada sesuatu keunikan yang dipertunjukkan bahkan para manusia perak beralasan bahwa mereka melakukan ini untuk “amal” dengan membawa tulisan “Peduli Yatim Piatu” dalam kardus sumbangannya.

Kegiatan manusia perak ini juga bisa dibilang sebagai kegiatan eksploitasi anak-anak, karena dalam praktiknya di jalan mereka seringkali menggunakan anak-anak dalam kegiatan mengemisnya. Alasan mereka menyuruh anak-anak untuk mengemis mungkin karena mereka berpikir bahwa masyarakat akan merasa lebih iba ketika melihat anak kecil kesusahan sehingga akan memberi sumbangan yang lebih besar. 

Menurut opini pribadi saya, kegiatan manusia perak ini merupakan bukti bahwa masyarakat golongan bawah seperti mereka ini sangatlah membutuhkan uang dan sudah tidak tahu lagi harus bekerja seperti apa agar bisa mendapatkan uang. Mereka terpaksa melakukan ini semata-mata hanya karena ingin mendapatkan uang untuk makan, mereka rela mengecat seluruh badan mereka hingga rambut sambil berpanas-panasan berkeliling untuk meminta sumbangan dari para pengguna jalan yang lewat. Sangat memprihatinkan saat melihat anak kecil yang seharusnya sedang asik-asiknya bermain dengan temannya malah diharuskan membantu orang tuanya mencari uang di jalanan.

Meskipun terkadang mereka terlihat seperti mengganggu ketertiban jalan karena tidak jarang saat mereka berada di lampu merah terjadi kelambatan walaupun tidak begitu signifikan, mereka tetaplah warga negara Indonesia yang masih harus diperhatikan oleh pemerintah. Mereka seharusnya dibina atau diberi pelatihan agar lebih kreatif dalam mencari uang supaya bisa bertahan dan tidak perlu mengemis di jalanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun