Kisah penegakan hukum di ngeri ini kembali diwarnai ironi. Ironi hukum yang tidak lucu tetapi menyakitkan dan menggugah rasa kemanusiaan jika memang terbukti bahwa telah terjadi salah sangkap dan salah vonis terhadap Ruben Pata Sambo (72) dan anaknya Markus Pata Sambo. Keduanya telah ditahan selama 8 tahun dan saat ini sedang menanti eksekusi mati di Lapas Lowok Waru Jatim.
Keduanya diduga kuat salah tangkap oleh Polres Tana Toraja atas kasus pembunuhan terhadap Andrias Pandin, Martina La'biran (istri Andrias), Israel putra mereka, dan nenek dari Andrias Pandin di Toraja, karena kasus tanah. Menurut kedua anak Ruben, Setrianto dan Nataniel Tipa Sambo, pihak keluarga yakin ayah dan kakaknya hanyalah korban fitnah dan mereka menempuh berbagai upaya hukum sampai ke tingkat PK bahkan grasi ke presiden telah diajukan tetapi ditolak pada Maret 2013 karena sudah melewati batas waktu pengajuan garasi. Karena itu kedua anak Ruben ini berharap bahwa pihak LBH membantu mereka membebaskan ayah dan adik mereka dari eksekusi hukuman mati.
Menurut mereka, ada fakta hukum pembanding yang bisa dijadikan pertimbangan bahwa telah terjadi salah tanggkap terhadap ayah dan saudaranya. Karena pada 30 Desember 2006, keempat pelaku pembunuhan yang sebenarnya yakni: Yulianus Maraya (24), Juni (19), Petrus Ta'dan (17), dan Agustinus Sambo (22), telah membuat pernyataan tertulis bermeterai bahwa Ruben dan Martinus bukanlah otak ataupun pelaku pembunuhan terhadap keluarga Andrias di Tanah Toraja. Mereka mengakui bahwa merekalah yang menjadi pelaku sebenarnya dan siap menerima hukuman setimpal.
Pihak Kontras Jatim yang selama ini melakukan pendampingan terhadap keluarga Ruben  telah menyurati Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kemenhum dan Ham, dan Kapolri untuk berkoordinasi dan menemukan jalan konstitusional dalam penanganan pembebasan dua korban rekayasa kasus, yang kini telah divonis hukuman mati. Bahkan Kontras berencana akan membawa kasus hukum Ruben ke dunia internasional untuk mengampanyekan penghapusan hukuman mati di Indonesia karena penegakan hukumnya masih amburadul. Kontras menolak hukuman mati di Indonesia mengingat bahwa hukum di Indonesia belum bisa ditegakkan secara baik dan benar.
Menanggapi terkuaknya kasus ini dan tudingan salah tangkap dan salah vonis, Kapolda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) Inspektur Jenderal Burhanuddin Andi membantah bahwa Ruben Pata Sambo dan anaknya Martinus adalah korban salah tangkap hingga divonis mati. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa kedua terpidana hukuman mati tersebut telah diputuskan secara resmi oleh pengadilan.
Jika kasus ini memang terbukti salah tangkap, maka pihak kepolisian dan semua lembaga penegakkan hukum lainnya yang memutuskan perkara ini dipertanyakan. Kog bisa semuanya salah memutuskan dan memperkuat keputusan yang salah di bawahnya? Apakah karena keluarga ini miskin dan tidak mampu membayar sehingga mereka mudah saja dijadikan korban keputusan yang keliru dan fatal?
Soal permohonan grasi yang ditolak Presiden SBY, apakah Presiden SBY tidak malu menolak grasi warga negaranya yang tidak bersalah, sementara warga negara asing yang jelas-jelas terbukti bersalah menyelundupkan narkoba dipenuhi grasinya? Di manakah nurani presiden?
Masyarakat berharap bahwa kebenaran harus ditegakkan dalam kasus ini. Jangan sampai terulang lagi kesekian kalinya bahwa ada korban salah tangkap yang kemudian diadili bersalah oleh para penegak hukum di negeri ini.
Sumber:
Kompas.com
metrotvnews.com
suaramerdeka.com