Mohon tunggu...
Fajar Nugraha
Fajar Nugraha Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Aktivitas di Polnet yang merupakan lembaga kajian yang berfokus memonitoring dan analisis media online dengan menggunakan teknologi big data, untuk memberikan analisa tepat dan komprehensif terhadap kebijakan atau strategi politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Krisis Baru Pasca RUU HIP

9 Juli 2020   08:55 Diperbarui: 9 Juli 2020   09:20 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditengah pemerintah sedang menangani pandemi Covid-19, DPR mengusulkan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). RUU HIP ini memicu penolakan dari banyak pihak, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan berbagai kalangan umat Islam lainnya. 

Jika melihat histori pembahasan RUU HIP, yang merujuk dari halaman resmi DPR. RUU HIP ini sudah dibahas sejak 11 Februari 2020 melalui rapat dengar pendapat umum yang dilaksanakan Baleg dengan mengundang pakar. Setidaknya sudah dibahas tujuh kali, pembahasan terakhir pada 12 Mei 2020 melalui rapat paripurna dalam rangka pengambilan keputusan menjadi RUU usulan DPR.

Terdapat tiga point isi RUU HIP yang kontroversial. Pertama, konsep trisila dan ekasila yang tertuang dalam pasal 7. Salah satu klausul yang disorot yaitu keberadaan konsep trisila dan ekasila, serta frasa ketuhanan yang berkebudayaan. Kedua, larangan komunisme yang tidak mencantumkan Tap MPRS No.XXV Tahun 1966 tentang pembubaran partai komunis Indonesia.

Ketiga, BPIP diisi TNI-Polri aktif yang tertuang dalam dalam pasal 47 ayat 2, yang memuat ketentuan TNI dan Polri aktif bisa mengisi jabatan Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Hal ini selanjutnya memunculkan beragam sentiment di kalangan publik, termasuk warganet. Beragam sentiman soal RUU HIP lantas berkembang menjadi obrolan di Twitter.

Dinamika pembicaraan netizen di media sosial bisa direkam dan dianalisis dengan teknologi big data seperti tools Drone Emprit Academic yang disediakan oleh Universitas Islam Indonesia. Berdasarkan data Drone Emprit Academic dari 12 Juni 2020 hingga 27 Juni 2020 tercatat ada 91.813 kicauan tentang RUU HIP

Sentimen Netizen

Percakapan RUU HIP di twitter paling ramai dibahas pada 14 Juni 2020 dengan total 10.943 kicauan di Twitter. Selanjutnya tren percakapan tersebut menurun dan kembali meningkat pada 26 Juni 2020 tercatat ada 10.960 kicauan di Twitter.

Ramainya percakapan dipengaruhi oleh realitas dunia nyata. Aktifitas khalayak yang ada di media sosial sangat dipengaruhi oleh realitas yang terjadi di dunia nyata. Terdapat dua momentum realitas di dunia nyata yang berhubungan dengan RUU HIP.

Momentum pertama berkaitan dengan pernyataan sikap dari MUI, NU dan Muhammadiyah tentang sikap penolakan terhadap RUU HIP. Momentum kedua, berkaitan dengan aksi penolakan RUU HIP di depan DPR dan beberapa daerah. Kedua momentum inilah yang membuat tren percakapan terkait RUU HIP di media sosial semakin tinggi.

Respon atas RUU pun bermunculan. Dari peta Social Network Analisis, netizen tercluster dalam dua kelompok. Cluster terbesar adalah yang menolak RUU HIP, lalu cluster yang pro terhadap pemerintah. Diantara cluster yang menolak RUU HIP dan pro terhadap pemerintah, ada kicauan Mahfud MD yang direspon oleh kedua cluster tersebut.

Mahfud sebagai Menkopolhukam menyampaikan sikap pemerintah yang menunda pembahasan RUU HIP. Pemerintah lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemic Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun